Di tengah dinamika sosial dan kebutuhan akan kontribusi filantropi, yayasan telah menjadi salah satu pilar penting dalam masyarakat. Sebagai entitas hukum yang berorientasi sosial, keagamaan, atau kemanusiaan, yayasan memiliki peran krusial dalam menggerakkan berbagai inisiatif positif. Namun, untuk dapat menjalankan fungsi tersebut secara legal dan terstruktur, sebuah yayasan harus didirikan melalui prosedur hukum yang ketat, salah satunya adalah dengan memiliki Akta Pendirian Yayasan. Dokumen ini bukan sekadar formalitas, melainkan fondasi utama yang memberikan legitimasi, kerangka operasional, dan perlindungan hukum bagi yayasan.
Artikel ini akan mengupas secara mendalam segala hal yang berkaitan dengan akta pendirian yayasan, mulai dari pengertiannya, mengapa ia begitu penting, unsur-unsur yang harus ada di dalamnya, hingga proses detail pembuatannya dan langkah-langkah selanjutnya setelah akta disahkan. Kami juga akan membahas struktur organ yayasan, pengelolaan kekayaan, aspek pajak, serta berbagai tantangan dan tips dalam mendirikan yayasan, semuanya disajikan dalam bahasa yang mudah dipahami untuk membantu Anda yang berencana mendirikan atau sedang mengelola yayasan.
Pengertian Akta Pendirian Yayasan
Akta Pendirian Yayasan adalah dokumen otentik yang dibuat oleh seorang Notaris yang berwenang, berisi pernyataan kehendak para pendiri untuk mendirikan suatu yayasan beserta Anggaran Dasar (AD) yayasan tersebut. Sebagai akta otentik, akta pendirian memiliki kekuatan hukum yang sempurna, yang berarti isinya dianggap benar sampai ada pihak yang dapat membuktikan sebaliknya di pengadilan. Keberadaan akta ini menjadi bukti sah secara hukum bahwa sebuah yayasan telah didirikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Dalam konteks hukum Indonesia, keberadaan yayasan diatur secara spesifik oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (selanjutnya disebut UU Yayasan). UU Yayasan ini secara tegas menyatakan bahwa yayasan didirikan dengan akta notaris. Tanpa akta notaris, suatu entitas tidak dapat diakui secara hukum sebagai yayasan.
Inti dari akta pendirian adalah Anggaran Dasar (AD) yayasan. Anggaran Dasar ini merupakan peraturan internal tertinggi bagi yayasan, yang mengatur segala aspek fundamental dari keberadaan dan operasional yayasan. Mulai dari nama, maksud dan tujuan, kegiatan, hingga bagaimana yayasan akan diorganisir dan dijalankan, semuanya tercantum dalam Anggaran Dasar. Oleh karena itu, akta pendirian bukan hanya sekadar kertas, melainkan "konstitusi" bagi yayasan yang akan menjadi pedoman bagi seluruh organ dan pihak yang terlibat.
Dengan demikian, akta pendirian yayasan dapat diartikan sebagai "akte kelahiran" resmi bagi sebuah yayasan. Ia menandai dimulainya eksistensi hukum yayasan, memberikan identitas yang jelas, dan menjadi dasar bagi yayasan untuk bertindak dalam lalu lintas hukum, seperti membuka rekening bank, mengajukan izin, menerima sumbangan, atau melakukan kerja sama dengan pihak lain.
Peran notaris dalam pembuatan akta ini sangat esensial. Notaris tidak hanya sekadar mencatat, tetapi juga memastikan bahwa seluruh persyaratan hukum terpenuhi, mulai dari identitas para pendiri, kecukupan kekayaan awal, hingga rumusan maksud dan tujuan yang sesuai dengan karakteristik yayasan sebagai entitas nirlaba. Notaris akan memeriksa secara cermat agar tidak ada unsur yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan pemerintah yang berlaku, sehingga akta tersebut memiliki kekuatan hukum yang sempurna.
Selain itu, akta pendirian juga berfungsi sebagai cerminan awal dari komitmen para pendiri terhadap visi dan misi sosial yang ingin mereka wujudkan. Setiap kata dan klausul di dalamnya adalah representasi dari nilai-nilai dan tujuan luhur yang akan diusung oleh yayasan. Oleh karena itu, penyusunan akta ini tidak boleh dianggap remeh, melainkan harus dilakukan dengan penuh pertimbangan dan kehati-hatian.
Singkatnya, akta pendirian yayasan adalah bukti nyata dari niat baik dan upaya terstruktur untuk berkontribusi pada masyarakat. Ia adalah titik tolak yang membedakan kegiatan sosial yang bersifat informal dengan kegiatan yang terlembaga dan diakui secara hukum, siap untuk memberikan dampak yang lebih luas dan berkelanjutan.
Pentingnya Akta Pendirian Yayasan
Akta pendirian yayasan bukan sekadar dokumen administratif, melainkan tulang punggung legalitas dan keberlanjutan sebuah yayasan. Tanpa akta pendirian yang sah, yayasan tidak akan memiliki dasar hukum yang kuat untuk beroperasi. Berikut adalah beberapa alasan mengapa akta pendirian yayasan begitu vital:
1. Memberikan Legalitas dan Status Badan Hukum
Fungsi utama akta pendirian adalah memberikan legalitas dan status badan hukum kepada yayasan. Berdasarkan UU Yayasan, yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Status badan hukum ini sangat penting karena memisahkan kekayaan yayasan dari kekayaan pribadi para pendiri atau pengurus, serta memungkinkan yayasan untuk bertindak atas namanya sendiri dalam hukum (misalnya, memiliki aset, membuat kontrak, atau digugat). Tanpa status ini, yayasan hanya dianggap sebagai perkumpulan biasa tanpa perlindungan hukum yang memadai.
2. Dasar Operasional dan Tata Kelola Yayasan
Anggaran Dasar yang termuat dalam akta pendirian menjadi pedoman utama bagi seluruh kegiatan dan operasional yayasan. Di dalamnya diatur mengenai maksud dan tujuan, jenis kegiatan, struktur organ (Pembina, Pengurus, Pengawas), hak dan kewajiban masing-masing organ, mekanisme pengambilan keputusan, hingga prosedur pembubaran. Tanpa AD yang jelas, operasional yayasan akan rentan terhadap konflik internal, penyalahgunaan wewenang, dan ketidakpastian arah. Ini menciptakan kerangka kerja yang solid untuk pengambilan keputusan dan alokasi sumber daya.
3. Kredibilitas dan Kepercayaan Publik
Sebuah yayasan yang memiliki akta pendirian yang sah dan terdaftar secara hukum akan jauh lebih kredibel di mata publik, donor, mitra kerja, maupun pemerintah. Akta ini menjadi bukti bahwa yayasan didirikan dengan itikad baik dan sesuai prosedur hukum. Kredibilitas ini esensial untuk menarik dukungan, membangun kemitraan strategis, dan meyakinkan pihak lain bahwa yayasan dikelola secara profesional dan akuntabel. Donatur besar, baik individu maupun korporasi, selalu mensyaratkan adanya legalitas formal.
4. Akses terhadap Sumber Pendanaan dan Kemitraan
Mayoritas lembaga donor, baik di tingkat nasional maupun internasional, serta lembaga pemerintah yang menyediakan hibah atau bantuan, akan mensyaratkan status badan hukum dan akta pendirian yang sah sebagai salah satu dokumen wajib dalam pengajuan proposal. Tanpa akta ini, yayasan akan kesulitan mengakses sumber pendanaan eksternal yang besar dan formal, yang seringkali menjadi penopang utama kegiatan yayasan. Demikian pula, untuk menjalin kemitraan resmi dengan organisasi lain atau perusahaan, akta pendirian menjadi persyaratan mutlak yang menunjukkan keseriusan dan kapasitas yayasan.
5. Perlindungan Hukum bagi Pengurus dan Yayasan
Dengan adanya akta pendirian, tanggung jawab hukum yayasan menjadi terpisah dari tanggung jawab pribadi para pendiri dan pengurus. Ini berarti, jika yayasan menghadapi masalah hukum atau memiliki utang, yang bertanggung jawab adalah yayasan itu sendiri sebagai badan hukum, bukan individu pengurus (selama pengurus bertindak sesuai Anggaran Dasar dan peraturan yang berlaku serta tidak ada unsur kelalaian atau kesengajaan yang menyebabkan kerugian). Akta ini juga melindungi yayasan dari klaim-klaim yang tidak berdasar dari pihak luar, memberikan rasa aman bagi mereka yang mengelola yayasan.
6. Kewajiban Pajak dan Administrasi Negara
Sebagai badan hukum, yayasan memiliki kewajiban untuk mendaftarkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama yayasan. Akta pendirian adalah salah satu dokumen utama yang diperlukan untuk pendaftaran NPWP dan pemenuhan kewajiban pajak lainnya, seperti pelaporan SPT. Selain itu, akta ini juga menjadi dasar untuk pengurusan berbagai izin operasional yang mungkin dibutuhkan sesuai dengan bidang kegiatan yayasan, memastikan yayasan beroperasi dalam koridor hukum yang berlaku.
7. Fleksibilitas dalam Pengembangan Organisasi
Anggaran Dasar dalam akta pendirian juga memuat ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar. Hal ini memungkinkan yayasan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman atau kebutuhan organisasi di masa depan tanpa harus bubar dan mendirikan yayasan baru. Misalnya, jika yayasan ingin mengubah maksud dan tujuan, menambah jenis kegiatan, atau mengubah struktur organ, prosedur perubahannya telah diatur dalam akta pendirian, memberikan kerangka kerja yang terencana untuk pertumbuhan dan adaptasi.
8. Menjamin Kekayaan Yayasan Digunakan Sesuai Tujuan
Akta pendirian secara eksplisit mengatur bahwa kekayaan yayasan harus digunakan untuk mencapai maksud dan tujuan sosial, keagamaan, atau kemanusiaan, dan tidak boleh dibagikan kepada pendiri, Pembina, Pengurus, atau Pengawas. Ini adalah prinsip nirlaba yang fundamental. Akta pendirian, terutama klausul mengenai penggunaan sisa kekayaan saat pembubaran, menjamin bahwa aset yayasan akan terus bermanfaat untuk kepentingan publik, bahkan jika yayasan tidak lagi aktif.
Dengan demikian, akta pendirian bukan hanya sekadar izin, melainkan sebuah instrumen strategis yang memastikan yayasan dapat beroperasi secara legal, efektif, dan berkelanjutan, serta mewujudkan dampak positif yang diharapkan oleh para pendirinya dan masyarakat.
Unsur-Unsur Penting dalam Akta Pendirian Yayasan
Akta pendirian yayasan, yang mencakup Anggaran Dasar yayasan, harus memuat beberapa unsur pokok yang fundamental agar yayasan dapat beroperasi secara sah dan terstruktur. Unsur-unsur ini dirancang untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan kejelasan dalam tata kelola yayasan. Berikut adalah rincian unsur-unsur penting tersebut, sebagaimana diatur dalam UU Yayasan:
1. Nama dan Tempat Kedudukan Yayasan
- Nama Yayasan: Harus disebutkan dengan jelas dan tidak boleh sama atau menyerupai nama yayasan lain yang sudah terdaftar dalam Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kementerian Hukum dan HAM. Nama ini akan menjadi identitas yayasan dalam seluruh aktivitas hukum dan sosial, sehingga harus unik dan mencerminkan citra yang ingin dibangun.
- Tempat Kedudukan: Menjelaskan domisili hukum yayasan, yaitu kota atau kabupaten tempat yayasan beroperasi. Meskipun kegiatan bisa tersebar di berbagai wilayah, tempat kedudukan ini menentukan yurisdiksi hukum yayasan dan menjadi alamat resmi untuk korespondensi legal.
Pemilihan nama dan penetapan tempat kedudukan harus dilakukan dengan pertimbangan matang karena akan tercatat secara permanen dalam akta.
2. Maksud dan Tujuan Yayasan
Bagian ini adalah jantung dari keberadaan yayasan, yang membedakannya dari badan hukum lainnya. Maksud dan tujuan harus spesifik, jelas, dan sesuai dengan karakteristik yayasan, yaitu berorientasi pada sosial, keagamaan, atau kemanusiaan. Misalnya, "Maksud: Melakukan kegiatan pendidikan non-formal dan Tujuan: Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan keterampilan bagi kaum muda di daerah terpencil." Bagian ini tidak boleh bersifat mencari keuntungan untuk dibagikan kepada pendiri, Pembina, Pengurus, atau Pengawas. Maksud menjelaskan "mengapa" yayasan didirikan, sementara tujuan menjelaskan "apa" yang ingin dicapai.
3. Kegiatan Yayasan
Merupakan perwujudan konkret dari maksud dan tujuan. Kegiatan harus dirinci secara spesifik dan relevan. Misalnya, jika tujuannya pendidikan, kegiatannya bisa berupa menyelenggarakan kursus, workshop, beasiswa, mendirikan perpustakaan, atau program literasi digital. Kegiatan ini harus selaras dan tidak boleh bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan kesusilaan. Semakin jelas rincian kegiatan, semakin mudah bagi yayasan untuk merencanakan dan melaksanakan programnya.
4. Kekayaan Awal Yayasan
Setiap yayasan harus memiliki kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri. Kekayaan awal ini bisa berupa uang tunai, barang bergerak (misalnya kendaraan), atau barang tidak bergerak (misalnya tanah atau bangunan). Jumlah minimal kekayaan awal untuk yayasan diatur dalam peraturan perundang-undangan (misalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 menetapkan minimal Rp 10.000.000,- untuk yayasan yang didirikan oleh Warga Negara Indonesia, atau Rp 100.000.000,- untuk yayasan yang didirikan oleh Warga Negara Asing atau bersama WNA). Kekayaan awal ini menunjukkan komitmen finansial awal dan keseriusan pendirian yayasan, serta menjadi modal dasar operasional di awal.
5. Struktur Organ Yayasan
UU Yayasan secara tegas mewajibkan adanya tiga organ utama dalam yayasan, yaitu:
- Pembina: Organ tertinggi yang memiliki kewenangan tidak didelegasikan oleh organ lain. Tugasnya antara lain menetapkan kebijakan umum yayasan, mengangkat dan memberhentikan Pengurus dan Pengawas, serta mengesahkan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan. Pembina adalah pemegang amanah tertinggi yayasan.
- Pengurus: Organ pelaksana yang bertugas melaksanakan kebijakan Pembina dan menjalankan kegiatan operasional yayasan sehari-hari. Pengurus bertanggung jawab atas pengelolaan yayasan, termasuk keuangan dan program. Jumlah Pengurus wajib minimal 3 orang, terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Bendahara.
- Pengawas: Organ yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Pengawas memastikan bahwa Pengurus bekerja sesuai Anggaran Dasar dan peraturan yang berlaku, serta menjaga akuntabilitas.
Akta pendirian harus merinci jumlah anggota masing-masing organ, tata cara pengangkatan dan pemberhentiannya, masa jabatannya, serta hak dan kewajiban masing-masing organ secara jelas, untuk mencegah tumpang tindih wewenang dan konflik kepentingan.
6. Masa Bakti Organ
Jangka waktu atau masa bakti masing-masing anggota organ (Pembina, Pengurus, Pengawas) harus dicantumkan. Hal ini penting untuk siklus kepemimpinan dan regenerasi dalam yayasan. Biasanya, masa bakti berkisar antara 3 hingga 5 tahun dan dapat diperpanjang atau diatur ulang sesuai mekanisme yang ada dalam Anggaran Dasar, menjamin dinamika dan penyegaran kepemimpinan.
7. Mekanisme Rapat
Akta pendirian harus mengatur secara rinci mengenai tata cara penyelenggaraan rapat-rapat organ yayasan, seperti:
- Jenis rapat (rapat Pembina, rapat Pengurus, rapat Pengawas, rapat gabungan).
- Pihak yang berhak menghadiri dan bersuara dalam rapat.
- Panggilan rapat, kuorum (jumlah kehadiran minimal agar rapat sah).
- Tata cara pengambilan keputusan (misalnya, suara terbanyak, musyawarah mufakat, persentase minimum persetujuan).
- Penyusunan risalah rapat untuk dokumentasi dan akuntabilitas.
Mekanisme yang jelas akan mencegah sengketa internal dan memastikan keputusan diambil secara demokratis, sah, dan transparan.
8. Perubahan Anggaran Dasar
Meskipun Anggaran Dasar adalah "konstitusi" yayasan, ia harus dapat diubah untuk beradaptasi dengan kondisi atau kebutuhan baru. Akta pendirian harus menjelaskan prosedur perubahan Anggaran Dasar, termasuk organ yang berwenang mengajukan dan menyetujui perubahan (umumnya Pembina), kuorum yang dibutuhkan, serta kewajiban untuk mendapatkan persetujuan atau pemberitahuan kepada Kemenkumham. Fleksibilitas ini penting untuk menjaga relevansi yayasan di tengah perubahan zaman.
9. Pembubaran Yayasan
Meskipun tidak diharapkan, akta pendirian wajib memuat ketentuan mengenai tata cara pembubaran yayasan. Ini mencakup:
- Alasan-alasan yang dapat menyebabkan yayasan bubar (misalnya, keputusan Pembina, putusan pengadilan, atau jangka waktu yayasan berakhir).
- Prosedur pembubaran dan likuidasi kekayaan.
- Pihak yang bertanggung jawab atas likuidasi (likuidator).
Ketentuan ini penting untuk memastikan bahwa proses pengakhiran yayasan dilakukan secara tertib dan sesuai hukum.
10. Penggunaan Sisa Kekayaan Setelah Pembubaran
Salah satu prinsip utama yayasan adalah tidak boleh membagikan keuntungan kepada pendiri atau organ lainnya. Oleh karena itu, jika yayasan dibubarkan dan masih ada sisa kekayaan setelah pelunasan utang, akta pendirian harus mengatur bahwa sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada yayasan lain yang memiliki maksud dan tujuan yang sama atau disalurkan untuk kegiatan sosial, keagamaan, atau kemanusiaan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ini menjamin keberlanjutan dampak sosial dari aset yayasan.
11. Ketentuan Lain-lain
Bagian ini dapat mencakup ketentuan tambahan yang dianggap penting oleh para pendiri, seperti penyelesaian sengketa (misalnya melalui arbitrase), masa berlaku yayasan (jika ada, meskipun yayasan dapat didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas), atau ketentuan peralihan yang relevan. Ketentuan ini melengkapi kerangka hukum internal yayasan.
Kelengkapan dan kejelasan unsur-unsur ini dalam akta pendirian sangat krusial. Kekurangan atau ketidakjelasan pada salah satu unsur dapat berakibat pada penolakan pengesahan oleh Kemenkumham atau menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Oleh karena itu, penyusunan akta pendirian harus dilakukan dengan cermat dan dibantu oleh notaris yang berpengalaman dan memahami seluk-beluk hukum yayasan.
Proses Pembuatan Akta Pendirian Yayasan
Mendirikan yayasan bukan hanya sekadar memiliki ide mulia, tetapi juga melibatkan serangkaian prosedur hukum dan administratif yang harus dipatuhi. Proses pembuatan akta pendirian yayasan adalah langkah pertama dan paling fundamental dalam mewujudkan cita-cita sosial Anda. Berikut adalah tahapan-tahapan yang perlu Anda lalui secara sistematis:
1. Persiapan Awal oleh Para Pendiri
Sebelum mendatangi notaris, para pendiri yayasan perlu mempersiapkan beberapa hal penting yang akan menjadi dasar bagi Anggaran Dasar yayasan:
- Pemilihan Nama Yayasan: Pilih nama yang unik, bermakna, dan mudah diingat. Pastikan nama tersebut belum digunakan oleh yayasan lain yang sudah terdaftar di Kemenkumham. Notaris akan membantu mengecek ketersediaan nama melalui sistem administrasi badan hukum (AHU Online). Nama yang baik akan mudah dikenali dan mencerminkan misi yayasan.
- Penentuan Maksud dan Tujuan: Rumuskan dengan jelas dan spesifik maksud (alasan keberadaan) dan tujuan (hasil yang ingin dicapai) yayasan. Ingat, harus bersifat sosial, keagamaan, atau kemanusiaan, dan tidak berorientasi pada profit untuk dibagikan. Contoh: "Maksud: Berpartisipasi dalam pengembangan masyarakat. Tujuan: Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui program pemberdayaan ekonomi dan pendidikan."
- Perincian Kegiatan Yayasan: Jabarkan kegiatan-kegiatan konkret yang akan dilakukan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut. Misalnya, jika tujuannya pemberdayaan ekonomi, kegiatannya bisa berupa pelatihan keterampilan, pendampingan UMKM, atau penyaluran modal usaha kecil. Semakin detail, semakin baik.
- Identifikasi Kekayaan Awal: Tentukan bentuk dan jumlah kekayaan awal yayasan. Ini bisa berupa uang tunai (dengan jumlah minimal sesuai PP 63/2008), barang bergerak (misalnya kendaraan, peralatan kantor), atau barang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan). Kekayaan ini harus terpisah dari kekayaan pribadi pendiri dan akan menjadi modal operasional awal yayasan.
- Penunjukan Organ Yayasan: Tunjuk individu-individu yang akan mengisi posisi Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Pastikan mereka adalah orang-orang yang cakap hukum, memiliki integritas, dan memahami tugas serta tanggung jawab masing-masing. Setiap organ harus memiliki minimal 1 (satu) orang, kecuali Pengurus yang minimal 3 (tiga) orang (Ketua, Sekretaris, Bendahara). Pastikan juga tidak ada rangkap jabatan antar organ.
- Domisili Yayasan: Tentukan alamat lengkap dan jelas tempat kedudukan yayasan. Ini akan menjadi alamat legal yayasan untuk korespondensi resmi.
2. Dokumen yang Dibutuhkan
Untuk mengajukan pembuatan akta pendirian kepada notaris, para pendiri umumnya perlu menyiapkan dokumen-dokumen berikut:
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) para pendiri (minimal 2 orang).
- Fotokopi Kartu Keluarga (KK) para pendiri.
- Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pribadi para pendiri.
- Pas foto berwarna ukuran 3x4 atau 4x6 cm (jika diperlukan oleh notaris untuk identifikasi).
- Surat Keterangan Domisili dari kelurahan/desa setempat (jika alamat yayasan berbeda dengan KTP pendiri atau jika yayasan akan beroperasi di wilayah tertentu yang memerlukan legalitas domisili).
- Bukti setoran kekayaan awal yayasan (misalnya, bukti transfer ke rekening atas nama yayasan jika sudah ada, atau pernyataan penyetoran yang akan dibuat di hadapan notaris).
- Surat pernyataan lain yang mungkin dibutuhkan notaris (misalnya, pernyataan tidak rangkap jabatan untuk organ yayasan, surat pernyataan kesanggupan menjadi pengurus/pengawas).
3. Peran Notaris dalam Pembuatan Akta
Notaris memiliki peran sentral dan krusial dalam proses pendirian yayasan. Mengapa notaris sangat diperlukan?
- Penyusunan Akta Otentik: Akta pendirian harus dibuat dalam bentuk akta otentik oleh notaris. Notaris memiliki wewenang untuk membuat akta semacam ini, yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna di mata hukum dan tidak dapat disangkal kebenarannya tanpa bukti yang kuat.
- Keahlian Hukum: Notaris memiliki pengetahuan mendalam tentang hukum yayasan dan peraturan terkait. Mereka akan memastikan bahwa Anggaran Dasar yang disusun sesuai dengan UU Yayasan dan tidak bertentangan dengan hukum lain, menghindari potensi masalah di kemudian hari.
- Pencegahan Konflik: Notaris akan membantu merumuskan ketentuan-ketentuan dalam Anggaran Dasar secara jelas dan komprehensif, sehingga dapat mencegah potensi konflik di masa depan di antara organ yayasan atau pihak-pihak terkait.
- Pengecekan Nama: Notaris akan membantu melakukan pengecekan nama yayasan ke Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kemenkumham untuk memastikan nama yang dipilih belum digunakan, mengamankan identitas yayasan.
- Pendampingan Proses: Notaris akan memandu para pendiri melalui seluruh tahapan, mulai dari persiapan hingga penandatanganan akta, memberikan nasihat dan arahan yang diperlukan.
Prosedur di Kantor Notaris:
- Wawancara dan Pengumpulan Data: Para pendiri menyerahkan dokumen yang diperlukan dan menjelaskan maksud, tujuan, serta struktur yayasan yang diinginkan kepada notaris. Notaris akan melakukan wawancara untuk memahami detail pendirian, serta memberikan saran hukum yang relevan.
- Pengecekan Nama Yayasan: Notaris mengajukan permohonan pengecekan dan pemesanan nama yayasan ke Kemenkumham melalui sistem AHU Online. Ini penting untuk mendapatkan hak paten nama selama periode tertentu sebelum pengesahan.
- Penyusunan Draf Anggaran Dasar: Berdasarkan data yang diberikan dan hasil wawancara, notaris akan menyusun draf Anggaran Dasar yang akan menjadi bagian dari akta pendirian. Draf ini akan diserahkan kepada para pendiri untuk ditinjau, dikoreksi, dan disetujui. Pastikan semua klausul sesuai dengan keinginan dan pemahaman para pendiri.
- Pembacaan dan Penandatanganan Akta: Setelah draf disetujui, notaris akan membacakan seluruh isi akta pendirian di hadapan para pendiri yang hadir. Kemudian, para pendiri dan notaris akan menandatangani akta tersebut. Penandatanganan ini menandakan bahwa akta pendirian telah resmi dibuat dan disetujui oleh para pihak, serta memiliki kekuatan hukum.
Setelah akta ditandatangani, notaris akan menerbitkan salinan akta yang sah untuk para pendiri sebagai bukti formal. Salinan ini sangat penting untuk langkah selanjutnya.
Pengesahan Akta oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham)
Setelah akta pendirian ditandatangani di hadapan notaris, langkah selanjutnya yang sangat krusial adalah mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia. Pengesahan ini adalah momen di mana yayasan secara resmi memperoleh status badan hukum, yang merupakan puncak dari proses pendirian secara legal.
1. Pentingnya Pengesahan
Status badan hukum adalah pembeda utama antara yayasan yang legal dan entitas yang tidak memiliki pengakuan hukum. Tanpa pengesahan Kemenkumham, sebuah entitas yang mengaku sebagai yayasan tidak memiliki hak dan kewajiban sebagai badan hukum. Ini berarti:
- Tidak dapat bertindak atas nama yayasan dalam lalu lintas hukum (misalnya, membuat kontrak, menggugat, atau digugat), sehingga segala aktivitasnya tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
- Kekayaan yayasan tidak terpisah dari kekayaan pribadi pendiri/pengurus, yang sangat berisiko dan bertentangan dengan prinsip yayasan nirlaba.
- Tidak memiliki kredibilitas di mata pemerintah, lembaga donor, dan masyarakat, sehingga sulit mendapatkan dukungan dan kepercayaan.
- Akan sulit atau tidak mungkin untuk membuka rekening bank atas nama yayasan, mengajukan NPWP, atau mengurus izin-izin operasional lainnya, yang berarti yayasan tidak dapat berfungsi secara normal.
Oleh karena itu, pengesahan Kemenkumham adalah prasyarat mutlak bagi keberadaan dan operasional yayasan yang sah, memberikan legalitas penuh agar yayasan dapat menjalankan fungsinya.
2. Proses Pengajuan Online (SABH/AHU Online)
Sejak era digital, pengajuan pengesahan yayasan dilakukan secara elektronik melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) atau AHU Online yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkumham. Proses ini biasanya difasilitasi oleh notaris untuk memastikan kelancaran dan kepatuhan terhadap prosedur.
- Pengajuan Permohonan oleh Notaris: Notaris yang telah membuat akta pendirian akan mengajukan permohonan pengesahan akta yayasan melalui sistem AHU Online. Notaris akan mengunggah salinan akta pendirian, dokumen-dokumen pendukung yang diperlukan, dan mengisi data-data yayasan sesuai dengan akta pendirian. Ketelitian dalam pengisian data sangat penting untuk menghindari penolakan.
- Verifikasi Data dan Dokumen: Sistem AHU akan melakukan verifikasi awal terhadap data yang dimasukkan. Pejabat Kemenkumham kemudian akan meninjau secara lebih mendalam kesesuaian akta dengan UU Yayasan dan peraturan pelaksananya, serta kelengkapan dan keabsahan dokumen pendukung. Jika ada ketidaksesuaian atau kekurangan, notaris akan dihubungi untuk melakukan perbaikan.
- Pembayaran Biaya: Terdapat biaya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang harus dibayarkan untuk proses pengesahan ini. Pembayaran dilakukan melalui bank yang ditunjuk oleh sistem setelah permohonan diajukan dan diverifikasi awal. Bukti pembayaran harus diunggah kembali ke sistem.
- Penerbitan Surat Keputusan (SK) Pengesahan: Jika semua persyaratan terpenuhi, dokumen lengkap, dan tidak ada masalah, Kemenkumham akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Yayasan. SK ini akan dikirimkan secara elektronik kepada notaris dan dapat diunduh melalui sistem AHU Online.
SK Pengesahan ini adalah bukti resmi bahwa yayasan telah sah sebagai badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham. Notaris akan menyerahkan salinan SK ini, beserta salinan akta pendirian yang telah dilegalisir, kepada para pendiri yayasan.
3. Dokumen Pendukung untuk Pengesahan
Meskipun prosesnya online, notaris akan membutuhkan dokumen fisik atau digital sebagai dasar pengisian data dan unggahan, antara lain:
- Salinan Akta Pendirian Yayasan yang telah ditandatangani oleh para pendiri dan notaris.
- Pernyataan kesanggupan penyetoran kekayaan awal yayasan, yang bisa berupa bukti transfer atau surat pernyataan penyerahan aset.
- Fotokopi KTP dan NPWP para pendiri serta anggota organ yayasan (Pembina, Pengurus, Pengawas).
- Surat keterangan domisili yayasan dari kelurahan/desa atau pengelola gedung (jika diperlukan untuk alamat yayasan).
- Surat pernyataan tidak terjadi rangkap jabatan antar organ yayasan, sebagai bentuk kepatuhan terhadap UU Yayasan.
- Dokumen lain yang mungkin diminta oleh Kemenkumham sesuai dengan jenis dan karakteristik yayasan.
Notaris akan memastikan semua dokumen ini lengkap dan valid sebelum mengajukan permohonan pengesahan, guna mempercepat proses.
4. Jangka Waktu Pengesahan
Secara umum, proses pengesahan melalui AHU Online dirancang agar efisien. Jika semua dokumen lengkap, pembayaran telah dilakukan, dan tidak ada kendala teknis atau substantif, SK Pengesahan dapat diterbitkan dalam beberapa hari kerja setelah permohonan diajukan dan diverifikasi. Namun, waktu dapat bervariasi tergantung pada beban kerja Kemenkumham pada waktu tertentu dan jika ada permintaan klarifikasi atau perbaikan dokumen yang memerlukan waktu tambahan.
5. Publikasi (Opsional tapi Direkomendasikan)
Meskipun tidak diwajibkan oleh undang-undang untuk yayasan, namun di masa lalu ada praktik untuk mempublikasikan akta pendiriannya dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI). Publikasi ini dapat semakin memperkuat kedudukan hukum yayasan dan memberikan pemberitahuan yang lebih luas kepada masyarakat mengenai keberadaan yayasan tersebut, meskipun saat ini sistem AHU Online sudah menyediakan akses data yang memadai.
Dengan diterbitkannya SK Pengesahan, yayasan kini secara resmi menjadi entitas hukum yang berdiri sendiri, memiliki legitimasi penuh untuk menjalankan maksud dan tujuannya sesuai dengan Anggaran Dasar yang telah disahkan. Ini adalah momen krusial yang menandai transisi dari ide menjadi realitas hukum.
Langkah Selanjutnya Setelah Akta Disahkan
Mendapatkan pengesahan akta pendirian dari Kemenkumham adalah tonggak penting, tetapi bukan akhir dari perjalanan. Ada beberapa langkah lanjutan yang harus segera diurus oleh yayasan agar dapat beroperasi penuh dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Mengabaikan langkah-langkah ini dapat menghambat operasional, mengurangi kredibilitas, atau bahkan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Berikut adalah langkah-langkah esensial pasca-pengesahan:
1. Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Yayasan
Sebagai badan hukum, yayasan wajib memiliki NPWP atas nama yayasan sendiri. NPWP ini adalah identitas wajib pajak yayasan yang akan digunakan untuk memenuhi seluruh kewajiban perpajakan, seperti pelaporan SPT Tahunan, pemotongan/pemungutan pajak atas transaksi tertentu, dan sebagai identifikasi dalam seluruh interaksi dengan Direktorat Jenderal Pajak. Proses pendaftaran NPWP dapat dilakukan secara online melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (e-Registration) atau langsung di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat sesuai domisili yayasan.
Dokumen yang biasanya dibutuhkan antara lain:
- Fotokopi Akta Pendirian dan Surat Keputusan (SK) Pengesahan Kemenkumham.
- Fotokopi KTP dan NPWP Pengurus yang mewakili yayasan (biasanya Ketua atau Bendahara) sebagai penanggung jawab pajak.
- Surat keterangan domisili yayasan dari kelurahan/desa atau pengelola gedung.
- Formulir pendaftaran NPWP yang telah diisi lengkap dan ditandatangani.
Setelah mendapatkan NPWP, yayasan juga akan menerima Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Pajak, yang memuat informasi mengenai jenis kewajiban pajak yayasan.
2. Pembukaan Rekening Bank Atas Nama Yayasan
Sangat penting bagi yayasan untuk memiliki rekening bank terpisah atas namanya sendiri. Ini adalah prinsip akuntabilitas dan pemisahan kekayaan yang fundamental. Kekayaan yayasan tidak boleh bercampur dengan kekayaan pribadi para pendiri atau pengurus, untuk mencegah konflik kepentingan dan penyalahgunaan dana. Rekening bank ini akan digunakan untuk menerima sumbangan, mengelola dana operasional, melakukan pembayaran program, dan semua transaksi keuangan yayasan lainnya secara transparan.
Dokumen yang biasanya diperlukan untuk membuka rekening bank yayasan:
- Akta Pendirian dan SK Pengesahan Kemenkumham (asli dan fotokopi).
- NPWP Yayasan.
- Surat Keterangan Domisili Yayasan.
- Fotokopi KTP dan NPWP para Pengurus yang berwenang membuka rekening dan melakukan transaksi (biasanya Ketua dan Bendahara).
- Surat keputusan atau notulen rapat yang menunjuk pengurus berwenang untuk membuka dan mengelola rekening bank atas nama yayasan.
- Stempel yayasan.
3. Pengurusan Izin-izin Operasional (Jika Diperlukan)
Tergantung pada maksud, tujuan, dan jenis kegiatan yayasan, mungkin diperlukan izin-izin operasional tambahan dari instansi terkait. Pengurusan izin ini memastikan yayasan beroperasi sesuai dengan regulasi sektoral. Beberapa contoh:
- Izin Operasional Lembaga Pendidikan: Jika yayasan menyelenggarakan sekolah, kursus, atau lembaga pelatihan (PAUD, TK, SD, SMP, SMA, SMK, atau perguruan tinggi), diperlukan izin dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Dinas Pendidikan setempat.
- Izin Lembaga Sosial: Jika yayasan bergerak di bidang pelayanan sosial, panti asuhan, panti jompo, atau rehabilitasi, mungkin memerlukan izin dari Kementerian Sosial atau Dinas Sosial.
- Izin Pengumpulan Sumbangan (IPS): Jika yayasan berencana melakukan penggalangan dana dari masyarakat luas secara terorganisir (misalnya, melalui kotak amal, proposal), diperlukan Izin Pengumpulan Sumbangan dari Kementerian Sosial.
- Izin Lingkungan: Jika kegiatan yayasan melibatkan pembangunan fasilitas besar atau memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan, diperlukan izin lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup.
- Izin Kesehatan: Jika yayasan mengelola fasilitas kesehatan seperti klinik atau posyandu, diperlukan izin dari Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan.
Pengurus yayasan harus proaktif dalam mengidentifikasi izin apa saja yang relevan dengan kegiatan yayasan dan segera mengurusnya untuk menghindari sanksi hukum dan memastikan legitimasi program.
4. Pendaftaran Ketenagakerjaan (BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan)
Jika yayasan mempekerjakan karyawan (bukan hanya relawan), maka yayasan wajib mendaftarkan karyawan tersebut pada program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini adalah hak dasar karyawan untuk mendapatkan perlindungan kesehatan dan jaminan sosial, serta kewajiban bagi pemberi kerja. Mengabaikan kewajiban ini dapat berakibat pada sanksi dan masalah hukum.
5. Penyusunan dan Pengesahan Program Kerja serta Anggaran Tahunan
Setelah yayasan sah secara hukum, organ Pengurus harus segera menyusun program kerja dan anggaran tahunan yang mendetail. Dokumen-dokumen ini kemudian harus disahkan oleh Pembina, sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar. Program kerja dan anggaran akan menjadi panduan operasional yayasan untuk periode tertentu, memastikan kegiatan terencana dan sumber daya dialokasikan secara efisien.
6. Pembuatan Stempel dan Kop Surat Yayasan
Meskipun terlihat sepele, stempel dan kop surat dengan logo serta informasi yayasan (nama, alamat lengkap, kontak, NPWP) sangat penting untuk korespondensi resmi dan legitimasi dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh yayasan. Ini memperkuat identitas kelembagaan yayasan dan memberikan kesan profesional dalam setiap komunikasi.
7. Pengelolaan Administrasi dan Keuangan yang Tertib
Sejak awal, yayasan harus memiliki sistem administrasi dan pencatatan keuangan yang tertib, transparan, dan akuntabel. Ini termasuk:
- Pencatatan Surat Masuk/Keluar: Semua korespondensi, baik fisik maupun elektronik, harus diarsipkan dengan baik dan mudah diakses.
- Pencatatan Keuangan: Semua transaksi keuangan (penerimaan sumbangan, pengeluaran program, biaya operasional) harus dicatat secara rapi, akuntabel, dan sesuai standar akuntansi yang berlaku untuk entitas nirlaba. Membuat laporan keuangan secara berkala (bulanan, triwulanan, tahunan) adalah kewajiban yayasan.
- Pengarsipan Dokumen Legal: Akta pendirian, SK Pengesahan, NPWP, izin-izin, dan dokumen legal lainnya harus disimpan dengan aman dan terorganisir, serta dibuat salinannya untuk cadangan.
Melaksanakan langkah-langkah pasca-pengesahan ini akan memastikan bahwa yayasan dapat berjalan dengan lancar, transparan, akuntabel, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sehingga dapat mewujudkan maksud dan tujuannya secara optimal dan berkelanjutan. Ini adalah fondasi dari sebuah yayasan yang profesional dan kredibel.
Struktur Organ Yayasan Lebih Detail
Struktur organ yang jelas dan fungsional adalah kunci keberhasilan dan keberlanjutan sebuah yayasan. Undang-Undang Yayasan secara spesifik mengatur bahwa setiap yayasan wajib memiliki tiga organ utama: Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Masing-masing organ memiliki peran, tugas, dan tanggung jawab yang berbeda namun saling melengkapi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan dengan prinsip tata kelola yang baik (good governance).
1. Pembina
Organ Pembina adalah organ tertinggi dalam yayasan. Keberadaannya bersifat strategis dan menentukan arah jangka panjang yayasan. Anggota Pembina biasanya adalah para pendiri yayasan atau tokoh-tokoh yang memiliki komitmen tinggi terhadap misi yayasan serta memiliki kapasitas untuk memberikan arahan strategis.
- Tugas dan Wewenang Utama:
- Menetapkan kebijakan umum yayasan, termasuk perubahan Anggaran Dasar (AD), setelah mendengarkan masukan dari Pengurus dan Pengawas.
- Mengangkat dan memberhentikan anggota Pengurus dan Pengawas, memastikan kepemimpinan yang berkualitas dan berintegritas.
- Mengesahkan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan yang diajukan oleh Pengurus.
- Menetapkan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan, yang merupakan keputusan fundamental.
- Meminta laporan pertanggungjawaban dari Pengurus dan Pengawas secara berkala.
- Mengesahkan laporan keuangan tahunan yayasan setelah diaudit (jika diwajibkan) dan ditinjau oleh Pengawas.
- Kualifikasi Anggota: Umumnya orang perorangan yang cakap hukum. Tidak boleh memiliki rangkap jabatan di Pengurus atau Pengawas untuk menghindari konflik kepentingan. Anggota Pembina tidak boleh pernah dinyatakan pailit atau melakukan tindakan yang merugikan yayasan. Jumlah Pembina minimal satu orang.
- Rapat Pembina: Rapat Pembina diselenggarakan minimal satu kali dalam setahun untuk mengevaluasi kinerja dan menetapkan kebijakan strategis, atau kapanpun diperlukan untuk mengambil keputusan penting. Keputusan Rapat Pembina bersifat mengikat bagi organ Pengurus dan Pengawas.
- Proses Penggantian: Penggantian anggota Pembina dapat terjadi karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Pembina dengan alasan tertentu (misalnya, melanggar ketentuan AD, tidak cakap melaksanakan tugas, atau terlibat dalam tindakan merugikan).
Peran Pembina sangat strategis karena mereka adalah penjaga visi, misi, dan nilai-nilai inti yayasan. Mereka memastikan bahwa yayasan tetap pada jalur yang benar dan tidak menyimpang dari maksud dan tujuan awalnya, serta bertanggung jawab atas keberlangsungan yayasan secara keseluruhan.
2. Pengurus
Organ Pengurus adalah pelaksana harian yayasan. Mereka adalah garda terdepan dalam menjalankan program dan kegiatan yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan yang telah ditetapkan. Pengurus wajib berjumlah minimal 3 (tiga) orang yang terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Bendahara, masing-masing dengan peran yang jelas.
- Tugas dan Wewenang Utama:
- Melaksanakan kebijakan umum yayasan yang ditetapkan Pembina dalam bentuk program kerja dan kegiatan nyata.
- Menjalankan operasional yayasan sehari-hari, termasuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program kerja serta mengelola sumber daya.
- Mewakili yayasan di dalam dan di luar pengadilan (sesuai kewenangan yang diberikan dalam AD), misalnya dalam kontrak atau perjanjian kerja sama.
- Membuat dan mengelola keuangan yayasan secara transparan dan akuntabel, termasuk pencatatan, pembukuan, dan pelaporan keuangan.
- Menyusun laporan pertanggungjawaban tahunan kepada Pembina mengenai pelaksanaan program dan penggunaan dana.
- Menyusun rancangan program kerja dan anggaran tahunan untuk diajukan kepada Pembina.
- Kualifikasi Anggota: Tidak memiliki rangkap jabatan di Pembina atau Pengawas. Harus cakap hukum, memiliki integritas, dan memiliki kompetensi manajerial yang relevan dengan bidang yayasan.
- Rapat Pengurus: Rapat Pengurus diselenggarakan secara berkala (misalnya bulanan atau triwulanan) untuk membahas pelaksanaan program, isu operasional, laporan keuangan, dan membuat keputusan taktis.
- Kewajiban Laporan: Pengurus wajib membuat laporan tahunan yang memuat keadaan keuangan dan perkembangan kegiatan yayasan, serta menyerahkannya kepada Pembina untuk disahkan, setelah sebelumnya ditinjau oleh Pengawas. Transparansi laporan adalah kunci akuntabilitas Pengurus kepada Pembina, donatur, dan publik.
- Proses Penggantian: Anggota Pengurus diangkat dan diberhentikan oleh Pembina sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Anggaran Dasar, biasanya setelah masa jabatan berakhir atau karena alasan lain yang diatur dalam AD.
Efektivitas kerja Pengurus sangat menentukan bagaimana yayasan dapat mewujudkan dampaknya di masyarakat. Mereka harus memiliki kompetensi manajerial, kepemimpinan, dan dedikasi yang tinggi untuk mencapai tujuan yayasan secara efisien.
3. Pengawas
Organ Pengawas bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Pengurus mengenai pengelolaan yayasan. Keberadaan Pengawas sangat penting untuk menjaga prinsip tata kelola yang baik (good governance), mencegah penyalahgunaan wewenang atau keuangan, dan memastikan kepatuhan terhadap Anggaran Dasar serta peraturan yang berlaku.
- Tugas dan Wewenang Utama:
- Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan yayasan oleh Pengurus, termasuk kinerja program dan pengelolaan keuangan.
- Memberikan nasihat dan saran kepada Pengurus terkait operasional dan strategi yayasan.
- Meneliti catatan keuangan, surat-surat, dan bukti-bukti lain milik yayasan untuk memastikan akurasi dan kepatuhan.
- Melakukan pemeriksaan terhadap jalannya organisasi yayasan dan memastikan kegiatan sesuai dengan maksud dan tujuan.
- Memberikan laporan hasil pengawasan kepada Pembina, yang akan menjadi bahan pertimbangan bagi Pembina dalam mengevaluasi kinerja Pengurus.
- Mengesahkan laporan keuangan yang disusun oleh Pengurus sebelum diserahkan kepada Pembina, seringkali setelah audit internal atau eksternal.
- Kualifikasi Anggota: Tidak boleh merangkap jabatan di Pembina atau Pengurus. Umumnya memiliki latar belakang atau keahlian yang relevan dengan audit, akuntansi, hukum, atau tata kelola. Anggota Pengawas minimal satu orang.
- Rapat Pengawas: Rapat Pengawas dapat diselenggarakan secara berkala (misalnya setiap triwulan) atau sewaktu-waktu jika diperlukan untuk meninjau kinerja Pengurus, membahas temuan pengawasan, dan membuat rekomendasi.
- Laporan Pengawasan: Pengawas wajib menyampaikan laporan hasil pengawasan mereka kepada Pembina, yang akan menjadi bahan pertimbangan bagi Pembina dalam mengevaluasi kinerja Pengurus dan mengambil keputusan strategis. Laporan ini merupakan bagian integral dari sistem akuntabilitas yayasan.
- Proses Penggantian: Anggota Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Pembina.
Pengawas berperan sebagai "mata dan telinga" Pembina, memastikan bahwa operasional yayasan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan, transparan, akuntabel, dan mematuhi peraturan yang berlaku. Kehadiran Pengawas memberikan lapisan kontrol yang penting untuk integritas yayasan.
Hubungan Antar Organ
Ketiga organ ini memiliki hubungan hierarkis dan fungsional yang jelas. Pembina adalah pembuat kebijakan dan pengawas tertinggi, Pengurus adalah pelaksana kebijakan, dan Pengawas adalah pengawas kinerja Pengurus. Meskipun memiliki peran yang berbeda, mereka harus bekerja sama secara harmonis dan sinergis untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan. Anggaran Dasar harus secara eksplisit mengatur hubungan, hak, dan kewajiban masing-masing organ untuk mencegah konflik kepentingan, memastikan tata kelola yang efektif, dan mendorong kolaborasi yang produktif demi kemajuan yayasan.
Kekayaan Yayasan dan Pengelolaannya
Kekayaan merupakan unsur vital bagi kelangsungan operasional dan pencapaian tujuan yayasan. Berbeda dengan badan usaha yang kekayaannya ditujukan untuk profit, kekayaan yayasan sepenuhnya digunakan untuk membiayai kegiatan sosial, keagamaan, atau kemanusiaan sesuai dengan maksud dan tujuannya. Pengelolaan kekayaan yayasan harus dilakukan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan prudensial (kehati-hatian) untuk memastikan pemanfaatan yang optimal, sesuai dengan amanah para donatur, dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Sumber-Sumber Kekayaan Yayasan
Yayasan dapat memperoleh kekayaan dari berbagai sumber yang sah dan tidak bertentangan dengan hukum. Sumber-sumber ini mencakup:
- Kekayaan Awal: Sebagaimana telah dibahas, setiap yayasan wajib memiliki kekayaan awal saat didirikan. Ini adalah modal dasar yayasan yang menjadi komitmen finansial pertama dari para pendiri dan tercatat dalam akta pendirian. Kekayaan awal ini menjadi fondasi finansial yang menunjukkan keseriusan pendirian.
- Sumbangan atau Bantuan: Ini adalah sumber utama bagi banyak yayasan, baik dari individu, kelompok masyarakat, perusahaan (melalui program Corporate Social Responsibility/CSR), maupun lembaga donor, baik nasional maupun internasional. Sumbangan dapat berupa uang tunai, barang (in-kind seperti sembako, pakaian, buku), atau jasa (seperti keahlian, waktu).
- Wakaf: Kekayaan wakaf, baik benda bergerak (uang, surat berharga) maupun tidak bergerak (tanah, bangunan), dapat diterima oleh yayasan yang bertindak sebagai nazir wakaf (pengelola wakaf). Pengelolaannya harus sesuai dengan prinsip wakaf dan ketentuan hukum terkait perwakafan, seperti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
- Hibah: Penerimaan hibah, baik dari pemerintah, swasta, atau individu, merupakan sumber kekayaan yang penting. Hibah bisa berupa uang, tanah, bangunan, kendaraan, atau aset lainnya yang diserahkan tanpa mengharapkan imbalan langsung. Hibah seringkali terikat pada tujuan tertentu.
- Perolehan Lain yang Tidak Bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku: Ini mencakup berbagai sumber lain yang sah, seperti:
- Hasil Usaha: Yayasan diperbolehkan mendirikan badan usaha atau turut serta dalam badan usaha yang mendukung maksud dan tujuan yayasan, dengan syarat hasil usaha tersebut tidak dibagikan kepada Pembina, Pengurus, atau Pengawas, melainkan seluruhnya digunakan untuk kegiatan yayasan. Ini bisa menjadi sumber dana berkelanjutan.
- Hasil Pengelolaan Kekayaan: Misalnya, pendapatan dari sewa aset yayasan (seperti gedung, tanah), atau keuntungan dari investasi yang tidak spekulatif dan sesuai dengan ketentuan hukum (misalnya, deposito berjangka, obligasi pemerintah).
- Pendapatan dari Kegiatan Layanan: Contohnya, biaya kursus jika yayasan menyelenggarakan pendidikan, biaya pelayanan medis jika yayasan memiliki klinik sosial yang juga melayani umum dengan tarif tertentu, atau penjualan produk kerajinan dari program pemberdayaan masyarakat.
Penting untuk dicatat bahwa semua sumber kekayaan ini harus diperoleh secara legal dan digunakan untuk kepentingan yayasan, bukan untuk memperkaya individu atau pihak tertentu. Transparansi dalam sumber dan penggunaan dana adalah kunci.
2. Pengelolaan Kekayaan Yayasan
Pengelolaan kekayaan yayasan harus dilakukan dengan prinsip-prinsip yang ketat untuk menjaga integritas dan keberlanjutan yayasan. Organ Pengurus bertanggung jawab utama atas pengelolaan ini, dengan pengawasan dari Pengawas dan kebijakan dari Pembina:
- Pemisahan Kekayaan: Kekayaan yayasan harus dipisahkan secara tegas dari kekayaan pribadi para pendiri, Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Ini adalah prinsip fundamental yayasan sebagai badan hukum mandiri dan nirlaba. Seluruh aset dan rekening bank harus atas nama yayasan.
- Penggunaan Sesuai Maksud dan Tujuan: Setiap pengeluaran dan pemanfaatan kekayaan harus selaras dengan maksud dan tujuan yayasan yang tercantum dalam Anggaran Dasar. Pengurus memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan setiap dana yang dikeluarkan mendukung program atau operasional yayasan.
- Akuntabilitas dan Transparansi: Yayasan wajib menyelenggarakan pembukuan yang tertib dan membuat laporan keuangan tahunan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Laporan ini harus diaudit oleh akuntan publik jika yayasan memiliki kekayaan tertentu (misalnya, di atas Rp 500 juta) atau menerima bantuan asing dalam jumlah besar. Laporan keuangan yang transparan membangun kepercayaan dari donatur dan publik.
- Prudensial (Kehati-hatian): Pengelolaan investasi atau aset yayasan harus dilakukan dengan hati-hati dan risiko yang terukur. Kekayaan yayasan tidak boleh digunakan untuk kegiatan spekulatif atau berisiko tinggi yang dapat membahayakan keberlangsungan yayasan. Keputusan investasi harus didasarkan pada analisis yang cermat.
- Inventarisasi Aset: Semua aset yayasan, baik bergerak maupun tidak bergerak, harus diinventarisasi, dicatat dengan baik dalam daftar aset, dan dipelihara secara teratur. Ini termasuk pencatatan nilai perolehan, penyusutan, dan kondisi aset.
- Kewenangan Pengelolaan: Secara umum, Pengurus memiliki kewenangan untuk mengelola kekayaan yayasan dalam batas-batas yang ditetapkan oleh Anggaran Dasar dan kebijakan Pembina. Namun, untuk tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan kekayaan besar (misalnya, penjualan atau pengalihan aset tidak bergerak yang bernilai tinggi), mungkin memerlukan persetujuan Pembina, bahkan juga persetujuan dari Kemenkumham.
3. Larangan Penggunaan Kekayaan untuk Kepentingan Pribadi
UU Yayasan secara tegas melarang Pengurus, Pembina, Pengawas, atau pihak lain yang terafiliasi (seperti anggota keluarga mereka) untuk mengambil keuntungan pribadi dari kekayaan yayasan. Larangan ini adalah salah satu ciri pembeda utama yayasan dari badan usaha dan prinsip yang harus dijunjung tinggi. Jika terjadi penyalahgunaan kekayaan untuk kepentingan pribadi, pihak yang bertanggung jawab dapat dikenakan sanksi pidana dan/atau perdata sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Prinsip ini sangat penting untuk menjaga integritas yayasan sebagai entitas nirlaba yang murni berorientasi pada kepentingan publik. Setiap transaksi yang melibatkan pihak-pihak terafiliasi harus dilakukan secara wajar dan transparan (misalnya, dengan harga pasar), serta harus disetujui oleh organ yang berwenang dan didokumentasikan dengan baik untuk menghindari konflik kepentingan dan tuduhan penyalahgunaan.
Dengan pengelolaan kekayaan yang profesional, transparan, dan akuntabel, yayasan dapat menjaga kepercayaan publik, menarik lebih banyak dukungan, dan secara berkelanjutan mewujudkan misi sosialnya, memberikan dampak positif yang maksimal bagi masyarakat.
Perubahan Anggaran Dasar Yayasan
Anggaran Dasar (AD) yayasan adalah dokumen statuter yang menjadi pedoman utama dalam operasional yayasan. Namun, seiring berjalannya waktu, kondisi eksternal, strategi organisasi, atau bahkan ketentuan hukum dapat berubah. Oleh karena itu, Anggaran Dasar perlu memiliki fleksibilitas untuk disesuaikan. Proses perubahan Anggaran Dasar ini diatur secara ketat dalam UU Yayasan dan harus dilakukan melalui mekanisme yang benar untuk menjaga legalitas dan kekuatan hukumnya.
1. Alasan Perubahan Anggaran Dasar
Beberapa alasan umum mengapa yayasan perlu melakukan perubahan Anggaran Dasar antara lain:
- Perubahan Maksud dan Tujuan atau Kegiatan: Yayasan mungkin ingin memperluas cakupan kegiatannya, mengubah fokus misi, atau menyesuaikan dengan kebutuhan sosial yang baru dan lebih mendesak di masyarakat.
- Perubahan Nama atau Tempat Kedudukan: Jika yayasan ingin mengubah identitas nama untuk alasan branding atau memindahkan domisili utamanya ke lokasi yang lebih strategis atau relevan.
- Perubahan Struktur Organ: Penyesuaian jumlah anggota Pembina, Pengurus, atau Pengawas, atau perubahan tata cara pengangkatan/pemberhentiannya, untuk meningkatkan efisiensi atau menyesuaikan dengan kapasitas anggota yang tersedia.
- Penyesuaian dengan Regulasi Baru: Perubahan undang-undang atau peraturan pemerintah yang mengharuskan yayasan menyesuaikan Anggaran Dasarnya agar tetap patuh hukum (misalnya, perubahan mengenai kekayaan awal, atau kualifikasi organ).
- Optimalisasi Tata Kelola: Penyempurnaan mekanisme rapat, tata cara pengambilan keputusan, atau ketentuan lainnya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas tata kelola yayasan.
- Perubahan Jangka Waktu: Jika yayasan awalnya didirikan dengan jangka waktu tertentu dan ingin diubah menjadi tidak terbatas, atau sebaliknya.
2. Mekanisme Perubahan
Proses perubahan Anggaran Dasar wajib dilakukan melalui Rapat Pembina, karena Pembina adalah organ tertinggi yang berwenang menetapkan kebijakan umum yayasan, termasuk perubahan AD. Mekanisme ini biasanya melibatkan beberapa tahapan:
- Pengajuan Usulan: Usulan perubahan dapat datang dari Pengurus (yang melihat kebutuhan operasional), Pengawas (berdasarkan hasil pengawasan), atau salah satu anggota Pembina (berdasarkan visi strategis).
- Penyelenggaraan Rapat Pembina: Rapat Pembina diselenggarakan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar mengenai panggilan rapat, kuorum (jumlah kehadiran minimal agar rapat sah), dan tata cara pengambilan keputusan. Kuorum untuk Rapat Pembina yang memutuskan perubahan AD biasanya lebih tinggi daripada rapat biasa (misalnya, 2/3 dari jumlah Pembina yang hadir atau diwakili).
- Keputusan Rapat: Keputusan perubahan Anggaran Dasar harus diambil dengan persetujuan mayoritas (atau persentase tertentu, misalnya 2/3 dari suara yang sah) dari jumlah suara yang sah dalam rapat yang dihadiri oleh Pembina. Notulen rapat yang memuat keputusan ini akan menjadi dasar formal bagi notaris untuk membuat akta perubahan.
- Pembuatan Akta Perubahan oleh Notaris: Setiap perubahan Anggaran Dasar harus dituangkan dalam bentuk akta notaris. Notaris akan membuat akta perubahan Anggaran Dasar berdasarkan notulen Rapat Pembina yang telah disahkan, memastikan rumusan perubahan sesuai dengan kaidah hukum dan kehendak yayasan.
3. Jenis Perubahan dan Kewajiban Pelaporan ke Kemenkumham
UU Yayasan membagi perubahan Anggaran Dasar menjadi dua kategori dengan perlakuan hukum yang berbeda, yang juga harus diperhatikan dalam proses pelaporan ke Kementerian Hukum dan HAM:
a. Perubahan yang Wajib Mendapat Persetujuan Menteri Hukum dan HAM
Perubahan-perubahan yang bersifat fundamental terhadap eksistensi dan karakter yayasan wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM. Ini mencakup perubahan mengenai:
- Nama dan/atau Tempat Kedudukan Yayasan: Mengubah identitas atau domisili hukum yayasan yang tercatat dalam daftar badan hukum.
- Maksud dan Tujuan Yayasan: Perubahan inti dari misi dan visi yayasan, karena ini adalah dasar utama keberadaan yayasan.
- Kekayaan Yayasan: Perubahan yang signifikan terhadap kekayaan awal yayasan, misalnya penambahan modal yang diatur dalam AD, atau perubahan yang menyangkut divestasi aset utama.
Prosesnya serupa dengan pengesahan akta pendirian, yaitu diajukan oleh notaris melalui sistem AHU Online. Jika permohonan disetujui, Kemenkumham akan menerbitkan SK Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar. Tanpa persetujuan ini, perubahan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak tercatat secara resmi.
b. Perubahan yang Cukup Diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM
Perubahan yang bersifat administratif atau tidak mengubah esensi yayasan secara fundamental cukup diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM. Ini mencakup perubahan mengenai:
- Jangka waktu pendirian yayasan (jika diatur dalam AD dan dilakukan perubahan).
- Perubahan status anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas (pengangkatan, penggantian, atau pemberhentian anggota organ).
- Perubahan alamat lengkap yayasan (meskipun tempat kedudukan tetap di kota/kabupaten yang sama).
- Ketentuan lain yang tidak termasuk dalam kategori persetujuan, sepanjang tidak bertentangan dengan UU Yayasan dan tidak mengubah esensi yayasan.
Pemberitahuan ini juga diajukan oleh notaris melalui sistem AHU Online. Setelah pemberitahuan diterima, Kemenkumham akan menerbitkan tanda terima pemberitahuan perubahan data yayasan. Perubahan ini berlaku efektif sejak tanggal pemberitahuan diterima dan dicatat oleh Kemenkumham.
Penting untuk selalu memastikan bahwa setiap perubahan Anggaran Dasar dilakukan sesuai prosedur yang berlaku dan dilaporkan kepada Kemenkumham. Kegagalan dalam mematuhi prosedur ini dapat mengakibatkan perubahan tersebut tidak sah di mata hukum, tidak diakui secara resmi, dan berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari, termasuk hilangnya status badan hukum atau sanksi administratif.
Pembubaran Yayasan
Sebagaimana setiap entitas hukum memiliki proses pendirian, yayasan juga memiliki mekanisme untuk mengakhiri keberadaannya melalui pembubaran. Meskipun tidak diharapkan, yayasan dapat dibubarkan karena berbagai alasan, baik disengaja maupun tidak disengaja. Proses pembubaran ini diatur secara ketat dalam Undang-Undang Yayasan untuk memastikan bahwa sisa kekayaan yayasan dikelola dan disalurkan sesuai dengan prinsip nirlaba serta untuk melindungi kepentingan pihak ketiga.
1. Alasan Pembubaran Yayasan
Yayasan dapat bubar karena beberapa alasan, antara lain:
- Keputusan Rapat Pembina: Ini adalah alasan yang paling umum, di mana Pembina memutuskan untuk membubarkan yayasan. Keputusan ini biasanya diambil karena tujuan yayasan telah tercapai, tidak ada lagi kebutuhan mendesak untuk yayasan, atau karena kesulitan operasional yang tidak dapat diatasi (misalnya, kesulitan pendanaan yang berkelanjutan atau kurangnya sumber daya manusia yang kompeten).
- Jangka Waktu Berakhir: Jika dalam akta pendirian yayasan disebutkan jangka waktu tertentu beroperasinya yayasan, dan jangka waktu tersebut telah berakhir, maka yayasan secara otomatis bubar. Namun, sebagian besar yayasan didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
- Putusan Pengadilan: Yayasan dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, misalnya karena:
- Yayasan terbukti melanggar ketertiban umum atau kesusilaan secara serius.
- Yayasan tidak mampu membayar utang-utangnya (pailit) dan dinyatakan demikian oleh pengadilan.
- Yayasan tidak melaksanakan kegiatan sesuai dengan maksud dan tujuannya selama jangka waktu tertentu yang ditetapkan undang-undang (misalnya, lebih dari lima tahun berturut-turut tanpa kegiatan yang berarti).
- Yayasan tidak memiliki organ Pembina atau Pengawas yang sesuai dengan ketentuan undang-undang selama jangka waktu tertentu, sehingga tata kelola tidak berjalan.
- Kekayaan yayasan tidak cukup untuk melanjutkan kegiatan sesuai maksud dan tujuan.
- Pencabutan Izin Operasional: Jika yayasan memiliki izin operasional dari instansi tertentu (misalnya, Kementerian Sosial atau Pendidikan) dan izin tersebut dicabut karena pelanggaran berat atau tidak terpenuhinya syarat, sehingga yayasan tidak dapat lagi menjalankan kegiatannya.
2. Prosedur Pembubaran Yayasan
Apabila yayasan memutuskan untuk bubar atau bubar karena alasan hukum, ada serangkaian prosedur yang harus diikuti secara cermat untuk memastikan legalitas proses dan penyelesaian kewajiban:
- Keputusan Pembubaran:
- Jika karena keputusan Pembina, keputusan ini harus diambil dalam Rapat Pembina yang sah sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar (misalnya, dengan kuorum dan persentase suara tertentu). Notulen rapat ini menjadi dasar hukum pembubaran.
- Jika karena putusan pengadilan, maka putusan tersebut menjadi dasar untuk memulai proses pembubaran.
- Penunjukan Likuidator:
- Setelah keputusan pembubaran diambil, Pembina atau pengadilan akan menunjuk seorang atau beberapa orang likuidator. Likuidator adalah pihak yang bertanggung jawab untuk membereskan kekayaan yayasan, menyelesaikan kewajiban-kewajiban yayasan, dan menyalurkan sisa kekayaan.
- Biasanya, Pengurus lama dapat ditunjuk sebagai likuidator, atau pihak independen (akuntan publik, konsultan hukum) yang ditunjuk oleh Pembina/Pengadilan.
- Pemberitahuan kepada Kemenkumham: Keputusan pembubaran yayasan harus diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM melalui notaris untuk dicatat dalam daftar umum yayasan dan perubahan statusnya.
- Pengumuman Pembubaran: Likuidator wajib mengumumkan pembubaran yayasan dalam surat kabar harian dan/atau Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) untuk memberitahukan kepada pihak ketiga (kreditur, debitur, mitra kerja, publik) bahwa yayasan sedang dalam proses pembubaran. Pengumuman ini juga harus memuat informasi mengenai batas waktu pengajuan tagihan kepada likuidator (biasanya 60 hari).
- Inventarisasi dan Verifikasi Kekayaan dan Kewajiban: Likuidator melakukan inventarisasi secara menyeluruh terhadap seluruh aset (kekayaan) dan kewajiban (utang) yayasan. Semua piutang harus ditagih dan semua utang kepada kreditur harus dilunasi secara proporsional jika aset tidak mencukupi.
- Penyelesaian Kekayaan Sisa (Likuidasi): Setelah semua utang dilunasi, kewajiban lainnya diselesaikan, dan biaya likuidasi ditutup, jika masih ada sisa kekayaan, maka sisa kekayaan tersebut tidak boleh dibagikan kepada pendiri, Pembina, Pengurus, Pengawas, atau pihak yang terafiliasi. Ini adalah prinsip non-distribusi profit yayasan.
3. Penggunaan Sisa Kekayaan Setelah Pembubaran
Ini adalah prinsip fundamental dalam UU Yayasan yang membedakannya dari entitas komersial. Anggaran Dasar yayasan harus mengatur bagaimana sisa kekayaan akan digunakan setelah pembubaran. Umumnya, sisa kekayaan tersebut wajib diserahkan kepada:
- Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama atau mendekati, untuk melanjutkan misi sosial.
- Badan hukum lain yang bergerak di bidang sosial, keagamaan, atau kemanusiaan, yang memiliki tujuan serupa.
- Negara, untuk disalurkan ke lembaga-lembaga sosial, keagamaan, atau kemanusiaan yang berhak.
Keputusan mengenai penerima sisa kekayaan ini diambil oleh Pembina (atau ditentukan oleh pengadilan jika pembubaran melalui putusan pengadilan) dan harus sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar yayasan serta UU Yayasan. Tujuannya adalah memastikan bahwa aset yang awalnya untuk kepentingan publik tetap kembali ke kepentingan publik.
4. Pengumuman Akhir Likuidasi
Setelah seluruh proses likuidasi selesai dan sisa kekayaan telah disalurkan sesuai ketentuan, likuidator wajib membuat laporan pertanggungjawaban kepada Pembina (atau kepada pengadilan jika likuidator ditunjuk pengadilan). Setelah laporan disetujui, likuidator wajib mengumumkan berakhirnya likuidasi dalam surat kabar harian dan/atau BNRI. Dengan pengumuman ini, yayasan secara resmi dianggap tidak ada lagi sebagai badan hukum dan kewenangan likuidator berakhir.
Proses pembubaran yayasan merupakan prosedur yang kompleks dan membutuhkan ketelitian hukum serta akuntansi. Penting untuk melibatkan notaris dan/atau konsultan hukum dan akuntan untuk memastikan semua tahapan dilalui dengan benar dan sesuai peraturan yang berlaku, guna menghindari masalah hukum di masa depan dan menjaga amanah publik.
Aspek Pajak bagi Yayasan
Meskipun yayasan adalah entitas nirlaba yang berorientasi pada sosial, keagamaan, atau kemanusiaan, bukan berarti ia bebas sepenuhnya dari kewajiban perpajakan. Yayasan, sebagai badan hukum, memiliki hak dan kewajiban pajak yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Memahami aspek pajak ini sangat penting untuk memastikan yayasan beroperasi secara patuh, menjaga akuntabilitas, dan menghindari sanksi perpajakan.
1. Kewajiban Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, setiap yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP atas nama yayasan. NPWP ini adalah identitas wajib pajak yayasan yang digunakan untuk seluruh administrasi perpajakan, mulai dari pembayaran hingga pelaporan.
- Fungsi NPWP: Digunakan untuk pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan PPh Badan, pemotongan/pemungutan pajak (PPh Pasal 21, 23, 4 ayat (2), dll.) atas penghasilan atau transaksi yang dilakukan yayasan, dan sebagai identifikasi dalam seluruh transaksi keuangan dan interaksi dengan otoritas pajak.
- Pendaftaran: Dapat dilakukan secara online (e-Registration) atau langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sesuai domisili yayasan dengan melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan (akta pendirian, SK Kemenkumham, identitas pengurus, surat domisili).
2. Pajak Penghasilan (PPh)
Yayasan pada dasarnya bukan subjek Pajak Penghasilan jika semua penghasilannya semata-mata digunakan untuk membiayai kegiatan sosial, keagamaan, atau kemanusiaan dan tidak untuk kepentingan pribadi pengurus atau pihak terafiliasi. Namun, ada beberapa kondisi di mana yayasan bisa menjadi objek PPh:
- Penghasilan dari Usaha: Jika yayasan memiliki unit usaha atau turut serta dalam badan usaha dengan tujuan mendapatkan keuntungan (misalnya, yayasan memiliki toko buku komersial atau menyewakan properti yang bukan untuk kegiatan utama), maka penghasilan dari usaha tersebut akan dikenakan PPh Badan sesuai tarif yang berlaku. Penting untuk diingat bahwa keuntungan dari usaha ini tetap tidak boleh dibagikan kepada Pembina, Pengurus, atau Pengawas, melainkan harus kembali digunakan untuk kegiatan yayasan.
- Penghasilan dari Investasi: Penghasilan dari bunga deposito, dividen (jika yayasan memiliki saham di perusahaan), sewa (misalnya sewa gedung atau peralatan kepada pihak lain), atau royalti yang diperoleh yayasan juga dapat menjadi objek PPh, terutama PPh Final.
- PPh Pasal 21: Yayasan sebagai pemberi kerja wajib memotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawan, staf, atau pihak lain yang menerima imbalan jasa dari yayasan (misalnya honorarium, gaji, tunjangan). Yayasan bertanggung jawab menyetor dan melaporkan PPh ini.
- PPh Pasal 23: Jika yayasan melakukan pembayaran kepada pihak ketiga atas jasa tertentu (misalnya, jasa konsultan, jasa manajemen, jasa hukum, sewa aset non-tanah/bangunan), yayasan wajib memotong PPh Pasal 23 dari pembayaran tersebut.
- PPh Pasal 4 ayat (2) (PPh Final): Berlaku untuk penghasilan tertentu seperti sewa tanah/bangunan, bunga deposito, hadiah undian, atau penjualan tanah/bangunan. Yayasan sebagai pihak yang membayar wajib memotong PPh Final tersebut atau membayar sendiri jika menerima penghasilan tersebut.
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Secara umum, yayasan tidak termasuk dalam kategori Pengusaha Kena Pajak (PKP) jika kegiatannya murni sosial, keagamaan, atau kemanusiaan dan tidak menghasilkan barang/jasa yang dikenakan PPN. Namun, yayasan dapat menjadi objek PPN atau memiliki kewajiban terkait PPN dalam beberapa situasi:
- Kegiatan Usaha yang Menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP): Jika yayasan memiliki unit usaha yang menghasilkan BKP/JKP (misalnya, menjual produk komersial) dan omzetnya telah melampaui batas PKP (saat ini Rp 4,8 miliar dalam satu tahun buku), maka yayasan wajib mendaftarkan diri sebagai PKP dan memungut PPN atas penyerahan BKP/JKP tersebut.
- Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean: Jika yayasan memanfaatkan jasa dari luar negeri yang merupakan JKP atau BKP tidak berwujud, yayasan bisa menjadi pemungut PPN atas jasa tersebut.
Jasa pendidikan, jasa kesehatan, atau jasa keagamaan tertentu yang disediakan oleh yayasan seringkali dikecualikan dari pengenaan PPN, namun harus dipastikan sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan.
4. Pengecualian Pajak (Fasilitas Pajak)
Pemerintah memberikan beberapa fasilitas atau pengecualian pajak untuk yayasan yang memenuhi syarat, terutama yang bergerak di bidang pendidikan, sosial, atau keagamaan. Contohnya:
- Bantuan/Sumbangan/Hibah/Wakaf: Umumnya, penerimaan bantuan/sumbangan/hibah/wakaf oleh yayasan bukan merupakan objek PPh bagi yayasan, asalkan tidak ada hubungan kepemilikan, penguasaan, atau kepentingan langsung maupun tidak langsung antara pemberi dan penerima, dan dana tersebut digunakan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan. Namun, pemberi sumbangan/hibah mungkin dapat membebankan biayanya jika memenuhi syarat tertentu.
- Pengecualian PPN: Jasa pendidikan, jasa kesehatan, atau jasa keagamaan tertentu yang disediakan oleh yayasan seringkali dikecualikan dari pengenaan PPN.
Untuk memanfaatkan pengecualian ini, yayasan harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dan melaporkannya dalam SPT Tahunan dengan benar. Penting untuk menyimpan bukti-bukti pendukung yang memadai.
5. Kewajiban Pelaporan dan Pembukuan
- SPT Tahunan PPh Badan: Setiap yayasan wajib melaporkan SPT Tahunan PPh Badan, meskipun yayasan mungkin tidak memiliki penghasilan kena pajak atau memiliki fasilitas pengecualian. Laporan ini mencakup laporan keuangan yayasan (posisi keuangan, laporan aktivitas, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan).
- SPT Masa: Yayasan wajib melaporkan SPT Masa (PPh Pasal 21, 23, 4 ayat (2), PPN) jika ada transaksi yang mengharuskan pemotongan/pemungutan pajak tersebut, biasanya dilakukan setiap bulan.
- Pembukuan: Yayasan wajib menyelenggarakan pembukuan yang lengkap dan benar sesuai standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (misalnya, Standar Akuntansi Keuangan Entitas Nirlaba/PSAK 45 atau SAK ETAP jika relevan). Pembukuan ini menjadi dasar bagi penyusunan laporan keuangan dan pelaporan pajak yang akurat.
Mengelola aspek pajak yayasan bisa cukup kompleks karena sifatnya yang nirlaba namun tetap terikat pada berbagai ketentuan pajak. Oleh karena itu, sangat disarankan bagi yayasan untuk berkonsultasi dengan akuntan publik atau konsultan pajak yang berpengalaman dalam menangani entitas nirlaba. Kepatuhan pajak tidak hanya menghindari sanksi dan denda, tetapi juga mencerminkan tata kelola yayasan yang baik, transparan, dan profesional, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan publik dan donor.
Tantangan dan Tips dalam Mendirikan dan Mengelola Yayasan
Mendirikan yayasan adalah langkah mulia yang penuh potensi untuk membawa perubahan positif, namun juga diiringi dengan berbagai tantangan. Dari tahap awal pendirian hingga pengelolaan jangka panjang, yayasan membutuhkan komitmen, strategi yang matang, dan kepatuhan terhadap regulasi. Berikut adalah beberapa tantangan umum yang sering dihadapi oleh yayasan serta tips praktis untuk menghadapinya dan memastikan keberlanjutan organisasi.
Tantangan dalam Mendirikan dan Mengelola Yayasan:
- Kompleksitas Prosedur Hukum dan Administratif: Proses pendirian yayasan melibatkan banyak dokumen, prosedur notaris, dan pengesahan Kemenkumham, serta pengurusan berbagai izin dan NPWP yang bisa terasa rumit dan memakan waktu bagi pemula atau mereka yang kurang berpengalaman.
- Penentuan Maksud dan Tujuan yang Jelas dan Spesifik: Merumuskan maksud, tujuan, dan kegiatan yang spesifik, relevan, unik, dan tidak tumpang tindih dengan yayasan lain bisa menjadi tantangan tersendiri. Ketiadaan fokus dapat menyulitkan operasional dan penggalangan dana.
- Ketersediaan Kekayaan Awal: Memenuhi persyaratan kekayaan awal, terutama bagi yayasan baru yang belum memiliki sumber dana yang stabil, seringkali menjadi kendala awal.
- Pencarian Anggota Organ yang Kompeten dan Berintegritas: Menemukan individu dengan integritas, komitmen, dan keahlian yang tepat untuk mengisi posisi Pembina, Pengurus, dan Pengawas adalah hal krusial. Harmoni dan sinergi antar organ juga penting.
- Penggalangan Dana Berkelanjutan: Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan sumber pendanaan yang stabil dan berkelanjutan untuk menjalankan program yayasan. Ketergantungan pada satu sumber dana sangat berisiko.
- Tata Kelola dan Akuntabilitas: Menjaga transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme dalam pengelolaan dana dan operasional yayasan adalah pekerjaan yang berkesinambungan. Konflik kepentingan internal juga bisa menjadi batu sandungan.
- Kepatuhan Regulasi yang Beragam: Memastikan yayasan selalu patuh terhadap berbagai peraturan yang berlaku, mulai dari UU Yayasan, hukum perpajakan, undang-undang ketenagakerjaan, hingga peraturan terkait sektor kegiatan (misalnya pendidikan, kesehatan, sosial) yang terus berubah.
- Manajemen Relawan dan Karyawan: Mengelola sumber daya manusia, baik relawan maupun karyawan, agar tetap termotivasi, terlatih, dan efektif dalam mencapai tujuan yayasan membutuhkan keterampilan manajerial yang baik.
- Pengukuran Dampak dan Komunikasi: Menunjukkan dampak nyata dari kegiatan yayasan kepada donatur dan masyarakat, serta mengkomunikasikan capaian tersebut secara efektif, kadang sulit diukur secara kuantitatif dan kualitatif.
- Perubahan Lingkungan Sosial dan Ekonomi: Yayasan harus adaptif terhadap perubahan kebutuhan masyarakat, tren sosial, serta kondisi ekonomi yang dapat mempengaruhi operasional dan dukungan.
Tips untuk Mendirikan dan Mengelola Yayasan yang Sukses:
- Rencanakan dengan Matang Sejak Awal:
- Visi dan Misi yang Kuat: Sebelum melangkah ke notaris, pastikan visi, misi, maksud, tujuan, dan nilai-nilai inti yayasan sudah dirumuskan dengan sangat jelas dan terstruktur. Ini akan menjadi panduan utama dalam setiap keputusan dan kegiatan.
- Studi Kelayakan: Lakukan riset mendalam untuk memastikan kebutuhan akan yayasan Anda memang ada, target penerima manfaat jelas, dan belum banyak ditangani oleh yayasan lain, atau ada celah yang bisa Anda isi.
- Perencanaan Keuangan: Buat proyeksi anggaran awal dan strategi penggalangan dana jangka pendek dan panjang. Identifikasi potensi sumber dana dan bagaimana cara mencapainya.
- Manfaatkan Jasa Profesional:
- Notaris Berpengalaman: Libatkan notaris yang memang memiliki spesialisasi atau pengalaman dalam mendirikan yayasan. Mereka dapat memberikan nasihat hukum yang tepat, membantu penyusunan Anggaran Dasar yang kuat, dan memastikan akta pendirian sesuai regulasi terbaru.
- Konsultan Hukum/Pajak: Jika memungkinkan, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan konsultan hukum atau pajak yang ahli di bidang nirlaba untuk memahami kewajiban yayasan secara menyeluruh, terutama terkait izin operasional, kepatuhan pajak, dan potensi fasilitas pajak.
- Pilih Organ Yayasan yang Tepat dan Kuat:
- Integritas dan Kompetensi: Pilih anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas yang tidak hanya memiliki integritas tinggi dan komitmen pada misi yayasan, tetapi juga memiliki keahlian yang relevan (misalnya, keuangan, hukum, manajemen program, pengembangan masyarakat).
- Hindari Konflik Kepentingan: Pastikan tidak ada rangkap jabatan yang dilarang dan potensi konflik kepentingan diminimalisir. Transparansi hubungan antar organ sangat penting.
- Prioritaskan Tata Kelola yang Baik (Good Governance):
- Transparansi: Selalu menjaga transparansi dalam seluruh aspek pengelolaan, terutama keuangan. Publikasikan laporan tahunan (jika memungkinkan) dan informasi relevan lainnya kepada publik dan donatur.
- Akuntabilitas: Organ Pengurus harus akuntabel kepada Pembina, dan yayasan secara keseluruhan akuntabel kepada donatur dan publik. Buat laporan keuangan dan laporan program secara berkala dan terperinci.
- Kepatuhan: Pastikan semua operasional dan keputusan sesuai dengan Anggaran Dasar, UU Yayasan, dan peraturan lainnya. Lakukan audit internal atau eksternal secara rutin.
- Fokus pada Penggalangan Dana yang Berkelanjutan:
- Diversifikasi Sumber Dana: Jangan hanya bergantung pada satu sumber pendanaan. Kembangkan strategi penggalangan dana dari berbagai pihak: individu, korporasi (CSR), pemerintah, lembaga donor lokal maupun internasional, dan bahkan potensi usaha sosial.
- Bangun Kepercayaan: Kepercayaan adalah kunci dalam penggalangan dana. Komunikasikan dampak Anda secara jelas, tunjukkan transparansi dalam penggunaan dana, dan jalin hubungan baik dengan donatur dan calon mitra.
- Aktif Bersinergi dan Membangun Jaringan:
- Kemitraan Strategis: Jalin kemitraan dengan organisasi lain, pemerintah, atau sektor swasta yang memiliki visi dan tujuan serupa. Kolaborasi dapat memperluas jangkauan dan dampak program Anda.
- Jaringan Profesional: Ikut serta dalam forum-forum yayasan, asosiasi organisasi nirlaba, atau komunitas terkait untuk belajar, berbagi pengalaman, dan mencari dukungan serta peluang baru.
- Adaptif dan Inovatif:
- Evaluasi Berkala: Lakukan evaluasi berkala terhadap program dan strategi yayasan untuk melihat efektivitasnya, mengidentifikasi kelemahan, dan melakukan penyesuaian yang diperlukan.
- Inovasi: Terbuka terhadap ide-ide baru, teknologi, dan cara-cara inovatif dalam mencapai tujuan yayasan dan menghadapi tantangan sosial yang kompleks.
- Pengelolaan Dokumentasi yang Baik: Pastikan semua dokumen legal, finansial, dan operasional diarsipkan dengan rapi, aman, dan mudah diakses. Ini penting untuk kepatuhan dan referensi di masa depan.
Mendirikan dan mengelola yayasan adalah sebuah maraton, bukan sprint. Dengan perencanaan yang matang, komitmen yang kuat dari seluruh organ, dan tata kelola yang profesional, yayasan Anda dapat menjadi agen perubahan yang efektif dan berkelanjutan bagi masyarakat, mewujudkan visi mulia untuk kebaikan bersama.
Kesimpulan: Fondasi Kuat untuk Dampak Sosial yang Nyata
Akta Pendirian Yayasan bukanlah sekadar tumpukan kertas, melainkan sebuah dokumen legal yang menjadi fondasi utama bagi setiap yayasan untuk menjalankan misi sosial, keagamaan, atau kemanusiaannya secara sah dan efektif. Sepanjang pembahasan ini, kita telah melihat betapa krusialnya akta pendirian sebagai "akte kelahiran" resmi yang memberikan status badan hukum, legitimasi, dan kerangka operasional bagi yayasan.
Dari pengenalan definisi hingga perincian unsur-unsur penting di dalamnya – mulai dari nama yang unik, maksud dan tujuan yang terdefinisi, kekayaan awal yang mandiri, hingga struktur organ Pembina, Pengurus, dan Pengawas yang jelas – setiap detail dalam akta pendirian memiliki peran vital. Ia memastikan bahwa yayasan memiliki identitas yang jelas, arah yang terdefinisi, dan tata kelola yang akuntabel. Tanpa akta yang sah dan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM, sebuah entitas tidak akan memiliki pijakan hukum untuk disebut sebagai yayasan, yang akan menghambat kemampuannya untuk berinteraksi dalam lalu lintas hukum, menggalang dana, atau membangun kepercayaan publik.
Proses pembuatan akta, yang melibatkan peran sentral notaris sebagai penjamin keabsahan hukum, serta langkah-langkah selanjutnya seperti pendaftaran NPWP, pembukaan rekening bank atas nama yayasan, dan pengurusan izin-izin operasional, adalah serangkaian tahapan yang tidak bisa diabaikan. Setiap tahapan ini dirancang untuk memastikan bahwa yayasan beroperasi sesuai dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan hukum. Pemahaman mendalam tentang aspek pajak dan mekanisme perubahan Anggaran Dasar juga esensial untuk menjaga keberlanjutan dan adaptasi yayasan terhadap lingkungan yang terus berkembang.
Mendirikan dan mengelola yayasan memang memiliki tantangannya tersendiri, mulai dari aspek legalitas, pendanaan, hingga manajemen sumber daya manusia. Namun, dengan perencanaan yang matang, pemilihan anggota organ yang berintegritas dan kompeten, serta komitmen terhadap tata kelola yang baik dan profesionalisme, yayasan dapat tumbuh menjadi organisasi yang kuat dan berdampak nyata bagi masyarakat. Akta pendirian adalah titik awal dari perjalanan ini – sebuah komitmen tertulis untuk kebaikan bersama, yang memandu yayasan melewati setiap rintangan dan merayakan setiap keberhasilan.
Dengan fondasi yang kokoh yang dibangun melalui akta pendirian yang cermat dan sah, yayasan dapat fokus pada apa yang menjadi inti keberadaannya: menciptakan perubahan positif dan memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat. Semoga panduan komprehensif ini memberikan pemahaman yang mendalam dan menjadi inspirasi berharga bagi Anda yang berdedikasi untuk mewujudkan visi kemanusiaan, sosial, atau keagamaan melalui pendirian dan pengelolaan yayasan.