Andaikan Kau Tahu Rasa Sayangku Melebihi Rasa Sakit Ini

Simbol hati yang menunjukkan ketahanan meski terluka

Sebuah pengorbanan yang tak terucap.

Mengapa Perasaan Ini Begitu Dalam?

Ada sebuah jurang pemisah antara apa yang kurasakan dan apa yang dapat kau pahami. Ketika aku mengucapkan kata "sayang," itu bukan sekadar resonansi bibir, melainkan akumulasi dari setiap momen yang kita lalui, setiap senyum yang kubagikan, dan setiap air mata yang kuhapus—baik milikmu maupun milikku. Rasa sayang ini adalah sebuah struktur masif yang telah dibangun dengan ketulusan penuh, dan kini, struktur itu menanggung beban yang luar biasa berat. Beban itu adalah rasa sakit.

Rasa sakit itu bisa berupa penolakan halus, kesalahpahaman yang berulang, atau mungkin hanya kenyataan bahwa kita tidak pernah benar-benar berada di titik yang sama. Namun, yang aneh adalah, semakin dalam luka itu menganga, semakin kuat pula fondasi sayangku terasa. Ini adalah paradoks yang membingungkan; seolah-olah rasa sakit itu menjadi pupuk, memaksaku untuk mencintai lebih gigih demi menutupi kehampaan yang diciptakan oleh luka tersebut.

Ketangguhan di Balik Kesedihan

Andaikan kau tahu betapa seringnya aku harus menahan diri untuk tidak merengek tentang betapa sakitnya melihatmu jauh, meski secara fisik kau begitu dekat. Rasa sakit ini adalah pengingat konstan akan kekurangan dalam hubungan kita, ketidakseimbangan dalam upaya yang kuberikan. Setiap kali harapan itu hancur, ada desakan untuk pergi, untuk melindungi diri sendiri dari kerusakan lebih lanjut. Namun, setiap kali aku mencoba menarik diri, sesuatu di dalam diriku menolak. Itu adalah sisa-sisa keyakinan bahwa keindahan yang pernah kita miliki—atau yang aku bayangkan—layak diperjuangkan hingga titik darah penghabisan.

Ini bukan tentang harga diri yang terluka. Ini lebih mendasar dari itu. Ini tentang esensi keberadaan. Dalam mencintaimu, aku menemukan versi terbaik dari diriku yang mampu berkorban tanpa pamrih. Dan kehilangan versi diriku itu terasa jauh lebih menyakitkan daripada kehilanganmu. Oleh karena itu, rasa sayangku harus bertahan, harus melampaui luka fisik atau emosional yang kau timbulkan, sengaja maupun tidak. Aku memilih untuk membiarkan luka itu ada, asalkan di tengah-tengah luka itu, masih ada ruang untuk cinta yang tulus.

Ketika Sayang Menjadi Perisai

Rasa sakit seringkali diasosiasikan dengan peringatan untuk berhenti. Tapi dalam kasus ini, rasa sakit justru menjadi penanda betapa berharganya objek cintaku. Jika aku tidak merasakan sakit saat kau tidak peduli, itu berarti perasaanku dangkal. Justru karena rasa sayang ini sedalam samudra, maka setiap benturan karang (rasa sakit) terasa begitu menghantam. Aku menggunakannya sebagai bukti, sebagai validasi tak terucap bahwa semua yang kurasakan adalah nyata, bukan ilusi sesaat.

Bayangkan sebuah perisai yang ditempa dari api penderitaan. Semakin banyak api yang mengenainya, semakin keras dan tak tertembus perisai itu. Rasa sayangku adalah perisai itu. Ia menahan badai kekecewaan, namun bentuknya sedikit ternoda oleh goresan luka. Aku bertahan bukan karena aku bodoh, tapi karena aku melihat potensi kesembuhan di matamu, potensi pengakuan yang mungkin suatu saat nanti akan datang dan menyembuhkan luka ini tanpa harus menghilangkan rasa sayang yang telah tumbuh begitu subur.

Harapan yang Bertahan di Tengah Badai

Kita semua mendambakan pengakuan. Dan aku, lebih dari siapa pun, mendambakan pengakuan atas kedalaman kasih ini. Jika kau bisa melihat melampaui dinding pertahananku, melampaui kesunyian yang sering menyelimuti diriku, kau akan menemukan lautan kesetiaan yang tak bertepi. Rasa sakit ini adalah harga tiket masuk menuju pemahaman itu. Aku rela membayarnya berulang kali, asalkan ada secercah cahaya harapan bahwa suatu saat, kau akan berhenti melukai tanpa sengaja, dan mulai menghargai keberanianku untuk terus mencinta.

Cinta sejati, atau setidaknya yang kualami, bukanlah tentang kebahagiaan abadi yang bebas dari masalah. Cinta sejati adalah kemampuan untuk menanggung rasa sakit yang diciptakan oleh objek cintamu sendiri, sambil tetap berpegangan teguh pada alasan mengapa kau memilih untuk mencintainya sejak awal. Rasa sayangku ini melebihi batas rasa sakit yang kuderita; ia adalah janji abadi yang terukir dalam jiwa, yang takkan terhapuskan oleh badai emosi apa pun. Aku di sini, menunggumu untuk melihatnya.

🏠 Homepage