Bacaan Akad Nikah: Panduan Lengkap dan Maknanya

Ilustrasi Cincin Pernikahan untuk Akad Nikah عقد النكاح Perjanjian Pernikahan

Pernikahan dalam Islam bukan sekadar ikatan janji antara dua insan, melainkan sebuah ibadah agung yang menyatukan dua jiwa dalam bingkai syariat Allah SWT. Inti dari prosesi pernikahan ini adalah "akad nikah," sebuah momen sakral di mana ijab dan qabul diucapkan, mengikat dua insan menjadi pasangan suami istri yang sah di mata agama dan hukum. Memahami "bacaan akad" beserta segala rukun, syarat, dan maknanya adalah esensial bagi setiap Muslim yang hendak melangsungkan atau terlibat dalam pernikahan.

Artikel ini akan mengupas tuntas segala hal mengenai bacaan akad nikah, mulai dari definisi, rukun dan syarat sahnya, lafazh-lafazh yang digunakan, hingga doa-doa yang mengiringinya. Kita juga akan menelaah makna filosofis dan spiritual di balik setiap untaian kata yang terucap, serta bagaimana mempersiapkan diri agar akad nikah menjadi fondasi rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Mari kita selami lebih dalam tentang perjanjian suci ini.

1. Definisi dan Kedudukan Akad Nikah dalam Islam

1.1 Apa Itu Akad Nikah?

Secara etimologi, kata "akad" (عقد) dalam bahasa Arab berarti ikatan, simpul, atau janji. Dalam konteks syariat Islam, "akad nikah" merujuk pada perjanjian suci antara seorang laki-laki (calon suami) dan seorang perempuan (calon istri) yang diwakilkan oleh walinya, yang bertujuan untuk menghalalkan hubungan suami istri sesuai dengan syariat Islam. Akad ini merupakan transaksi yang sangat istimewa karena objeknya adalah kehormatan dan kemuliaan manusia, bukan sekadar harta benda. Ia membedakan antara hubungan yang sah dan terhormat dengan hubungan yang terlarang.

Akad nikah adalah fondasi utama sebuah pernikahan. Tanpanya, suatu hubungan tidak akan diakui sah secara agama, meskipun telah dilangsungkan perayaan besar-besaran. Keabsahan pernikahan bergantung sepenuhnya pada terpenuhinya rukun dan syarat akad yang telah ditetapkan. Perjanjian ini tidak hanya mengikat kedua mempelai, tetapi juga melibatkan wali dari pihak perempuan dan saksi-saksi, menjadikannya sebuah peristiwa yang disaksikan dan disahkan oleh komunitas.

1.2 Kedudukan Akad Nikah dalam Syariat Islam

Akad nikah memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan penting dalam Islam. Allah SWT menyebut pernikahan sebagai "mitsaqan ghalizha" (ميثاقا غليظا) yang berarti perjanjian yang kokoh, kuat, dan berat, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 21:

وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَاقًا غَلِيظًا
"Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bercampur dengan sebagian yang lain, dan mereka (para istri) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat (mitsaqan ghalizha)?"

Penyebutan "mitsaqan ghalizha" ini juga digunakan untuk perjanjian para nabi dengan Allah dan sumpah setia Bani Israil. Ini menunjukkan betapa sakral dan mulianya akad nikah di mata Allah. Melalui akad, hubungan yang sebelumnya terlarang menjadi halal dan penuh berkah. Ini adalah pintu gerbang menuju pembentukan keluarga Muslim yang ideal, tempat ketenangan (sakinah), cinta (mawaddah), dan kasih sayang (rahmah) dapat tumbuh dan berkembang.

Pernikahan juga merupakan salah satu sunnah Rasulullah SAW yang sangat dianjurkan. Beliau bersabda, "Nikah itu adalah sunnahku. Barang siapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia bukan dari golonganku." (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan demikian, akad nikah bukan hanya kewajiban sosial atau tradisi, melainkan bagian integral dari ajaran Islam yang membawa pahala besar jika dilaksanakan dengan niat yang benar dan sesuai syariat.

2. Rukun dan Syarat Sah Akad Nikah

Agar akad nikah sah menurut syariat Islam, ia harus memenuhi rukun (pilar) dan syarat-syarat tertentu. Jika salah satu rukun tidak terpenuhi, akad tersebut batal dan pernikahan dianggap tidak sah. Syarat adalah hal-hal yang harus ada sebelum rukun dilaksanakan. Berikut adalah rukun dan syaratnya:

2.1 Rukun Akad Nikah

Para ulama umumnya menyepakati lima rukun dalam akad nikah, yaitu:

  1. Calon Suami (Mempelai Pria):
    • Islam.
    • Bukan mahram bagi calon istri.
    • Bukan sedang ihram haji atau umrah.
    • Tidak terpaksa.
    • Menentukan secara jelas calon istrinya.
  2. Calon Istri (Mempelai Wanita):
    • Islam.
    • Bukan mahram bagi calon suami.
    • Bukan sedang ihram haji atau umrah.
    • Tidak terpaksa.
    • Tidak dalam masa iddah.
    • Menentukan secara jelas calon suaminya.
  3. Wali Nikah:

    Wali adalah orang yang berhak menikahkan perempuan. Keberadaan wali adalah rukun yang sangat penting. Dalilnya adalah sabda Nabi SAW, "Tidak ada nikah kecuali dengan wali." (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah). Wali memiliki urutan prioritas:

    • Ayah kandung.
    • Kakek dari pihak ayah (ayahnya ayah).
    • Saudara kandung laki-laki seayah seibu.
    • Saudara laki-laki seayah.
    • Anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki (keponakan).
    • Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
    • Paman dari pihak ayah (saudara ayah kandung).
    • Anak laki-laki dari paman (sepupu laki-laki).
    • Wali Hakim (jika tidak ada wali nasab atau wali nasab menolak tanpa alasan syar'i).

    Syarat wali:

    • Laki-laki.
    • Muslim.
    • Berakal sehat.
    • Baligh (dewasa).
    • Merdeka (bukan budak).
    • Tidak sedang ihram haji atau umrah.
    • Adil (menurut sebagian ulama).
  4. Dua Orang Saksi:

    Kehadiran dua orang saksi yang adil sangat vital untuk keabsahan akad. Mereka berfungsi untuk memastikan bahwa akad telah dilaksanakan sesuai syariat dan untuk menghindari fitnah atau perselisihan di kemudian hari. Dalilnya adalah hadis Nabi SAW, "Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil." (HR. Baihaqi).

    Syarat saksi:

    • Laki-laki.
    • Muslim.
    • Baligh (dewasa).
    • Berakal sehat.
    • Adil (menurut sebagian ulama, yaitu tidak melakukan dosa besar dan tidak terus-menerus melakukan dosa kecil).
    • Dapat mendengar dan melihat dengan jelas.
    • Memahami isi ijab dan qabul.
  5. Sighat (Ijab dan Qabul):

    Ini adalah inti dari bacaan akad nikah, yaitu lafazh atau ucapan yang menunjukkan penyerahan dan penerimaan. Ini akan dibahas lebih rinci pada bagian berikutnya.

2.2 Syarat Tambahan (Mahar)

Meskipun mahar (mas kawin) tidak termasuk rukun yang menyebabkan batalnya akad jika tidak disebutkan saat akad (akad tetap sah, namun mahar menjadi mahar mitsl atau mahar yang setara), namun mahar adalah kewajiban yang harus ada dalam pernikahan. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 4: "Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan." Mahar merupakan hak istri dan simbol penghormatan suami kepadanya. Mahar harus disebutkan jumlah atau bentuknya sebelum atau saat akad, dan wajib diserahkan kepada istri.

3. Bacaan Utama Akad Nikah: Ijab dan Qabul

Ijab dan qabul adalah inti dari bacaan akad nikah. Ijab adalah pernyataan penyerahan dari pihak wali perempuan, sedangkan qabul adalah pernyataan penerimaan dari pihak calon suami. Kedua pernyataan ini harus jelas, lugas, tidak mengandung syarat yang membatalkan, dan diucapkan dalam satu majelis (satu rangkaian peristiwa tanpa terputus).

3.1 Lafazh Ijab (dari Wali Nikah)

Ijab diucapkan oleh wali nikah atau wakilnya (seperti penghulu yang diberi kuasa oleh wali). Lafazh ijab harus menunjukkan penyerahan tanggung jawab perwalian atas anak perempuannya kepada calon suami, dengan menyebutkan mahar.

Contoh Lafazh Ijab (dari Wali Nikah):

"Ananda [Nama Mempelai Pria] bin [Nama Ayah Mempelai Pria], saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya, [Nama Mempelai Wanita] binti [Nama Ayah Mempelai Wanita], dengan maskawin berupa [Sebutkan jenis dan jumlah mahar], tunai."

Atau:

"Saya nikahkan engkau, [Nama Mempelai Pria], dengan putri saya, [Nama Mempelai Wanita], dengan mahar [Sebutkan jenis dan jumlah mahar], dibayar tunai."

Penjelasan Penting untuk Ijab:

3.2 Lafazh Qabul (dari Mempelai Pria)

Setelah wali mengucapkan ijab, calon suami harus segera menyahut dengan ucapan qabul yang menunjukkan penerimaan tanpa jeda yang berarti. Qabul harus selaras dengan ijab.

Contoh Lafazh Qabul (dari Mempelai Pria):

"Saya terima nikah dan kawinnya [Nama Mempelai Wanita] binti [Nama Ayah Mempelai Wanita] dengan maskawin tersebut, tunai."

Atau:

"Saya terima nikah dan kawinnya dengan mahar tersebut tunai."

Atau yang lebih singkat (jika ijab sudah sangat jelas):

"Saya terima nikahnya." (dengan syarat konteksnya sudah sangat jelas dan tidak ada keraguan)

Penjelasan Penting untuk Qabul:

3.3 Bahasa dalam Akad Nikah

Akad nikah idealnya menggunakan bahasa Arab karena itu adalah bahasa Al-Qur'an dan Sunnah, dan lafazh-lafazhnya memiliki makna syar'i yang sangat tepat. Namun, jika pihak-pihak yang terlibat tidak memahami bahasa Arab, akad sah dilakukan dalam bahasa setempat (Bahasa Indonesia, Inggris, dll.) asalkan makna ijab dan qabul tersampaikan dengan jelas dan benar. Yang terpenting adalah esensi dari penyerahan dan penerimaan itu tercapai.

Penting: Dalam praktiknya, seringkali penghulu membimbing calon pengantin pria untuk mengucapkan ijab dan qabul. Pastikan calon pengantin pria memahami sepenuhnya apa yang diucapkannya dan tidak hanya sekadar meniru. Latihan sebelumnya dapat membantu kelancaran proses ini.

4. Doa dan Sunnah Seputar Akad Nikah

Selain bacaan inti ijab dan qabul, ada beberapa doa dan sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan sebelum, saat, dan sesudah akad nikah. Ini semua bertujuan untuk memohon keberkahan dan kelancaran dari Allah SWT atas pernikahan yang akan dilangsungkan.

4.1 Khutbah Nikah

Sebelum akad nikah dimulai, disunnahkan untuk membaca khutbah nikah. Khutbah ini biasanya disampaikan oleh penghulu atau seorang ulama yang hadir. Isi khutbah nikah biasanya berupa puji-pujian kepada Allah, shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, nasihat takwa, serta kutipan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis yang berkaitan dengan pernikahan. Khutbah nikah berfungsi sebagai pengingat akan tujuan luhur pernikahan dan tanggung jawab yang menyertainya.

Beberapa ayat yang sering dibaca dalam khutbah nikah antara lain:

4.2 Doa Sebelum Akad Dimulai

Sebelum ijab dan qabul, disunnahkan bagi hadirin untuk berdoa agar proses akad berjalan lancar dan penuh berkah. Calon pengantin pria juga bisa membaca doa-doa singkat untuk menenangkan hati dan memohon kemudahan.

4.3 Doa Setelah Akad Selesai

Setelah ijab dan qabul selesai dan dinyatakan sah, disunnahkan bagi hadirin dan khususnya bagi suami untuk mendoakan keberkahan bagi pasangan pengantin. Doa yang paling terkenal adalah:

بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
"Barakallahu laka wa baraka 'alaika wa jama'a bainakuma fi khairin."
"Semoga Allah memberkahimu di waktu senang dan memberkahimu di waktu susah dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Doa ini sangat komprehensif, mencakup permohonan keberkahan dalam segala kondisi, baik suka maupun duka, serta harapan agar Allah menyatukan hati kedua mempelai dalam kebaikan dan ketaatan kepada-Nya.

Selain itu, suami juga disunnahkan untuk meletakkan tangan di ubun-ubun istrinya sambil membaca doa:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
"Allahumma inni as'aluka khairaha wa khaira ma jabaltaaha 'alaihi, wa a'udzu bika min syarriha wa syarri ma jabaltaha 'alaihi."
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan padanya, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan apa yang Engkau ciptakan padanya." (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah)

Doa ini adalah bentuk permohonan kepada Allah agar istri menjadi sumber kebaikan dan agar dijauhkan dari segala keburukan yang mungkin ada padanya.

5. Peran dan Tanggung Jawab Pihak yang Terlibat dalam Akad

Akad nikah bukanlah peristiwa yang hanya melibatkan dua orang, melainkan sebuah ritual yang didukung dan disaksikan oleh beberapa pihak, masing-masing dengan peran dan tanggung jawabnya.

5.1 Wali Nikah

Seperti yang telah dijelaskan, wali adalah rukun nikah yang tak tergantikan. Perannya sangat sentral karena ia adalah pihak yang menyerahkan perwalian perempuan kepada calon suami. Wali bertanggung jawab memastikan bahwa pernikahan dilangsungkan demi kebaikan putrinya dan sesuai syariat. Ia juga menjadi saksi penting dalam akad.

5.2 Mempelai Pria (Calon Suami)

Mempelai pria adalah pihak yang menerima pernikahan dan bertanggung jawab penuh atas istri dan keluarganya setelah akad. Ia harus mengucapkan qabul dengan mantap dan memahami konsekuensi dari setiap perkataannya. Tanggung jawabnya meliputi memberikan nafkah, melindungi, membimbing dalam agama, serta memperlakukan istri dengan baik sesuai ajaran Islam.

5.3 Mempelai Wanita (Calon Istri)

Meskipun tidak mengucapkan ijab secara langsung, kehadiran dan kerelaan mempelai wanita adalah syarat sahnya pernikahan. Ia memiliki hak atas mahar, nafkah, perlakuan yang baik, dan perlindungan dari suaminya. Setelah akad, ia memiliki tanggung jawab untuk taat kepada suami dalam hal yang ma'ruf, menjaga kehormatan diri dan keluarga, serta menjadi pendamping yang mendukung dalam membangun rumah tangga Islami.

5.4 Saksi-Saksi

Dua orang saksi laki-laki yang adil memiliki peran krusial dalam mengesahkan akad. Mereka berfungsi sebagai pencatat dan penjamin bahwa ijab dan qabul telah diucapkan dengan benar, memenuhi rukun dan syarat, serta disaksikan secara terbuka. Kehadiran saksi adalah bentuk perlindungan hukum dan syariat bagi kedua belah pihak.

5.5 Penghulu atau Petugas KUA

Di Indonesia, penghulu atau petugas KUA memiliki peran ganda. Secara administrasi, mereka mencatat pernikahan sehingga sah di mata negara. Secara syariat, mereka sering bertindak sebagai wakil wali (jika wali berhalangan atau mewakilkan) dan memastikan bahwa seluruh prosesi akad sesuai dengan ketentuan agama. Mereka juga sering memberikan nasihat pernikahan dan memimpin doa.

6. Makna Filosofis dan Spiritual di Balik Akad Nikah

Akad nikah lebih dari sekadar seremoni. Ia sarat dengan makna filosofis dan spiritual yang mendalam, menjadikannya tonggak penting dalam kehidupan seorang Muslim.

6.1 Mitsaqan Ghalizha: Perjanjian yang Agung

Sebagaimana disebutkan, akad nikah adalah "mitsaqan ghalizha," sebuah perjanjian yang sangat berat dan agung. Ini bukan perjanjian biasa, melainkan ikrar yang disaksikan Allah SWT. Makna dari perjanjian ini adalah bahwa pasangan suami istri berjanji di hadapan Allah untuk saling mencintai, menjaga, melindungi, dan bekerja sama dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya. Ini juga berarti perjanjian untuk membentuk generasi penerus yang saleh/salehah dan menjaga keberlangsungan umat.

6.2 Membentuk Keluarga Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah

Tujuan utama pernikahan dalam Islam adalah mencapai keluarga yang sakinah (tenang dan damai), mawaddah (cinta yang mendalam), dan rahmah (kasih sayang). Akad nikah adalah pintu gerbang untuk mencapai tujuan ini. Setiap kata dalam ijab dan qabul adalah benih yang ditanam untuk menumbuhkan nilai-nilai tersebut. Dengan akad yang sah dan niat yang tulus, Allah menjanjikan ketenangan jiwa dan kebahagiaan hakiki dalam rumah tangga.

6.3 Ibadah Sepanjang Hayat

Pernikahan adalah ibadah yang paling lama dan paling kompleks. Akad nikah adalah permulaan dari ibadah ini. Setiap interaksi suami istri, mulai dari nafkah, pendidikan anak, hingga kasih sayang, jika diniatkan karena Allah, akan bernilai pahala. Bahkan kebahagiaan yang didapat dari pasangan adalah bagian dari ibadah. Dengan demikian, bacaan akad bukan hanya ritual, melainkan pernyataan memulai sebuah perjalanan ibadah yang panjang.

6.4 Penyempurna Separuh Agama

Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seseorang menikah, maka sungguh ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Maka, bertakwalah kepada Allah pada separuh yang lain." (HR. Baihaqi). Ini menunjukkan bahwa pernikahan membantu seseorang menjaga diri dari perbuatan dosa, menyalurkan fitrah secara halal, dan fokus pada ketaatan. Akad nikah adalah langkah awal dalam menyempurnakan aspek spiritual dan moral seseorang.

7. Persiapan Menuju Akad yang Berkah

Mengingat betapa agungnya akad nikah, persiapan yang matang, baik secara lahiriah maupun batiniah, sangatlah penting. Persiapan ini tidak hanya fokus pada acara, tetapi pada esensi pernikahan itu sendiri.

7.1 Persiapan Spiritual dan Mental

7.2 Persiapan Fisik dan Materi

7.3 Nasihat Pernikahan (Walimatul Ursy)

Setelah akad nikah, disunnahkan untuk mengadakan walimatul ursy (resepsi pernikahan) sebagai bentuk syukuran dan pengumuman pernikahan kepada masyarakat. Walimah ini juga bisa menjadi momen untuk mendapatkan nasihat-nasihat berharga dari para ulama atau orang-orang yang lebih berpengalaman dalam berumah tangga.

8. Kesalahan Umum dalam Akad Nikah dan Solusinya

Meskipun terlihat sederhana, ada beberapa kesalahan umum yang sering terjadi atau kesalahpahaman seputar akad nikah. Mengetahuinya dapat membantu kita menghindarinya.

8.1 Terburu-buru dalam Mengucapkan Qabul

Beberapa calon pengantin pria karena grogi atau ingin cepat, mengucapkan qabul terlalu cepat sehingga tidak jelas atau tidak sesuai dengan ijab. Solusinya adalah latihan yang cukup, menenangkan diri, dan jika perlu meminta penghulu untuk mengulang ijab dengan lebih pelan.

8.2 Mengabaikan Syarat dan Rukun

Terkadang fokus pada pesta dan kemewahan membuat aspek syariat terabaikan. Contohnya, wali yang tidak memenuhi syarat, saksi yang tidak adil, atau bahkan ketidakhadiran wali yang sah. Solusinya adalah memastikan semua rukun dan syarat terpenuhi dengan benar sebelum akad dilangsungkan.

8.3 Mempersempit Makna Akad Hanya pada Seremoni

Beberapa pasangan mungkin hanya melihat akad sebagai bagian dari rangkaian acara pernikahan, bukan sebagai fondasi utama. Ini bisa berakibat pada kurangnya pemahaman tentang tanggung jawab setelah akad. Solusinya adalah edukasi pra-nikah yang intensif tentang makna dan konsekuensi pernikahan Islami.

8.4 Mahar yang Tidak Jelas atau Tidak Diserahkan

Meskipun jarang terjadi, ada kasus mahar tidak disebutkan secara jelas atau hanya menjadi simbol tanpa diserahkan kepada istri. Solusinya adalah memastikan mahar disebutkan dengan jelas, diserahkan kepada istri secara tunai (atau sesuai kesepakatan), dan tercatat dalam dokumen pernikahan.

8.5 Akad dengan Paksaan

Pernikahan harus dilandasi kerelaan kedua belah pihak. Akad yang dilakukan di bawah paksaan, baik dari pihak laki-laki maupun perempuan, adalah tidak sah. Solusinya adalah memastikan tidak ada unsur paksaan dalam proses lamaran hingga akad.

9. Tanya Jawab Seputar Bacaan Akad Nikah

9.1 Bolehkah Akad Nikah Dilakukan Secara Online atau Jarak Jauh?

Dalam kondisi darurat dan tidak memungkinkan tatap muka langsung, sebagian ulama kontemporer memperbolehkan akad nikah secara online (misalnya melalui video conference) dengan syarat-syarat yang sangat ketat: semua rukun (wali, saksi, ijab, qabul) harus jelas terlihat dan terdengar tanpa keraguan, tidak ada manipulasi, dan identitas semua pihak terverifikasi. Namun, mayoritas ulama dan panduan di banyak negara Muslim tetap menganjurkan dan memprioritaskan akad secara langsung dan tatap muka untuk menghindari keraguan dan menjaga kesakralan.

9.2 Bagaimana Jika Wali Tidak Ada atau Menolak Tanpa Alasan Syar'i?

Jika wali nasab (ayah, kakek, saudara, paman) tidak ada, maka urutan wali akan bergeser ke kerabat yang lebih jauh. Jika semua wali nasab tidak ada atau tidak memenuhi syarat (misalnya murtad, hilang), maka perwalian beralih kepada Wali Hakim (penguasa) atau yang mewakilinya (misalnya penghulu KUA). Jika wali nasab menolak menikahkan tanpa alasan syar'i yang jelas (disebut wali adhal), maka perempuan dapat mengajukan permohonan ke pengadilan agama atau kepada Wali Hakim agar walinya diganti atau pernikahannya dinikahkan oleh Wali Hakim.

9.3 Apa Hukum Mahar Jika Tidak Disebutkan Saat Akad?

Jika mahar tidak disebutkan secara eksplisit saat akad nikah, akad tersebut tetap sah menurut jumhur ulama. Dalam kasus ini, istri berhak atas "mahar mitsl" (mahar sepadan), yaitu mahar yang biasa diberikan kepada wanita dengan status sosial, kecantikan, pendidikan, dan keluarga yang setara dengan dirinya. Namun, sangat dianjurkan untuk menyebutkan mahar secara jelas saat akad untuk menghindari perselisihan di kemudian hari.

9.4 Bolehkah Mempelai Pria Menunjuk Wakil untuk Mengucapkan Qabul?

Pada umumnya, qabul harus diucapkan langsung oleh calon suami. Namun, dalam kondisi tertentu (misalnya calon suami sakit, atau sedang dalam perjalanan jauh dan sangat mendesak), sebagian ulama membolehkan perwakilan (wakalah) dalam pengucapan qabul, asalkan wakil tersebut diamanahkan secara sah oleh calon suami dan dapat menyampaikan niatnya dengan jelas. Tetapi ini adalah pengecualian dan sangat jarang dilakukan dalam praktik umum.

9.5 Bagaimana Jika Ada Kesalahan dalam Lafazh Ijab atau Qabul?

Jika kesalahan dalam pengucapan lafazh ijab atau qabul terjadi dan mengubah maknanya secara fundamental, atau menyebabkan ketidakjelasan, maka akad tersebut tidak sah dan harus diulang. Contohnya, salah menyebut nama, salah menyebut jenis akad (misalnya disebut jual beli), atau disertai syarat yang membatalkan. Namun, jika kesalahan hanya minor (misalnya sedikit gagap, salah harakat kecil tanpa mengubah makna), dan inti ijab-qabul tetap tersampaikan dengan jelas dan dipahami saksi, maka akad bisa dianggap sah. Untuk amannya, jika ada keraguan, lebih baik diulang.

10. Penutup: Mengukir Janji Suci dengan Keberkahan

Bacaan akad nikah bukanlah sekadar deretan kalimat yang diucapkan, melainkan sebuah gerbang menuju kehidupan baru yang penuh berkah dan tanggung jawab. Setiap kata "saya nikahkan" dan "saya terima nikahnya" adalah ikrar suci yang mengikat dua jiwa dalam janji abadi di hadapan Allah SWT dan seluruh makhluk-Nya.

Dengan memahami secara mendalam rukun, syarat, lafazh, serta doa-doa yang mengiringi akad nikah, kita tidak hanya memastikan keabsahan pernikahan secara syariat, tetapi juga menanamkan fondasi spiritual yang kokoh bagi rumah tangga yang akan dibangun. Semoga setiap pasangan yang mengikrarkan janji suci ini diberikan kemudahan, keikhlasan, dan kemampuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, serta selalu berada dalam lindungan dan keberkahan Allah SWT. Amin.

🏠 Homepage