Anti androgen adalah sekelompok senyawa—baik obat-obatan resep maupun senyawa alami—yang dirancang untuk menghambat atau memblokir efek hormon androgen di dalam tubuh. Androgen, yang paling terkenal adalah testosteron dan dihidrotestosteron (DHT), merupakan hormon steroid penting yang memainkan peran kunci dalam perkembangan karakteristik seksual sekunder pria, pertumbuhan otot, dan kesehatan prostat.
Ketika kadar androgen terlalu tinggi atau ketika sel-sel target terlalu sensitif terhadapnya, hal ini dapat memicu berbagai kondisi medis. Di sinilah peran obat anti androgen menjadi krusial. Secara umum, obat-obatan ini bekerja dengan dua mekanisme utama: mengurangi produksi androgen atau memblokir reseptor tempat androgen seharusnya berikatan.
Mekanisme Kerja Anti Androgen
Untuk memahami mengapa anti androgen diperlukan, kita harus melihat bagaimana androgen bekerja. Androgen berinteraksi dengan sel melalui protein spesifik yang disebut reseptor androgen. Ketika androgen terikat pada reseptor ini, kompleks hormon-reseptor akan masuk ke inti sel dan memicu perubahan genetik yang menghasilkan respons androgenik (misalnya, pertumbuhan sel kanker prostat).
Obat anti androgen dapat mengganggu proses ini dalam beberapa cara:
- Antagonis Reseptor Androgen (ARBs): Ini adalah jenis yang paling umum. Obat ini secara fisik menduduki reseptor androgen pada permukaan sel. Dengan menduduki tempat tersebut, androgen alami (testosteron atau DHT) tidak dapat berikatan, sehingga sinyal pertumbuhan atau aktivasi hormon dicegah.
- Penghambat Sintesis Androgen: Jenis lain bekerja lebih hulu, biasanya dengan menargetkan enzim yang mengubah prekursor hormon menjadi androgen aktif, seperti menghambat konversi testosteron menjadi DHT yang lebih kuat di jaringan tertentu.
- Agonis/Antagonis Luteinizing Hormone-Releasing Hormone (LHRH): Meskipun tidak secara langsung anti androgen, obat yang menekan produksi hormon LHRH dari kelenjar pituitari akan secara drastis menurunkan kadar testosteron yang diproduksi oleh testis, yang secara efektif mengurangi jumlah androgen yang tersedia.
Indikasi Penggunaan Utama
Penggunaan terapi anti androgen sangat beragam, namun mayoritas aplikasinya terfokus pada kondisi yang sangat dipengaruhi oleh hormon laki-laki:
1. Kanker Prostat
Ini adalah indikasi klinis yang paling signifikan. Banyak kanker prostat bersifat androgen-sensitif; artinya, pertumbuhan sel kanker didorong oleh testosteron. Terapi Anti Androgen (Androgen Deprivation Therapy/ADT) bertujuan membatasi pasokan hormon ini untuk memperlambat atau menghentikan perkembangan tumor. Obat seperti enzalutamide atau bicalutamide sering digunakan dalam konteks ini.
2. Kondisi Kulit dan Rambut
Androgen, terutama DHT, adalah penyebab utama kerontokan rambut pola pria (alopesia androgenetik) dan kondisi kulit seperti jerawat parah (akne vulgaris) dan hirsutisme (pertumbuhan rambut berlebih pada wanita). Obat anti androgen tertentu dapat diresepkan untuk mengurangi produksi atau efek DHT pada folikel rambut dan kelenjar sebaceous.
3. Transisi Gender (Terapi Hormon)
Bagi individu yang menjalani transisi dari pria ke wanita (MTF), anti androgen adalah komponen penting. Mereka digunakan untuk menekan efek maskulinisasi dari testosteron endogen, sehingga memungkinkan hormon estrogen yang diberikan untuk memberikan efek feminisasi yang diinginkan.
Dampak dan Efek Samping
Karena androgen memainkan peran vital dalam berbagai fungsi fisiologis pria, memblokirnya sering kali disertai dengan efek samping yang signifikan. Efek samping ini bisa bervariasi tergantung jenis obat yang digunakan (penghambat sintesis vs. antagonis reseptor).
Beberapa efek samping umum dari terapi anti androgen meliputi:
- Penurunan libido (hasrat seksual) dan disfungsi ereksi.
- Kelelahan ekstrem (fatigue).
- Perubahan suasana hati atau depresi.
- Ginekomastia (pembesaran jaringan payudara pada pria).
- Penurunan kepadatan tulang (risiko osteoporosis jangka panjang).
- Potensi masalah hati (tergantung jenis obat).
Oleh karena itu, penggunaan anti androgen adalah selalu memerlukan pengawasan medis yang ketat untuk menyeimbangkan manfaat terapi dengan risiko efek samping yang mungkin timbul.