Akhlaq dalam Islam: Pondasi Kehidupan Mulia dan Berkah
Akhlaq, sebuah permata dalam khazanah Islam, melampaui sekadar etika atau moralitas. Ia adalah sistem nilai yang fundamental, mengakar dalam keyakinan tauhid, dan menjadi pondasi kokoh bagi setiap Muslim untuk membangun kehidupan yang bermakna, diridhai Allah SWT, dan memberikan manfaat bagi semesta. Memahami dan mengamalkan akhlaq adalah inti dari keberislaman yang utuh, yang membentuk individu berkarakter, keluarga harmonis, masyarakat beradab, dan peradaban yang berkeadilan serta berkesinambungan.
Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk akhlaq dalam Islam, mulai dari definisi yang mendalam, urgensinya yang tak tergantikan, sumber-sumbernya yang ilahiah, klasifikasi komprehensif, ciri-ciri khas, dampak luas dalam berbagai aspek kehidupan, tantangan yang dihadapi di era modern, hingga langkah-langkah praktis untuk membina dan mengembangkannya. Dengan pemahaman yang utuh dan komitmen untuk mengamalkannya, kita berharap dapat menapaki jalan kehidupan yang dilandasi akhlaq mulia, mencapai kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.
I. Pengertian Akhlaq: Kedalaman Makna dan Perbedaannya dengan Moral dan Etika
Kata "akhlaq" berasal dari bahasa Arab, khuluq (خُلُقٌ) yang merupakan bentuk jamak dari khalaq. Secara etimologi, khuluq diartikan sebagai tabiat, perangai, tingkah laku, adat istiadat, kebiasaan, atau pembawaan. Ia merujuk pada sifat-sifat internal seseorang yang terpatri dalam jiwa.
Dalam terminologi syariat Islam, akhlaq didefinisikan secara lebih spesifik oleh para ulama:
Imam Al-Ghazali: Beliau menjelaskan bahwa akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu. Jika perbuatan yang muncul itu baik menurut akal dan syara’, maka disebut akhlaq mulia (mahmudah), dan jika sebaliknya, disebut akhlaq tercela (madzmumah). Penekanan di sini adalah pada aspek spontanitas dan ketiadaan paksaan.
Ibnu Miskawaih: Menggambarkan akhlaq sebagai keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pemikiran dan penelitian. Ini menunjukkan bahwa akhlaq adalah inti dari karakter, bukan hasil dari perhitungan sesaat.
Prof. Dr. HM. Amin Syukur: Senada, beliau menyebut akhlaq sebagai kehendak jiwa yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu tanpa pertimbangan.
Dari berbagai definisi di atas, dapat ditarik beberapa benang merah yang esensial untuk memahami akhlaq:
Berakar pada Jiwa (Internal): Akhlaq bukanlah sekadar perbuatan lahiriah yang bisa dipalsukan. Ia adalah cerminan dari kondisi batin, niat, dan hati seseorang. Perbuatan baik yang muncul karena terpaksa atau untuk tujuan pamer (riya') bukanlah akhlaq yang sesungguhnya.
Spontanitas dan Konsistensi: Perilaku yang didasari akhlaq yang baik akan muncul secara alami, tanpa perlu berpikir panjang atau menimbang untung rugi. Lebih dari itu, akhlaq termanifestasi dalam konsistensi perbuatan baik di berbagai situasi, bukan hanya sesekali. Seseorang yang hanya berbuat baik ketika ada yang melihatnya, belum tentu memiliki akhlaq mulia.
Ukuran Ilahiah (Syariat): Kriteria baik dan buruknya akhlaq dalam Islam tidak semata-mata bergantung pada standar moral masyarakat yang bisa berubah-ubah, melainkan berdasarkan pada syariat Allah SWT, yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah. Apa yang dianggap baik oleh syariat adalah akhlaq mulia, dan apa yang dilarang adalah akhlaq tercela.
Membedakan dari Moral dan Etika: Meskipun sering disamakan, akhlaq memiliki dimensi yang lebih dalam dari moral dan etika.
Moral: Seringkali terkait dengan nilai-nilai masyarakat dan kebiasaan lokal. Moral bisa sangat relatif, berbeda antara satu budaya dengan budaya lain.
Etika: Lebih pada teori atau filosofi tentang perilaku baik dan buruk, seringkali terkait dengan profesi atau kelompok tertentu.
Akhlaq: Berlandaskan wahyu ilahi, bersifat absolut dalam kebaikan dan keburukan dasarnya, mencakup aspek lahir dan batin, serta diyakini membawa konsekuensi di dunia dan akhirat. Ia adalah manifestasi iman dan tauhid.
Dengan demikian, akhlaq adalah sebuah sistem nilai kehidupan yang komprehensif, bukan sekadar seperangkat aturan sopan santun. Ia adalah pondasi karakter Muslim yang sejati, yang memancarkan kebaikan dari dalam jiwa.
II. Urgensi dan Kedudukan Akhlaq dalam Islam: Inti dari Risalah Kenabian
Akhlaq menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis dalam ajaran Islam, bukan sekadar pelengkap, melainkan inti dan tujuan utama dari risalah kenabian Muhammad SAW. Berbagai dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah secara tegas menunjukkan urgensi dan kedudukan agung akhlaq:
1. Tujuan Utama Diutusnya Nabi Muhammad SAW
Rasulullah SAW sendiri secara eksplisit menyatakan bahwa misi kenabian beliau adalah untuk menyempurnakan akhlaq mulia. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al-Hakim, beliau bersabda:
"Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq-akhlaq yang mulia." (HR. Ahmad)
Hadits ini adalah landasan fundamental. Ia mengisyaratkan bahwa seluruh ajaran Islam – mulai dari pondasi tauhid, syariat ibadah (shalat, puasa, zakat, haji), hingga muamalah (interaksi sosial dan ekonomi) – pada hakikatnya bermuara pada pembentukan dan penyempurnaan akhlaq yang luhur pada diri setiap Muslim. Tanpa akhlaq, ibadah dan ketaatan lainnya akan kehilangan ruh dan maknanya.
2. Cerminan Iman yang Sempurna
Akhlaq yang baik adalah indikator keimanan yang sempurna. Semakin baik akhlaq seseorang, semakin kuat dan kokoh imannya. Rasulullah SAW bersabda:
"Orang Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya." (HR. Tirmidzi)
Ini menegaskan bahwa iman bukanlah sekadar keyakinan dalam hati atau ucapan lisan semata, tetapi harus termanifestasi dalam perilaku nyata, interaksi, dan karakter sehari-hari. Akhlaq adalah buah dari iman yang bersemi subur dalam jiwa.
3. Penentu Derajat di Sisi Allah dan Rasul-Nya
Akhlaq mulia memiliki bobot yang sangat berat dalam timbangan amal di hari kiamat dan menjadi sebab seseorang dekat dengan Rasulullah SAW di surga. Beliau bersabda:
"Tidak ada sesuatu pun yang diletakkan di timbangan pada hari kiamat yang lebih berat daripada akhlaq yang baik." (HR. Abu Dawud)
Dan juga:
"Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempatnya denganku pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaqnya." (HR. Tirmidzi)
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa Allah SWT sangat menghargai dan memuliakan hamba-Nya yang berakhlaq mulia, menjanjikan ganjaran yang besar di akhirat.
4. Pengaruh pada Hubungan Sosial dan Kehidupan Bernegara
Dalam skala sosial yang lebih luas, akhlaq adalah perekat utama yang menjaga kohesi masyarakat. Nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, saling tolong-menolong, kasih sayang, dan toleransi yang berlandaskan akhlaq akan menciptakan masyarakat yang damai, harmonis, dan sejahtera. Sebaliknya, ketiadaan akhlaq akan mengakibatkan konflik, kezaliman, korupsi, dan kehancuran sosial, meskipun suatu masyarakat memiliki kemajuan material yang pesat.
5. Pelindung dari Kehancuran Peradaban
Sejarah banyak mencatat, bahwa kehancuran suatu bangsa atau peradaban seringkali tidak disebabkan oleh kekurangan sumber daya alam atau serangan musuh dari luar, melainkan karena krisis moral dan akhlaq yang melanda para pemimpin dan rakyatnya. Islam, dengan sistem akhlaqnya yang kokoh, menawarkan solusi untuk membangun dan menjaga peradaban yang tegak di atas nilai-nilai kebaikan, keadilan, dan kemanusiaan.
6. Kriteria Keutamaan dalam Islam
Banyak hadits Nabi yang menyebutkan akhlaq sebagai kriteria keutamaan. Misalnya, "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaqnya," atau "Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik terhadap istrinya." Ini menunjukkan bahwa kemuliaan seseorang di mata Allah dan manusia sangat terkait dengan akhlaqnya.
III. Sumber-Sumber Akhlaq dalam Islam: Pedoman Abadi
Berbeda dengan moralitas atau etika yang seringkali bersifat relatif dan bisa berubah seiring perubahan zaman dan budaya, akhlaq dalam Islam memiliki fondasi yang kokoh, tetap, dan ilahiah. Sumber-sumber utama akhlaq adalah:
1. Al-Qur'an Al-Karim
Al-Qur'an adalah kalamullah, kitab suci dan pedoman utama bagi seluruh umat Islam. Ia adalah sumber akhlaq yang paling utama, mengandung petunjuk yang lengkap tentang bagaimana seorang Muslim seharusnya berpikir, merasa, dan berperilaku. Ayat-ayat Al-Qur'an secara eksplisit atau implisit mengajarkan berbagai aspek akhlaq, baik dalam bentuk perintah maupun larangan, kisah-kisah, dan perumpamaan.
Perintah Langsung: Banyak ayat yang memerintahkan langsung untuk berbuat kebaikan, seperti berbakti kepada orang tua (QS. Al-Isra': 23-24), berlaku adil (QS. An-Nisa': 58), menepati janji (QS. Al-Ma'idah: 1), jujur dalam perkataan (QS. At-Taubah: 119), dan bersikap tawadhu' (QS. Al-Furqan: 63).
Larangan Jelas: Al-Qur'an juga melarang akhlaq tercela seperti berzina (QS. Al-Isra': 32), mencuri (QS. Al-Ma'idah: 38), berdusta (QS. An-Nahl: 105), membunuh (QS. Al-Isra': 33), berghibah (QS. Al-Hujurat: 12), dan berlaku sombong (QS. Luqman: 18).
Kisah-Kisah Teladan: Kisah para nabi dan umat terdahulu dalam Al-Qur'an (seperti Nabi Yusuf, Musa, Ibrahim, atau Luqman) adalah sumber pelajaran akhlaq yang tak ternilai. Misalnya, nasihat Luqman kepada anaknya dalam Surat Luqman ayat 13-19 adalah kumpulan ajaran akhlaq komprehensif.
Prinsip-Prinsip Umum: Al-Qur'an juga menetapkan prinsip-prinsip umum seperti keadilan, ihsan (berbuat baik), kasih sayang, tolong-menolong dalam kebaikan, dan menjaga keseimbangan alam, yang menjadi landasan bagi akhlaq yang lebih spesifik.
2. As-Sunnah An-Nabawiyah
Sunnah Rasulullah SAW adalah penjelas, pelengkap, dan implementasi nyata dari ajaran Al-Qur'an. Melalui perkataan (hadits), perbuatan (fi'il), dan persetujuan (taqrir) beliau, kita dapat melihat contoh akhlaq yang paling sempurna. Nabi Muhammad SAW adalah uswatun hasanah (teladan yang baik) dalam segala aspek kehidupan.
Ketika Aisyah RA ditanya tentang akhlaq Nabi SAW, ia menjawab: "Akhlaq beliau adalah Al-Qur'an." (HR. Muslim)
Jawaban ini secara indah merangkum bahwa Rasulullah SAW adalah manifestasi hidup dari nilai-nilai Al-Qur'an. Beliau tidak hanya mengajarkan akhlaq, tetapi juga menghidupinya. Setiap hadits yang menjelaskan tentang keutamaan sabar, syukur, jujur, amanah, pemaaf, atau larangan sombong, dengki, ghibah, adalah bagian tak terpisahkan dari ajaran akhlaq dalam Sunnah.
Misalnya, sabda beliau: "Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah bagimu." (HR. Tirmidzi), atau bagaimana beliau berinteraksi dengan anak-anak, fakir miskin, bahkan musuh-musuhnya, semuanya adalah pelajaran akhlaq yang agung.
3. Ijma' (Konsensus Ulama)
Ijma' adalah kesepakatan para ulama mujtahid dalam suatu masalah hukum syara' setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Jika ada suatu perilaku yang disepakati kebaikan atau keburukannya oleh seluruh ulama, maka itu menjadi bagian dari akhlaq yang diakui dalam Islam, selama tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah. Ijma' berfungsi sebagai penguat dan penegasan terhadap prinsip-prinsip akhlaq yang telah ada, serta penyesuaian penerapannya dalam konteks baru.
4. Qiyas (Analogi)
Qiyas adalah metode penetapan hukum suatu masalah yang tidak ada nashnya dalam Al-Qur'an dan Sunnah dengan masalah yang ada nashnya karena adanya persamaan illat (sebab hukum). Dalam konteks akhlaq, qiyas dapat digunakan untuk menentukan status moral suatu perilaku atau fenomena baru yang belum ada di zaman Nabi, dengan mengacu pada prinsip-prinsip akhlaq yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Misalnya, etika dalam penggunaan media sosial modern dapat diqiyaskan dengan prinsip-prinsip menjaga lisan, menghindari ghibah, dan menyebarkan kebenaran.
IV. Klasifikasi Akhlaq dalam Islam: Cakupan Universal
Akhlaq dalam Islam memiliki cakupan yang sangat luas, meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia. Para ulama sering mengklasifikasikannya berdasarkan objek interaksi, yang mencerminkan hubungan seorang Muslim dengan berbagai entitas di sekitarnya:
1. Akhlaq kepada Allah SWT (Hablum Minallah)
Ini adalah pondasi utama dari seluruh bangunan akhlaq seorang Muslim. Semua akhlaq mulia lainnya akan bermuara pada pengakuan, penghambaan, dan ketaatan kepada Allah SWT. Bentuk-bentuk akhlaq kepada Allah meliputi:
Tauhid dan Keikhlasan: Meyakini keesaan Allah SWT sebagai satu-satunya Rabb dan Ilah. Mengesakan-Nya dalam rububiyah, uluhiyah, dan asma wa sifat. Melakukan segala ibadah dan perbuatan semata-mata karena Allah, mengharapkan ridha-Nya, dan menjauhkan diri dari syirik (menyekutukan Allah) serta riya' (beramal ingin dilihat manusia). Keikhlasan adalah ruh dari setiap amal.
Ibadah yang Khusyuk: Melaksanakan shalat, puasa, zakat, haji, dan ibadah lainnya dengan penuh kesadaran, kekhusyukan, dan kehadiran hati. Memahami makna setiap gerakan dan bacaan, sehingga ibadah bukan sekadar rutinitas fisik, melainkan sarana komunikasi dan pendekatan diri kepada Allah.
Syukur: Mengakui dengan hati, lisan, dan perbuatan atas segala nikmat yang diberikan Allah SWT, baik nikmat iman, kesehatan, harta, waktu luang, maupun nikmat-nikmat kecil lainnya. Syukur dengan hati adalah merasakan keagungan nikmat, dengan lisan adalah mengucapkan alhamdulillah, dan dengan perbuatan adalah menggunakan nikmat tersebut di jalan yang diridhai Allah.
Sabar: Teguh hati dalam menghadapi tiga situasi:
Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah (misalnya, sabar dalam shalat malam).
Sabar dalam menjauhi maksiat (misalnya, sabar menahan diri dari godaan dosa).
Sabar dalam menghadapi musibah dan cobaan (misalnya, sabar ketika kehilangan orang tercinta atau harta).
Sabar bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan tetap berikhtiar sembari menyerahkan hasilnya kepada Allah.
Tawakal: Berserah diri sepenuhnya kepada Allah setelah melakukan usaha dan ikhtiar maksimal. Meyakini bahwa segala urusan, rezeki, dan takdir berada dalam ketentuan-Nya, tanpa ada rasa cemas berlebihan terhadap hasil. Tawakal adalah penyerahan hati kepada Allah, bukan penyerahan diri dari usaha.
Muraqabah: Merasa selalu diawasi oleh Allah SWT di mana pun dan kapan pun. Kesadaran ini menumbuhkan rasa malu untuk berbuat maksiat dan memotivasi untuk senantiasa berbuat baik, baik di kala sendiri maupun di tengah keramaian.
Khauf dan Raja': Menyeimbangkan antara rasa takut kepada azab Allah (khauf) yang mendorong untuk menjauhi larangan-Nya, dan rasa harap (raja') akan rahmat dan ampunan-Nya yang memotivasi untuk terus beramal saleh dan tidak putus asa dari rahmat-Nya.
Taubat dan Istighfar: Segera memohon ampunan kepada Allah SWT ketika terlanjur berbuat dosa, dengan penyesalan yang tulus, bertekad tidak mengulanginya, dan jika terkait dengan hak manusia, mengembalikan hak tersebut. Taubat adalah proses penyucian diri yang berkelanjutan.
2. Akhlaq kepada Rasulullah SAW
Sebagai teladan terbaik bagi seluruh umat manusia, memiliki akhlaq yang mulia kepada Rasulullah SAW adalah keharusan bagi setiap Muslim:
Mencintai dan Memuliakan Beliau: Mencintai Rasulullah melebihi diri sendiri, orang tua, anak-anak, dan seluruh manusia. Cinta ini termanifestasi dalam memuliakan nama beliau, tidak merendahkan ajaran beliau, dan menghormati para pewaris ilmunya (ulama).
Mengikuti Sunnah dan Syariatnya: Meneladani segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan beliau. Menghidupkan sunnah dalam kehidupan sehari-hari adalah bentuk konkret dari akhlaq ini, dari cara makan, tidur, berpakaian, hingga bermuamalah.
Bershalawat kepadanya: Memperbanyak shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk penghormatan dan kecintaan.
Membela dan Menjaga Kehormatan Beliau: Berdiri di garda terdepan untuk membela nama baik Rasulullah SAW dari segala fitnah dan celaan.
3. Akhlaq kepada Diri Sendiri
Seorang Muslim memiliki tanggung jawab akhlaq yang besar terhadap dirinya sendiri, baik fisik, mental, maupun spiritual:
Jujur (Shiddiq): Tidak hanya berkata benar, tetapi juga jujur dalam niat, perbuatan, dan janji. Kejujuran adalah pondasi kepercayaan dan kemuliaan diri.
Amanah: Menjaga kepercayaan yang diberikan, baik berupa harta, rahasia, maupun tanggung jawab. Amanah juga mencakup amanah terhadap agama, yaitu menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah.
Iffah (Menjaga Kehormatan Diri): Menjaga diri dari perbuatan maksiat, menjaga pandangan, lisan, pendengaran, dan seluruh anggota tubuh dari hal-hal yang diharamkan, serta menjaga kehormatan diri dari segala bentuk nista.
Qana'ah: Merasa cukup dan puas dengan rezeki yang Allah berikan, tidak serakah, dan menerima ketentuan Allah dengan lapang dada. Qana'ah menumbuhkan ketenangan jiwa dan menjauhkan dari sifat tamak serta iri hati.
Rendah Hati (Tawadhu'): Tidak sombong atau merasa lebih baik dari orang lain, mengakui kekurangan diri, dan senantiasa bersyukur atas karunia Allah tanpa ujub.
Menuntut Ilmu: Berusaha terus-menerus menambah ilmu pengetahuan agama dan dunia yang bermanfaat, karena ilmu adalah cahaya dan penuntun menuju kebenaran.
Menjaga Kesehatan: Merawat tubuh yang merupakan amanah dari Allah, menjaga kebersihan, makan yang halal dan baik, serta berolahraga secara teratur. Kesehatan adalah modal untuk beribadah dan berkarya.
Muhasabah (Introspeksi Diri): Senantiasa mengevaluasi perbuatan diri sendiri setiap hari, mengidentifikasi kesalahan, menyesalinya, dan bertekad untuk memperbaikinya. Ini adalah proses perbaikan diri yang berkelanjutan.
4. Akhlaq kepada Keluarga (Hablum Minannas - Lingkup Terdekat)
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat dan madrasah pertama dalam pendidikan akhlaq. Akhlaq dalam keluarga meliputi:
Kepada Orang Tua (Birrul Walidain): Berbakti kepada keduanya adalah salah satu perintah terbesar setelah bertauhid kepada Allah. Ini meliputi:
Menghormati dan memuliakan mereka.
Tidak berkata kasar atau membentak.
Mendoakan kebaikan bagi mereka.
Merawat mereka di masa tua dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
Memenuhi kebutuhan mereka jika mampu.
Menjaga nama baik mereka.
Kepada Suami/Istri: Saling mencintai, menghargai, setia, menunaikan hak dan kewajiban masing-masing dengan ikhlas, berkomunikasi dengan baik, serta bekerja sama dalam membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Kepada Anak-Anak: Mendidik mereka dengan ajaran Islam, memberikan kasih sayang, memenuhi kebutuhan fisik dan spiritual, menjadi teladan yang baik, adil di antara mereka, serta mendoakan kebaikan dan keberkahan bagi masa depan mereka.
Kepada Kerabat/Sanak Saudara: Menjaga silaturahim (menyambung tali persaudaraan), saling mengunjungi, membantu dalam kesulitan, berbagi kebahagiaan, dan tidak memutuskan hubungan kecuali atas alasan syar'i yang sangat kuat.
5. Akhlaq kepada Masyarakat (Hablum Minannas - Lingkup Luas)
Interaksi sosial memerlukan akhlaq mulia untuk menciptakan kehidupan yang harmonis, damai, dan berkeadilan:
Adil: Menegakkan keadilan kepada siapa pun tanpa memandang suku, agama, status sosial, bahkan terhadap musuh sekalipun. Tidak memihak, tidak mendzalimi, dan memberikan hak kepada pemiliknya.
Tolong-Menolong (Ta'awun): Saling membantu dalam kebaikan dan takwa, bukan dalam dosa dan permusuhan. Ini mencakup membantu yang membutuhkan, meringankan beban orang lain, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang bermanfaat.
Toleransi (Tasamu'): Menghargai perbedaan pendapat dan keyakinan, hidup berdampingan secara damai dengan mereka yang berbeda agama, suku, atau budaya, selama tidak mengganggu atau memerangi agama. Tidak memaksakan kehendak atau menghina keyakinan orang lain.
Berbicara Baik (Qaulun Layyin/Karim): Berkata yang santun, lemah lembut, jujur, dan bermanfaat. Menjauhi ghibah (menggunjing), fitnah, namimah (mengadu domba), cacian, dan perkataan kotor.
Menjaga Hak Tetangga: Tidak mengganggu, saling membantu, berbagi makanan, menjenguk jika sakit, dan menjaga kerukunan serta ketenteraman di lingkungan tempat tinggal.
Menghormati Tamu: Melayani tamu dengan baik sesuai kemampuan, memberikan jamuan, dan menjamin kenyamanan mereka.
Menjenguk yang Sakit: Memberikan dukungan moral, doa, dan bantuan yang diperlukan bagi yang sakit, baik Muslim maupun non-Muslim.
Mengantar Jenazah: Ikut serta dalam mengurus dan mengantar jenazah sesama Muslim sebagai bentuk penghormatan terakhir.
Menyebarkan Salam: Mengucapkan salam kepada sesama Muslim adalah doa dan bentuk persaudaraan yang menguatkan ikatan.
Menjaga Kebersihan Lingkungan Sosial: Tidak membuang sampah sembarangan, menjaga fasilitas umum, dan berpartisipasi dalam menjaga keindahan serta kenyamanan lingkungan.
Amanah dalam Jabatan dan Profesi: Menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan, tidak korupsi, tidak menyalahgunakan wewenang, dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
6. Akhlaq kepada Lingkungan dan Alam
Islam mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah (pemimpin) di bumi, yang bertanggung jawab penuh untuk menjaga dan melestarikan alam semesta, bukan merusaknya:
Tidak Merusak Lingkungan: Menjaga keseimbangan ekosistem, tidak membuang limbah sembarangan yang mencemari air, udara, dan tanah. Allah berfirman: "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik." (QS. Al-A'raf: 56).
Hemat dan Tidak Boros: Menggunakan sumber daya alam secukupnya, tidak berlebihan (tabzir), termasuk dalam penggunaan air, energi, dan makanan. Rasulullah SAW melarang berlebihan dalam menggunakan air wudhu sekalipun.
Menyayangi Hewan dan Tumbuhan: Tidak menyiksa hewan, tidak memburu secara berlebihan hingga punah, merawat tumbuhan, tidak menebang pohon sembarangan, dan memakmurkan bumi dengan menanam. Rasulullah SAW mengajarkan kasih sayang terhadap hewan, bahkan melarang membunuh hewan tanpa alasan syar'i.
Memakmurkan Bumi: Mengelola sumber daya alam untuk kemaslahatan bersama dengan bijak dan berkelanjutan, bukan untuk eksploitasi yang merugikan generasi mendatang.
V. Ciri-Ciri Akhlaq Mulia (Mahmudah): Membedakan Kualitas Hati
Untuk membedakan antara akhlaq mulia yang sejati dengan perilaku baik yang bersifat sementara atau terpaksa, ada beberapa ciri khas yang melekat pada akhlaq mahmudah:
Bersumber dari Syariat Islam: Akhlaq mulia harus selaras dengan ajaran Al-Qur'an dan Sunnah. Ia tidak hanya berdasarkan adat istiadat, opini publik, atau tren sesaat, melainkan memiliki landasan yang kuat dari wahyu ilahi. Ini yang membedakannya dari sekadar etika atau moral.
Dilakukan dengan Ikhlas: Perbuatan baik yang dilandasi akhlaq mulia dilakukan semata-mata karena Allah SWT, mengharapkan ridha-Nya, dan bukan karena ingin dipuji, dilihat (riya'), atau mendapatkan balasan duniawi. Niat yang tulus adalah ruh dari setiap akhlaq.
Spontan dan Konsisten: Akhlaq yang sejati termanifestasi secara alami, tanpa paksaan, rekayasa, atau perhitungan untung rugi. Ia juga dilakukan secara terus-menerus dan stabil dalam berbagai kondisi, baik saat senang maupun susah, saat dilihat orang maupun di kala sendiri.
Menimbulkan Kebaikan bagi Diri dan Orang Lain: Hasil dari akhlaq mulia adalah kebaikan, kedamaian, kemanfaatan, dan keberkahan, baik bagi pelaku, lingkungan sekitarnya, maupun masyarakat secara luas. Akhlaq yang baik tidak akan merugikan siapa pun.
Membawa Ketenteraman Jiwa: Pelaku akhlaq mulia merasakan ketenangan, kebahagiaan, dan kepuasan batin. Tidak ada rasa cemas, khawatir, atau penyesalan karena perbuatan baik yang didasari keikhlasan akan selalu mendatangkan kedamaian.
Universal: Meskipun bersumber dari Islam, nilai-nilai akhlaq mulia seperti jujur, adil, sabar, kasih sayang, dan menepati janji, bersifat universal, diakui kebaikannya oleh hampir semua peradaban dan fitrah manusia yang lurus.
Mudah Diimplementasikan (Setelah Terbentuk): Meskipun membutuhkan latihan dan perjuangan di awal, ketika akhlaq telah tertanam dalam jiwa, perbuatan baik menjadi mudah, ringan, dan menyenangkan untuk dilakukan. Ini adalah tanda bahwa akhlaq telah menjadi bagian dari karakter.
VI. Peran dan Dampak Akhlaq dalam Berbagai Aspek Kehidupan
Kehadiran akhlaq mulia membawa dampak positif yang sangat besar dan mendalam dalam setiap aspek kehidupan, mulai dari individu terkecil hingga skala peradaban:
1. Bagi Individu
Ketenteraman Hati dan Jiwa: Akhlaq mulia seperti sabar, syukur, tawakal, qana'ah, dan pemaaf memberikan ketenangan batin yang luar biasa, menjauhkan dari stres, kecemasan, kegelisahan, dan depresi. Hati yang bersih akan memancarkan kedamaian.
Harga Diri dan Kehormatan: Seseorang yang berakhlaq mulia akan dihormati dan disegani oleh orang lain, bukan karena kekayaan, kekuasaan, atau ketampanan/kecantikannya, melainkan karena kebaikan karakternya yang memancar dari dalam.
Kesuksesan Dunia dan Akhirat: Akhlaq yang baik adalah kunci kesuksesan. Dalam urusan dunia, kejujuran, amanah, dan kerja keras akan membuka pintu rezeki dan kesuksesan karier. Di akhirat, ia adalah jalan menuju ridha Allah dan surga-Nya.
Dekat dengan Allah: Akhlaq yang terpuji adalah salah satu jalan paling efektif untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan meraih cinta-Nya. Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berbuat baik.
Kesehatan Mental dan Fisik: Jiwa yang tenang, pikiran yang positif, dan perilaku yang baik berkontribusi besar pada kesehatan mental, yang pada gilirannya juga mempengaruhi kesehatan fisik secara keseluruhan.
2. Bagi Keluarga
Harmoni dan Sakinah: Akhlaq mulia antar anggota keluarga (suami-istri, orang tua-anak, saudara) menciptakan suasana yang penuh kasih sayang, pengertian, saling menghormati, dan saling mendukung. Ini adalah resep utama untuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Pendidikan Anak yang Optimal: Orang tua yang berakhlaq mulia akan menjadi teladan terbaik bagi anak-anaknya, menanamkan nilai-nilai kebaikan sejak dini tidak hanya melalui ucapan tetapi juga perbuatan. Pendidikan akhlaq dimulai dari rumah.
Tumbuhnya Generasi Saleh: Keluarga yang berlandaskan akhlaq akan melahirkan generasi yang bertakwa, berilmu, berbudi luhur, dan bermanfaat bagi agama, bangsa, serta negara.
3. Bagi Masyarakat
Kedamaian dan Keadilan: Masyarakat yang anggotanya menjunjung tinggi akhlaq akan terhindar dari konflik, kezaliman, kejahatan, dan perpecahan. Nilai-nilai keadilan, kejujuran, tolong-menolong, dan empati akan menguat, menciptakan lingkungan sosial yang aman dan nyaman.
Solidaritas dan Persaudaraan: Akhlaq mendorong empati, kepedulian sosial, dan rasa persatuan, sehingga tercipta masyarakat yang saling mendukung, menguatkan, dan menjunjung tinggi persaudaraan (ukhuwah).
Kemajuan Peradaban: Peradaban yang dibangun di atas fondasi akhlaq akan maju secara holistik, tidak hanya dalam aspek material, tetapi juga spiritual, moral, dan intelektual. Sejarah peradaban Islam adalah bukti nyata akan hal ini.
Terciptanya Kepercayaan: Kejujuran, amanah, dan integritas dalam interaksi sosial dan bisnis akan membangun kepercayaan antarindividu dan kelompok, yang merupakan modal utama kemajuan ekonomi, politik, dan sosial.
4. Bagi Bernegara dan Berbangsa
Pemerintahan yang Amanah dan Adil: Pemimpin yang berakhlaq mulia akan menjalankan kekuasaan dengan amanah, adil, transparan, dan berpihak kepada rakyat, jauh dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Stabilitas Nasional: Rakyat yang berakhlaq akan patuh pada aturan hukum, menjaga ketertiban, berpartisipasi positif dalam pembangunan, dan berkontribusi bagi stabilitas serta kemajuan negara.
Keadilan Sosial: Akhlaq mendorong pemerataan kesejahteraan, perlindungan hak-hak kaum lemah, penghapusan kesenjangan sosial, dan pembangunan yang merata serta berkelanjutan.
Citra Bangsa yang Baik: Bangsa yang warganya menjunjung tinggi akhlaq akan memiliki reputasi yang baik, disegani, dan dipercaya di mata dunia internasional.
VII. Tantangan dalam Mengamalkan Akhlaq Mulia di Era Modern
Meskipun akhlaq memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan membawa manfaat yang luar biasa, mengamalkannya dalam kehidupan nyata tidaklah mudah. Ada berbagai tantangan yang harus dihadapi, terutama di era modern ini:
Hawa Nafsu dan Godaan Syahwat: Godaan hawa nafsu untuk mengikuti keinginan sesaat yang bertentangan dengan syariat seringkali menjadi penghalang terbesar. Keinginan akan kekayaan, kekuasaan, popularitas, dan syahwat lainnya dapat mendorong seseorang melakukan perbuatan yang merusak akhlaq.
Materialisme dan Hedonisme: Gaya hidup yang mengagungkan materi dan kenikmatan duniawi semata seringkali mengikis nilai-nilai spiritual dan akhlaq. Manusia cenderung mengukur kebahagiaan dari kepemilikan materi, sehingga mengesampingkan kejujuran, integritas, dan pengorbanan demi mencapai tujuan dunia.
Individualisme dan Egoisme: Budaya individualisme yang kian menguat di masyarakat modern seringkali membuat seseorang kurang peduli dengan orang lain, mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum, dan melemahkan semangat tolong-menolong serta solidaritas.
Pengaruh Lingkungan yang Tidak Kondusif: Lingkungan sosial yang buruk, penuh maksiat, atau mengedepankan nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam dapat melemahkan semangat seseorang untuk berakhlaq mulia. Tekanan teman sebaya atau tren yang salah dapat menyeret seseorang pada perilaku tercela.
Kurangnya Ilmu dan Pemahaman Agama: Ketidaktahuan tentang ajaran Islam yang benar dapat membuat seseorang salah dalam menilai baik dan buruk, atau tidak memahami urgensi akhlaq. Ilmu adalah fondasi akhlaq; tanpa ilmu, sulit membedakan yang hak dan batil.
Sifat Sombong dan Ujub: Penyakit hati seperti sombong (merasa lebih baik dari orang lain) dan ujub (merasa bangga dengan diri sendiri) dapat merusak seluruh bangunan akhlaq, karena ia menafikan tawadhu' dan pengakuan akan karunia Allah.
Krisis Keteladanan: Kurangnya figur teladan yang konsisten dan otentik dalam berakhlaq mulia, baik di lingkungan keluarga, pendidikan, maupun kepemimpinan, dapat mempersulit generasi muda dalam mencontoh dan mengimplementasikan akhlaq.
Era Digital dan Informasi Berlebihan: Kemudahan akses informasi di era digital, meskipun bermanfaat, juga membawa tantangan baru seperti penyebaran hoaks, fitnah, ujaran kebencian, cyberbullying, dan pornografi, yang semuanya dapat merusak akhlaq individu dan masyarakat.
VIII. Membina dan Mengembangkan Akhlaq Mulia: Jalan Menuju Kesempurnaan Diri
Mengingat urgensi dan tantangan dalam mengamalkan akhlaq, upaya pembinaan dan pengembangannya harus dilakukan secara terus-menerus, sistematis, dan terencana sepanjang hayat. Berikut adalah beberapa langkah untuk membina akhlaq mulia:
1. Memperdalam Ilmu Agama (Ilmu Syar'i)
Ilmu adalah fondasi dan cahaya yang membimbing ke jalan yang benar. Dengan mempelajari Al-Qur'an dan tafsirnya, Hadits dan syarahnya, Fiqih, Aqidah, serta Tasawuf Akhlaqi, seseorang akan memahami apa itu akhlaq yang baik dan buruk, urgensinya, serta cara mengamalkannya. Semakin dalam pemahaman agama, semakin kuat pula landasan akhlaq seseorang.
Praktik: Rutin mengikuti majelis ilmu, membaca buku-buku agama yang otoritatif, dan belajar dari guru yang kompeten.
2. Meneladani Rasulullah SAW dan Para Salafus Shalih
Rasulullah SAW adalah teladan terbaik bagi seluruh umat manusia. Mempelajari sirah (sejarah hidup) beliau, menghayati akhlaq beliau dalam setiap aspek kehidupan, dan berusaha menirunya adalah kunci utama. Selain itu, meneladani para sahabat, tabi'in, dan ulama saleh yang konsisten dalam akhlaq mulia juga sangat membantu dalam membentuk karakter.
Praktik: Membaca kitab-kitab sirah Nabi, kisah-kisah sahabat, dan buku-buku tentang biografi ulama saleh.
3. Membiasakan Diri dengan Amalan Ibadah
Ibadah mahdhah (seperti shalat, puasa, zakat, haji) jika dilakukan dengan benar, khusyuk, dan ikhlas, akan sangat efektif dalam membersihkan hati dan membentuk akhlaq mulia.
Shalat: Mencegah dari perbuatan keji dan munkar (QS. Al-'Ankabut: 45).
Zakat dan Sedekah: Menumbuhkan kepedulian sosial, membersihkan harta, dan menjauhkan dari sifat kikir.
Dzikir dan Doa: Menenangkan hati, menguatkan hubungan dengan Allah, dan memohon pertolongan-Nya dalam memperbaiki diri.
Praktik: Menjaga shalat wajib di awal waktu, memperbanyak shalat sunnah, puasa sunnah, membaca Al-Qur'an, dan dzikir pagi-petang.
4. Muhasabah (Introspeksi Diri) dan Mujahadah (Perjuangan Melawan Hawa Nafsu)
Melakukan evaluasi diri secara rutin adalah penting. Setiap hari, seseorang perlu meluangkan waktu untuk merenungkan perbuatan yang telah dilakukan, mengidentifikasi kesalahan, menyesalinya, dan bertekad untuk memperbaikinya. Muhasabah juga melibatkan mensyukuri kebaikan dan menguatkan niat untuk terus berbuat baik. Mujahadah adalah perjuangan terus-menerus melawan bisikan hawa nafsu dan godaan syaitan untuk berbuat buruk.
Praktik: Membuat catatan harian amal, meminta nasihat dari orang yang dipercaya, dan menjauhi diri dari hal-hal yang dapat memicu kemaksiatan.
5. Memilih Lingkungan dan Teman yang Baik
Lingkungan dan teman sangat berpengaruh terhadap akhlaq seseorang. Bergaul dengan orang-orang saleh, yang senantiasa mengingatkan pada kebaikan, menasihati dalam kebenaran, dan menjauhi kemungkaran, akan membantu seseorang istiqamah dalam akhlaq mulia. Sebaliknya, lingkungan yang buruk dan teman yang tidak baik dapat menyeret seseorang ke dalam lembah kemaksiatan.
Praktik: Mencari komunitas masjid, majelis taklim, atau organisasi Islam yang positif. Membangun persahabatan dengan orang-orang yang berakhlaq baik.
6. Berdoa kepada Allah SWT
Akhlaq yang mulia adalah karunia dan hidayah dari Allah SWT. Oleh karena itu, memohon kepada-Nya agar diberikan akhlaq yang mulia dan dijauhkan dari akhlaq tercela adalah suatu keharusan. Rasulullah SAW sendiri sering berdoa:
"Ya Allah, bimbinglah aku kepada akhlaq yang terbaik, tidak ada yang dapat membimbing kepadanya kecuali Engkau. Dan jauhkanlah dariku akhlaq yang buruk, tidak ada yang dapat menjauhkannya dariku kecuali Engkau." (HR. Muslim)
Praktik: Memperbanyak doa-doa yang diajarkan Nabi untuk meminta akhlaq mulia.
7. Pendidikan dan Pembinaan Berkelanjutan
Baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat, pendidikan akhlaq harus menjadi prioritas utama.
Keluarga: Orang tua wajib mendidik anak-anaknya dengan nilai-nilai akhlaq Islami sejak dini, memberikan keteladanan, dan menciptakan suasana rumah yang kondusif.
Sekolah/Institusi Pendidikan: Mengintegrasikan pendidikan karakter berbasis akhlaq Islam dalam kurikulum dan aktivitas belajar-mengajar.
Masyarakat: Para tokoh masyarakat, ulama, dan pemimpin harus menjadi teladan dan menciptakan suasana yang mendukung pengembangan akhlaq mulia.
IX. Akhlaq di Era Kontemporer: Relevansi dan Tantangan Baru
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan informasi, serta perubahan sosial yang sangat dinamis, konsep akhlaq Islam tidak hanya tetap relevan, bahkan semakin krusial. Namun, era kontemporer juga menghadirkan dimensi dan tantangan baru dalam pengamalan akhlaq:
1. Akhlaq Digital (Etika Bermedia Sosial)
Dunia maya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, menciptakan ruang interaksi baru yang memerlukan pedoman akhlaq:
Kejujuran dan Verifikasi Informasi: Tidak menyebarkan berita bohong (hoax), fitnah, atau informasi yang belum terverifikasi kebenarannya. Mempertanggungjawabkan setiap informasi yang disebarkan.
Menjaga Lisan (Menulis): Tidak menggunakan kata-kata kasar, menghina, mencela, atau merendahkan orang lain di media sosial. Menjauhi ujaran kebencian dan provokasi.
Menghindari Ghibah Online: Tidak membicarakan aib atau keburukan orang lain di dunia maya, karena ini sama dengan menggunjing di dunia nyata.
Menjaga Privasi: Tidak mengintip, menyebarkan data pribadi orang lain tanpa izin, atau mengeksploitasi privasi mereka.
Bijak dalam Berinteraksi: Menghindari perdebatan yang tidak produktif, yang hanya menimbulkan permusuhan. Lebih fokus menyebarkan kebaikan dan manfaat.
Memanfaatkan Teknologi untuk Kebaikan: Menggunakan platform digital untuk dakwah, pendidikan, silaturahim, dan menyebarkan nilai-nilai Islam.
2. Akhlaq Lingkungan (Eco-Islam)
Isu perubahan iklim, polusi, dan perusakan lingkungan semakin mendesak. Akhlaq Islam memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana manusia seharusnya berinteraksi dengan alam, memperkuat konsep khalifah:
Menjaga Keseimbangan (Mizan): Memahami bahwa alam diciptakan Allah dengan keseimbangan sempurna dan manusia wajib menjaganya.
Tidak Berbuat Kerusakan (Fasad): Menghindari segala bentuk eksploitasi dan perusakan lingkungan yang merugikan kehidupan, baik flora maupun fauna.
Hemat dan Berkelanjutan: Menggunakan sumber daya alam secara bijak, tidak boros, dan memastikan ketersediaannya untuk generasi mendatang. Konsep pembangunan berkelanjutan sejalan dengan prinsip Islam.
Menyayangi Makhluk Hidup Lain: Perlindungan terhadap hewan dan tumbuhan adalah bagian dari akhlaq, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW.
Kebersihan: Kebersihan adalah sebagian dari iman, dan ini mencakup kebersihan lingkungan.
3. Akhlaq Bisnis dan Ekonomi
Dalam dunia bisnis yang kompetitif dan terkadang kejam, godaan untuk berbuat curang, menipu, atau mengambil keuntungan tidak halal sangat besar. Akhlaq bisnis menuntut:
Kejujuran dalam Transaksi: Tidak mengurangi timbangan, tidak menipu dalam kualitas barang, dan menjelaskan cacat produk jika ada.
Menepati Janji dan Kontrak: Menjalankan perjanjian bisnis sesuai kesepakatan.
Menghindari Riba dan Praktik Haram: Menjauhi segala bentuk riba (bunga), spekulasi yang merugikan, dan praktik bisnis yang diharamkan Islam.
Membayar Upah Pekerja Secara Adil: Memberikan hak pekerja tepat waktu dan sesuai dengan keringatnya.
Berbisnis dengan Profesionalisme: Berkomitmen tinggi, disiplin, dan bertanggung jawab.
4. Akhlaq Terhadap Keberagaman (Pluralisme dan Toleransi)
Masyarakat modern yang semakin multikultural menuntut akhlaq toleransi, saling menghormati, dan hidup berdampingan secara damai dengan mereka yang berbeda keyakinan, suku, atau budaya. Islam mengajarkan:
Berlaku Adil kepada Semua: Keadilan harus ditegakkan kepada siapa pun, Muslim maupun non-Muslim.
Berbuat Baik (Ihsan) kepada Non-Muslim: Selama mereka tidak memerangi agama atau mengusir dari tanah air.
Menghormati Keyakinan Lain: Tidak menghina atau mencaci sesembahan agama lain.
Tidak Memaksa Agama:"Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama." (QS. Al-Baqarah: 256).
5. Akhlaq Kepemimpinan dan Kenegaraan
Krisis akhlaq di kalangan pemimpin seringkali menjadi akar masalah dalam tata kelola negara. Akhlaq kepemimpinan menuntut sifat-sifat mulia:
Amanah dan Bertanggung Jawab: Menjalankan kekuasaan sebagai amanah dari Allah dan rakyat.
Adil: Menegakkan keadilan di seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi.
Rendah Hati dan Melayani: Tidak sombong, mendekatkan diri kepada rakyat, dan melayani kepentingan mereka di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Tidak Korupsi: Menjauhkan diri dari segala bentuk penyelewengan kekuasaan dan harta rakyat.
Musyawarah: Mengambil keputusan dengan bermusyawarah, mendengarkan masukan dari berbagai pihak.
X. Kesimpulan: Akhlaq sebagai Pilar Kehidupan yang Tak Tergantikan
Akhlaq dalam Islam bukanlah sekadar seperangkat aturan etika yang kering, melainkan panduan praktis yang membentuk karakter manusia seutuhnya. Ia adalah cerminan dari keimanan seseorang, penentu kedudukan di sisi Allah, dan kunci kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat. Tanpa akhlaq, sehebat apapun kemajuan material atau ritual ibadah, ia akan kehilangan ruh dan keberkahannya.
Sebagai fondasi utama ajaran Islam, akhlaq mengatur seluruh aspek kehidupan: hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah), dengan sesama manusia (hablum minannas), dengan diri sendiri, dan bahkan dengan alam semesta. Dari tauhid yang murni hingga kepedulian terhadap lingkungan, dari kejujuran dalam bisnis hingga kasih sayang dalam keluarga, setiap gerak-gerik seorang Muslim idealnya diwarnai oleh nilai-nilai akhlaq mulia.
Meskipun tantangan untuk mengamalkan akhlaq mulia semakin kompleks di era modern, dengan godaan hawa nafsu, materialisme, dan derasnya arus informasi digital, kita memiliki pedoman abadi yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah, serta teladan sempurna dari Rasulullah SAW. Pembinaan akhlaq membutuhkan ilmu yang mendalam, latihan yang konsisten (mujahadah), introspeksi diri (muhasabah), doa yang tulus, dan dukungan dari lingkungan yang positif.
Marilah kita bersama-sama menjadikan akhlaq sebagai kompas dalam setiap langkah dan keputusan hidup, agar kita dapat membangun pribadi yang tangguh, keluarga yang sakinah, masyarakat yang adil dan harmonis, serta peradaban yang makmur dan diridhai Allah SWT. Dengan demikian, cahaya kebaikan dan kemuliaan akan senantiasa terpancar dari setiap Muslim.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk memiliki akhlaq yang paling mulia dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang beruntung di dunia dan akhirat. Aamiin.