Saya Lain Ingin...

Andaikan Diriku Bisa Seperti yang Lain

Dunia terasa seperti panggung besar, dan kita semua adalah aktor yang sesekali lupa naskahnya. Di tengah keramaian itu, mata seringkali tertuju pada sorotan lampu yang menerangi orang lain. Kalimat "Andaikan diriku bisa seperti yang lain" adalah bisikan yang sering menggema, sebuah pengakuan akan kekurangan yang terasa nyata saat dibandingkan dengan kilau kesuksesan orang di sekitar kita.

Kita melihat teman sebaya yang dengan mudah mendapatkan promosi, yang kemampuannya berbicara di depan umum selalu memukau, atau yang hidupnya terlihat begitu teratur dan bebas dari kekacauan. Mereka tampak memiliki cetak biru kehidupan yang sempurna, sementara kita masih berkutat dengan sketsa kasar yang seringkali perlu dihapus dan digambar ulang berkali-kali. Perasaan ini adalah hal yang sangat manusiawi; otak kita dirancang untuk membandingkan, mencari pola, dan mengidentifikasi posisi kita dalam hierarki sosial.

Jebakan Perbandingan Digital

Di era modern, perbandingan ini diperparah oleh kehadiran media sosial. Kehidupan yang dipamerkan di layar seringkali adalah versi terbaik yang telah disaring dan diedit. Kita membandingkan bab pertama kita sendiri—yang penuh perjuangan dan kegagalan—dengan bab terakhir orang lain yang sudah selesai diedit. Ini menciptakan ilusi bahwa kemudahan adalah standar, bukan pengecualian. Kita lupa bahwa di balik setiap capaian yang dibagikan, terdapat puluhan malam tanpa tidur, kegagalan yang tidak pernah dipublikasikan, dan keraguan diri yang tersembunyi.

Ketika kita mengucapkan "andaikan aku bisa seperti dia dalam hal..." kita sebenarnya sedang meminjam kacamata orang lain untuk melihat diri sendiri. Kita fokus pada hasil akhir mereka, tanpa memahami proses yang mereka lalui. Misalnya, jika kita mengagumi keberanian seseorang dalam berbisnis, kita mungkin lupa bahwa orang itu mungkin pernah mengalami kebangkrutan dua kali sebelumnya. Yang kita lihat hanyalah tembok kokoh yang mereka bangun hari ini, bukan fondasi retak yang telah mereka perbaiki secara diam-diam.

Kekuatan Otentisitas

Namun, ada sebuah ironi indah dalam keinginan ini. Keinginan untuk menjadi seperti yang lain sebenarnya bersumber dari pengakuan bahwa ada kualitas berharga yang ingin kita miliki. Itu adalah indikasi bahwa kita memiliki potensi dan aspirasi. Masalahnya muncul ketika aspirasi itu menuntut kita untuk menanggalkan diri kita sendiri. Tidak peduli seberapa mengagumkan sebuah lagu, lagu itu akan terdengar sumbang jika dinyanyikan oleh instrumen yang salah.

Setiap individu adalah hasil unik dari rangkaian peristiwa, bakat bawaan, lingkungan, dan pelajaran hidup yang spesifik. Keunikan inilah yang membuat dunia berwarna. Keahlian yang dimiliki orang lain mungkin bukan keahlian yang paling dibutuhkan dari diri kita. Mungkin, alih-alih memiliki keberanian yang sama seperti mereka, yang kita perlukan adalah ketekunan yang lebih sabar, atau empati yang lebih mendalam.

Mengubah fokus dari "mengapa aku tidak bisa seperti mereka?" menjadi "bagaimana aku bisa memaksimalkan apa yang sudah kumiliki?" adalah langkah pertama menuju pembebasan diri. Proses ini memerlukan introspeksi yang jujur: mengenali kekuatan yang sering kita anggap remeh dan menerima kekurangan yang tidak akan pernah hilang sepenuhnya, karena kekurangan itu juga bagian dari arsitektur diri kita.

Menerima Perjalanan Sendiri

Perjalanan adalah milik kita sendiri. Jika kita terus mencoba meniru langkah orang lain, kita berisiko tersandung karena kita tidak mengetahui tekstur tanah di bawah kaki mereka. Kebebasan sejati datang ketika kita berhenti membandingkan nilai intrinsik diri kita dengan metrik kesuksesan orang lain. Nilai kita tidak diukur dari seberapa tinggi kita melompat, tetapi dari seberapa baik kita berlari di lintasan yang telah ditentukan untuk kita.

Maka, hari ini, mari kita ubah doa kecil itu. Alih-alih berandai-andai menjadi mereka, mari kita berjanji untuk menjadi versi diri kita yang paling otentik, yang paling berani, dan yang paling berkembang. Karena di antara semua orang yang kita kagumi, yang paling penting untuk kita kagumi dan dukung adalah diri kita sendiri, di setiap tahap perjuangan ini.

🏠 Homepage