Di tengah keragaman flora dunia, terdapat satu spesies anggrek yang selalu berhasil mencuri perhatian dan memicu senyum: Anggrek Wajah Monyet, atau yang dikenal secara ilmiah sebagai *Dracula simia*. Namanya bukan tanpa alasan. Ketika kita mengamati bunga ini dari jarak dekat, susunan kelopak, labellum, dan kolomnya secara ajaib membentuk siluet yang sangat mirip dengan wajah seekor kera kecil. Fenomena ini adalah salah satu keajaiban evolusi botani yang paling memesona.
Spesies ini pertama kali dideskripsikan secara ilmiah oleh Dr. Carlyle A. Luer. Nama genusnya, *Dracula*, merujuk pada dua taji panjang yang menjuntai dari pangkal kelopak, yang mengingatkan pada taring drakula. Namun, bagian yang paling ikonik adalah labellum (sejenis daun mahkota termodifikasi) yang menyerupai wajah primata. Bagian atas bunga seringkali berwarna putih atau krem, sementara 'wajah' itu sendiri didominasi oleh corak cokelat, merah tua, atau ungu gelap.
Anggrek Wajah Monyet bukanlah tanaman yang mudah ditemukan di sembarang tempat. Mereka adalah spesies epifit, yang berarti mereka tumbuh menempel pada pohon di hutan hujan dataran tinggi. Habitat alami mereka tersebar di hutan berkabut pegunungan di Ekuador dan Peru, terutama pada ketinggian antara 1.000 hingga 2.400 meter di atas permukaan laut.
Kondisi lingkungan di habitat aslinya sangat spesifik dan krusial bagi kelangsungan hidup mereka:
Karena persyaratan habitat yang ketat ini, pembudidayaan anggrek wajah monyet di luar habitat aslinya memerlukan perhatian ekstra terhadap pengaturan suhu dan kelembaban yang stabil.
Daya tarik visual anggrek wajah monyet ternyata adalah bagian dari strategi evolusioner yang cerdas untuk menarik penyerbuk spesifik. Di alam liar, bunga ini menarik serangga tertentu yang memiliki persepsi visual yang sensitif terhadap pola dan bentuk. Meskipun bentuknya mirip monyet, penyerbuk utamanya diyakini adalah lalat buah kecil (Drosophilidae) atau tawon kecil yang tertarik pada warna gelap dan bentuk labellum yang menonjol.
Ketika serangga mendarat pada labellum yang menyerupai wajah tersebut, mereka diarahkan secara tepat ke bagian tengah bunga di mana organ reproduksi berada, memastikan transfer serbuk sari (polinia) terjadi dengan efisien sebelum serangga tersebut terbang keluar. Keunikan bentuk ini adalah contoh luar biasa dari ko-evolusi antara tanaman dan mitra penyerbuknya.
Meskipun popularitasnya di kalangan kolektor anggrek terus meningkat, status konservasi *Dracula simia* tetap menjadi perhatian. Dalam beberapa dekade terakhir, deforestasi di hutan awan Amerika Selatan telah mengancam habitat alami mereka. Konservasi menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa bunga unik ini dapat terus tumbuh di alam bebas.
Bagi para penggemar hortikultura, meniru kondisi lembap dan sejuk pegunungan adalah kunci keberhasilan. Banyak pembudidaya sukses menggunakan wadah terbuka dengan media tanam yang sangat berpori (seperti campuran lumut sphagnum, potongan pakis, atau perlit) untuk memastikan akar tidak tergenang air sambil menjaga kelembaban atmosfer di sekitarnya tetap tinggi. Keindahan yang menyerupai wajah primata ini adalah hadiah bagi kesabaran para penanam anggrek yang teliti.