Di antara ribuan spesies anggrek yang tersebar di seluruh dunia, terdapat satu genus yang selalu berhasil mencuri perhatian karena penampilannya yang benar-benar unik: Dracula. Dan di dalam genus ini, anggrek yang paling terkenal adalah Dracula simia, atau yang lebih populer dikenal sebagai anggrek muka monyet.
Alt Text: Representasi visual sederhana dari bunga anggrek Dracula simia yang menyerupai wajah monyet.
Nama 'anggrek muka monyet' bukanlah sekadar julukan iseng. Ketika seseorang melihat bunga ini, terutama bagian labellum dan dua kelopak sampingnya, kemiripan dengan wajah primata sangatlah jelas. Istilah Dracula simia sendiri secara harfiah berarti "anggrek vampir kecil yang seperti monyet," merujuk pada genus Dracula (yang memiliki sepal panjang yang menyerupai taring) dan spesies simia yang berarti monyet.
Anggrek ini merupakan spesies epifit, artinya ia tumbuh menempel pada pohon tanpa menjadi parasit, mengambil kelembapan dan nutrisi dari udara dan hujan. Habitat aslinya sangat spesifik, yaitu hutan berkabut dan lembap di ketinggian Andes di Ekuador dan Peru. Kebutuhan lingkungan yang sangat spesifik inilah yang menjadikannya tantangan besar bagi para kolektor dan penghobi di luar habitat alaminya.
Secara botani, anggrek ini sangat berbeda dari anggrek tropis yang sering kita lihat. Mereka tumbuh subur di lingkungan yang relatif dingin. Bunganya biasanya kecil hingga sedang, dengan warna dominan putih krem yang dihiasi bercak merah marun atau ungu. Ciri khas utamanya adalah tiga sepal yang menyatu membentuk struktur seperti tabung, dengan dua "telinga" kecil di bagian atas.
Namun, daya tarik utama tetaplah labellum yang termodifikasi. Bentuknya yang melengkung dan berwarna cokelat kemerahan memberikan ilusi mata, hidung, dan mulut seekor monyet. Struktur ini bukan hanya kebetulan evolusioner; ia berfungsi untuk menarik serangga penyerbuk tertentu, kemungkinan besar lalat kecil, yang tertarik pada bau unik yang dihasilkan oleh bunga tersebut.
Meskipun memiliki penampilan yang sangat fotogenik dan sering viral di internet, membudidayakan anggrek muka monyet bukanlah tugas mudah. Mereka memerlukan kondisi yang sangat menyerupai hutan awan tempat mereka berasal. Suhu ideal harus dijaga tetap rendah sepanjang tahun, biasanya tidak melebihi 22 derajat Celsius pada siang hari dan harus turun secara signifikan di malam hari.
Kelembapan udara harus selalu tinggi, sering kali di atas 70%. Jika kelembapan kurang, daun bisa mengering. Sebaliknya, jika ventilasi buruk dan kelembapan terlalu tinggi tanpa aliran udara yang memadai, jamur dan busuk akar akan menyerang dengan cepat. Karena kebutuhan ekstrem ini, anggrek muka monyet sering kali hanya berhasil dibudidayakan oleh para spesialis yang mampu mereplikasi lingkungan mikro pegunungan Andes di rumah kaca mereka.
Karena habitatnya yang terbatas dan rentan terhadap perubahan iklim serta deforestasi, Dracula simia menghadapi ancaman konservasi. Meskipun banyak spesimen yang diperdagangkan berasal dari budidaya, ancaman terhadap populasi liar tetap nyata. Keberadaan anggrek unik seperti ini mengingatkan kita betapa berharganya keanekaragaman hayati dan betapa rapuhnya ekosistem hutan dataran tinggi.
Setiap kali kita mengagumi keajaiban alam yang tampilannya begitu aneh namun memukau, seperti anggrek muka monyet, kita juga diingatkan akan tanggung jawab kita untuk melindungi rumah bagi spesies-spesies luar biasa tersebut. Anggrek ini adalah bukti nyata bahwa alam tidak pernah berhenti mengejutkan imajinasi manusia dengan karya seni biologisnya yang tak tertandingi.