Di antara lautan lafaz zikir yang menggema di Tanah Suci, terdapat satu kalimat yang paling fundamental dan penuh makna dalam ibadah haji maupun umrah: "Allahumma Labbaik", atau yang lebih dikenal sebagai ucapan Talbiyah. Kalimat ini bukan sekadar serangkaian kata, melainkan deklarasi totalitas penyerahan diri seorang hamba kepada Rabb-nya, sebuah manifestasi spiritual yang memuncak saat memasuki Miqat hingga melontar jumrah Aqabah di hari raya.
Ketika seseorang mengucapkan "Allahuma Labbaik Arab" dengan penghayatan penuh, ia sedang menjawab panggilan ilahi yang telah diikrarkan sejak zaman Nabi Ibrahim AS. Makna literalnya adalah, "Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu." Ini adalah respons langsung terhadap panggilan tauhid yang pertama kali diserukan oleh Allah SWT kepada seluruh umat manusia. Bayangkan jutaan orang dari berbagai penjuru dunia, dengan segala perbedaan bahasa, status sosial, dan warna kulit, bersatu padu dalam satu suara, satu niat, dan satu lafaz.
Pengulangan kalimat ini, yang wajib dilakukan oleh setiap jamaah haji atau umrah, berfungsi sebagai pembersih jiwa. Saat mengucapkan "Labbaik Allahumma Labbaik", seorang Muslim melepaskan semua atribut duniawi. Pakaian ihram yang sederhana—dua lembar kain putih tanpa jahitan—menjadi simbol bahwa di hadapan Allah, kita semua sama. Tidak ada raja, tidak ada rakyat jelata; yang ada hanyalah hamba yang memanggil dan Tuhan yang Maha Menguasai.
Fase mengucapkan Talbiyah dimulai sejak jamaah berniat ihram di Miqat. Momentum ini krusial karena menandai transisi spiritual dari kehidupan biasa menuju kehidupan ibadah penuh. Di tengah keramaian dan tantangan fisik selama perjalanan ibadah, mengulang lafaz Allahuma Labbaik Arab menjadi jangkar spiritual. Ini mengingatkan bahwa tujuan utama setiap langkah, setiap kesulitan yang dihadapi, adalah semata-mata karena cinta dan ketaatan kepada Sang Pencipta.
Lebih jauh lagi, penekanan pada frasa "La syarika laka" (Tiada sekutu bagi-Mu) menegaskan inti ajaran Islam: Tauhid. Ini adalah penegasan ulang bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Dalam konteks haji, di mana jamaah melakukan ritual yang menyerupai jejak para nabi—mulai dari thawaf mengelilingi Ka'bah (mengikuti jejak Nabi Ibrahim dan Ismail) hingga sa'i (mengikuti jejak Siti Hajar)—pengakuan keesaan Allah melalui Talbiyah menjadi pengikat seluruh amalan tersebut.
Menghayati "Allahuma Labbaik" berarti menghayati makna kepemilikan. Ketika kita mengakui bahwa "Innal hamda wan ni'mata lakal mulk" (Sesungguhnya segala puji, nikmat, dan kekuasaan hanya milik-Mu), kita menyerahkan ego dan kesombongan. Kita menyadari bahwa semua pencapaian duniawi hanyalah titipan, dan hakikat kekuasaan sejati berada di tangan Allah semata. Inilah inti dari pengabdian tertinggi.
Oleh karena itu, bagi mereka yang sedang menjalani ibadah, menggemakan lantunan Talbiyah ini dengan suara yang lantang dan hati yang khusyuk adalah bentuk ibadah yang sangat dianjurkan. Keindahan lafaz Allahuma Labbaik Arab terletak pada kesederhanaan maknanya yang mencakup seluruh aspek penyerahan diri seorang Muslim: pengakuan, pemujaan, dan pemenuhan janji suci kepada Allah SWT. Ini adalah panggilan abadi yang terus bergema, menyatukan hati yang merindukan kebenaran mutlak.