Dalam lembaran-lembaran suci Al-Qur'an, setiap ayat membawa petunjuk dan pelajaran mendalam bagi umat manusia. Salah satu ayat yang sering menjadi sorotan dalam konteks kepemimpinan dan hubungan antarmanusia adalah firman Allah dalam Surah Al-Anfal, ayat ke-45. Ayat ini memberikan instruksi yang tegas mengenai bagaimana seharusnya kaum Mukminin bersikap ketika menghadapi musuh, khususnya dalam medan pertempuran.
Lafaz dan Terjemahan Al-Anfal Ayat 45
Ayat ini secara spesifik menekankan pentingnya ketaatan, kesabaran, dan menghindari perselisihan saat menghadapi tantangan besar. Berikut adalah lafaz aslinya:
Terjemahan: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu suatu pasukan, maka tetaplah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung." (QS. Al-Anfal: 45)
Visualisasi Ketaatan dan Keteguhan
Ilustrasi SVG yang menggambarkan sekelompok prajurit berdiri tegak (melambangkan 'fathbatū' atau keteguhan) di bawah simbol ketuhanan, menunjukkan fokus pada dzikir saat menghadapi ujian.
Kunci Keberuntungan: Keteguhan dan Dzikir
Ayat Al-Anfal 45 ini bukan sekadar panduan militer; ia adalah manual spiritual. Frasa kunci pertama adalah "fa-tsbutu", yang berarti tetaplah teguh, jangan gentar, dan jangan lari dari medan perjuangan. Dalam konteks yang lebih luas, ini berarti konsisten pada prinsip iman, tidak mudah goyah oleh godaan duniawi, atau patah semangat saat menghadapi kesulitan hidup.
Selanjutnya, ayat ini memerintahkan, "wa-dhkurullaha katsiran", yaitu mengingat Allah sebanyak-banyaknya. Dzikir di sini berfungsi sebagai jangkar spiritual. Ketika pikiran dipenuhi ketakutan, kekhawatiran, atau keraguan, mengingat Allah akan menenangkan hati dan mengembalikan fokus pada tujuan utama, yaitu mencari keridhaan-Nya. Keberanian sejati lahir bukan dari kekuatan fisik semata, melainkan dari koneksi yang kuat dengan Sumber Kekuatan yang Maha Agung.
Imam As-Suyuthi dan mufassir lainnya menjelaskan bahwa dalam situasi genting, seorang Mukmin harus memastikan bahwa seluruh tindakan, termasuk di medan pertempuran, didasari oleh ketaatan kepada perintah Allah. Jika mereka tetap teguh dan senantiasa berdzikir, maka janji ilahi akan terwujud: "la'allakum tuflihun" (agar kamu beruntung).
Implikasi Non-Militer dari Al-Anfal 45
Meskipun ayat ini diturunkan dalam konteks peperangan, relevansinya meluas ke setiap aspek kehidupan seorang Muslim. Kehidupan duniawi seringkali diibaratkan sebagai medan jihad yang berkelanjutan. Kita terus menerus bertemu 'pasukan' dalam bentuk tantangan.
Sebagai contoh, ketika seseorang menghadapi krisis finansial, tekanan pekerjaan yang luar biasa, atau bahkan perjuangan melawan hawa nafsu (jihadun nafs), perintah Al-Anfal 45 tetap berlaku: Tetaplah teguh pada nilai-nilai Islam yang telah diyakini, dan perkuat diri dengan dzikir tanpa henti. Kegagalan untuk "tetap teguh" seringkali muncul dari sikap saling menyalahkan dan berpecah belah, yang mana hal ini dilarang dalam ayat berikutnya (Al-Anfal 46) yang memerintahkan agar tidak berselisih jika terjadi perselisihan.
Keteguhan (tsabat) tanpa disertai dzikir akan terasa kering dan kaku, sementara dzikir tanpa keteguhan akan menjadi sentimental tanpa aksi nyata. Oleh karena itu, kedua elemen ini harus berjalan beriringan. Memahami secara mendalam makna dari Al-Anfal 45 mengajarkan kita bahwa kemenangan akhir—keberuntungan sejati—ditempa melalui ketenangan jiwa yang diperoleh dari pengakuan absolut bahwa hanya Allah-lah penolong dan sumber kekuatan.
Ayat ini menjadi pengingat abadi bahwa keberhasilan umat bukanlah hasil kalkulasi strategi semata, melainkan hasil dari integritas spiritual dan ketaatan yang tak tergoyahkan kepada perintah ilahi, bahkan ketika situasi tampak paling menakutkan sekalipun.