Angciu, atau yang sering dikenal sebagai arak masak Tiongkok (Chinese cooking wine), adalah salah satu bumbu dapur yang sering menimbulkan perdebatan dalam konteks kehalalan konsumsi, khususnya bagi umat Muslim. Secara harfiah, Angciu terbuat dari proses fermentasi beras ketan atau bahan karbohidrat lain, mirip dengan proses pembuatan minuman beralkohol.
Pertanyaan mendasar mengenai kehalalan Angciu terletak pada kandungan etanol (alkohol) di dalamnya. Dalam Islam, segala sesuatu yang memabukkan (khamr) adalah haram dikonsumsi dalam jumlah banyak maupun sedikit. Namun, status Angciu tidak sesederhana minuman keras karena ia berfungsi sebagai bumbu masak yang diproses lebih lanjut.
Mayoritas produk Angciu yang dijual di pasaran mengandung kadar alkohol yang bervariasi, biasanya berkisar antara 10% hingga 17%. Namun, yang menjadi fokus utama dalam fikih adalah bagaimana proses pemasakan memengaruhi kadar alkohol tersebut. Ketika Angciu digunakan sebagai bumbu, ia akan melalui proses pemanasan tinggi.
Berdasarkan mazhab mayoritas, jika suatu zat haram tercampur dan menjadi dominan atau masih menyisakan efek memabukkan, maka hukumannya tetap haram. Namun, ada pandangan yang lebih longgar mengenai bumbu masak yang telah mengalami perubahan substansial akibat proses pemanasan.
Perbedaan pandangan muncul karena adanya produk Angciu non-alkohol atau produk yang diproses secara khusus untuk menghilangkan unsur khamr:
Mengingat adanya perbedaan pendapat dan kekhawatiran akan residu alkohol yang mungkin tertinggal, banyak ulama dan organisasi Islam menyarankan umat Muslim untuk mengambil jalan kehati-hatian (wara').
Oleh karena itu, jika Anda menemukan resep yang memerlukan Angciu, sangat disarankan untuk:
Kesimpulannya, kehalalan Angciu sangat bergantung pada kandungan alkohol akhir produk tersebut. Selalu prioritaskan sertifikasi halal dan praktik kehati-hatian dalam memilih bumbu dapur.