Ilustrasi: Memohon ampunan dan rahmat Ilahi.
Setiap manusia, tanpa terkecuali, pernah terjerumus dalam kelalaian dan melakukan kesalahan. Dosa adalah bagian tak terhindarkan dari sifat dasar manusia. Namun, rahmat Allah SWT begitu luas, dan pintu ampunan-Nya senantiasa terbuka lebar bagi siapa saja yang bersungguh-sungguh ingin kembali ke jalan yang benar. Memahami cara bertaubat dan meminta ampun kepada Allah bukan sekadar ritual lisan, melainkan proses transformasi hati dan perbuatan yang mendalam.
Taubat (atau At-Tawbah) secara harfiah berarti kembali. Dalam konteks agama, ini adalah tindakan menyesali dosa yang telah dilakukan, meninggalkannya, dan bertekad kuat untuk tidak mengulanginya lagi di masa depan. Taubat membersihkan catatan amal kita dari noda kesalahan, membawa ketenangan jiwa, dan yang terpenting, menjaga hubungan kita tetap terhubung dengan Sang Pencipta. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya (nasuha)...” (QS. At-Tahrim: 8).
Jika kita menunda-nunda taubat, kita berisiko menutup pintu rahmat. Dosa yang terus menumpuk dapat mengeraskan hati dan menjauhkan kita dari petunjuk-Nya. Oleh karena itu, kesadaran akan urgensi ini adalah langkah awal yang krusial.
Agar taubat kita benar-benar dihitung sebagai "taubat nasuha" (taubat yang tulus), para ulama menetapkan beberapa rukun atau syarat utama yang harus dipenuhi. Memenuhi syarat ini akan memastikan bahwa permintaan ampun kita bukan sekadar basa-basi di lisan, tetapi sudah tertanam kuat di dalam sanubari.
Setelah memahami syarat dasarnya, berikut adalah langkah-langkah praktis yang dapat kita lakukan dalam proses meminta ampun:
Lisan harus membiasakan diri mengucapkan "Astaghfirullahal 'Azim" (Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung). Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa mengucapkan istighfar minimal 70 hingga 100 kali sehari adalah sunnah yang baik untuk menjaga lisan tetap basah dengan dzikir, meskipun syarat diterimanya taubat tetap terletak pada penyesalan hati.
Rasulullah SAW mengajarkan tata cara shalat khusus untuk bertaubat. Shalat ini dikerjakan dua rakaat, di dalamnya dianjurkan untuk memperbanyak membaca istighfar dan memohon ampunan setelah salam. Shalat ini adalah bentuk penyerahan diri total kepada Allah, memohon pertolongan-Nya untuk menguatkan tekad kita.
Kebaikan dapat menghapus keburukan. Setelah beristighfar, perbanyaklah melakukan amal shaleh seperti sedekah, membantu sesama, membaca Al-Qur'an, dan berdzikir. Allah SWT mengingatkan, “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapuskan dosa-dosa…” (QS. Hud: 114).
Luangkan waktu setiap hari, terutama menjelang tidur, untuk merefleksikan perbuatan hari itu. Tanyakan pada diri sendiri: "Apakah hari ini aku mendekatkan diri kepada-Nya, atau justru menjauh?" Muhasabah membantu kita mendeteksi dini potensi kembalinya dosa lama.
Waktu terbaik untuk bertaubat adalah sekarang juga. Jangan menunda, karena ajal tidak ada yang tahu kapan akan menjemput. Meskipun Allah Maha Pengampun, pintu taubat akan tertutup ketika ajal sudah berada di tenggorokan (menjelang kematian) atau ketika matahari terbit dari barat (tanda kiamat besar). Jangan beranggapan bahwa dosa kecil tidak perlu ditakuti, karena gunung pun terbentuk dari kerikil kecil yang terus menumpuk.
Proses bertaubat adalah sebuah perjalanan seumur hidup. Mungkin kita akan jatuh lagi setelah berjanji. Jika itu terjadi, kuncinya adalah jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah. Bangun kembali, sesali kesalahan yang baru terjadi, perbaiki niat, dan ulangi lagi proses taubat nasuha tersebut. Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang senantiasa kembali kepada-Nya.