Hasan Al Banna adalah seorang tokoh reformasi Islam terkemuka yang hidup pada abad ke-20 di Mesir. Dikenal sebagai pendiri organisasi Ikhwanul Muslimin (HMI), warisannya membentuk lanskap politik dan sosial Islam kontemporer di banyak negara. Pemikirannya berakar pada Islam yang komprehensif, bukan hanya sebagai seperangkat ritual, tetapi sebagai sistem kehidupan menyeluruh.
Lahir di Mahmudiyyah, Al-Bahr, Mesir, Hasan Ahmad Abdurrahman Al Banna tumbuh dalam lingkungan yang sangat religius. Ayahnya adalah seorang ulama dan ahli hadis yang memberikan fondasi pendidikan agama yang kuat. Pendidikan awal ini menanamkan disiplin intelektual dan semangat untuk mereformasi masyarakat yang dirasa telah menyimpang dari ajaran Islam murni pasca-kolonialisme. Ia kemudian melanjutkan studi di Darul Ulum Kairo, salah satu institusi pendidikan Islam modern terkemuka saat itu.
Pada tahun 1928, di kota Ismailia, Hasan Al Banna mendirikan sebuah gerakan yang mulanya bertujuan sebagai perkumpulan dakwah sosial untuk mendidik dan membersihkan moral masyarakat dari pengaruh Barat. Namun, seiring waktu, Ikhwanul Muslimin (IM) berkembang menjadi gerakan massa yang memiliki sayap sosial, pendidikan, ekonomi, dan politik. Visi Al Banna adalah menciptakan "masyarakat Islam" yang seimbang antara kebutuhan spiritual dan tuntutan modernitas.
Perkembangan IM sangat pesat. Al Banna melihat bahwa masalah utama umat Islam bukanlah keterbelakangan teknologi semata, tetapi krisis spiritual dan fragmentasi sosial. Oleh karena itu, metode dakwahnya sangat pragmatis, dimulai dari masjid sebagai pusat komunitas, menyebar melalui sekolah, klinik kesehatan, dan kegiatan sosial lainnya sebelum menyentuh ranah politik formal.
Hasan Al Banna adalah seorang penulis produktif. Karya-karyanya seperti Risalah al-Mursyid ila al-Burhan dan Risalat al-Ta’alim (Pesan-pesan Pengajaran) menjadi panduan ideologis bagi jutaan pengikutnya. Ia berhasil merumuskan Islam politik yang menarik bagi berbagai lapisan masyarakat, mulai dari petani hingga intelektual muda yang merasa kecewa dengan rezim sekuler yang ada saat itu.
Salah satu warisan terbesarnya adalah kemampuannya menyajikan Islam sebagai solusi total (Islam an-Nidham). Bagi Al Banna, tidak ada pemisahan antara agama dan negara; keduanya harus terintegrasi di bawah naungan syariat Islam. Meskipun gerakan ini berhadapan langsung dengan pemerintah Mesir yang semakin represif, khususnya di bawah Gamal Abdel Nasser, ide-ide dasar yang ia tanamkan terus bergema. Banyak gerakan Islam modern di seluruh dunia—dari Asia Tenggara hingga Afrika Utara—mengambil inspirasi metodologi dan filosofi perjuangan dari Ikhwanul Muslimin yang didirikannya.
Hasan Al Banna mengakhiri hidupnya secara tragis pada tahun 1949, dituduh terlibat dalam serangkaian peristiwa politik. Namun, terlepas dari kontroversi seputar akhir hidupnya dan dinamika politik gerakan yang ia dirikan, warisan intelektualnya sebagai pembaharu sosial dan pendiri gerakan Islam terorganisir terbesar di dunia modern tetap menjadi subjek studi yang mendalam bagi para sejarawan dan ilmuwan politik hingga saat ini.