Pernikahan adalah salah satu sunah Rasulullah ﷺ yang paling agung, sebuah ikatan suci yang mengikat dua jiwa dalam janji setia untuk sehidup semati. Dalam Islam, pernikahan bukan sekadar perjanjian sosial, melainkan sebuah ibadah panjang yang diniatkan untuk mencapai keridaan Allah Swt. Fondasi utama dari pernikahan yang sah dan diberkahi adalah proses Ijab Qobul, sebuah ritual sakral yang menjadi penanda dimulainya kehidupan berumah tangga.
Ijab Qobul adalah momen krusial di mana seorang wali menyerahkan pengantin wanita kepada pengantin pria dengan lafaz tertentu, dan pengantin pria menerima penyerahan tersebut dengan lafaz balasan yang juga spesifik. Proses ini bukan hanya sekadar formalitas, melainkan mengandung makna filosofis yang sangat mendalam, menjadi gerbang halal bagi hubungan suami istri, serta awal dari pembangunan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Artikel ini akan mengupas tuntas segala aspek terkait Ijab Qobul nikah, mulai dari pengertian, rukun dan syarat, tata cara pelaksanaan, peran penting setiap elemen, hingga hikmah di balik kesakralan prosesi ini. Tujuan utama adalah memberikan pemahaman komprehensif bagi siapa pun yang hendak melangsungkan pernikahan atau sekadar ingin mendalami makna di balik janji suci ini.
Secara bahasa, Ijab berarti penyerahan atau pengajuan, sedangkan Qobul berarti penerimaan. Dalam konteks pernikahan Islam, Ijab Qobul adalah serangkaian ucapan verbal yang diucapkan oleh wali (atau yang mewakilinya) dan calon suami, yang secara eksplisit menyatakan penyerahan dan penerimaan akad nikah.
Ijab diucapkan oleh wali nikah yang menyerahkan anak perempuannya (atau yang berada di bawah perwaliannya) untuk dinikahi oleh calon suami. Sementara itu, Qobul diucapkan oleh calon suami sebagai bentuk penerimaan atas penyerahan tersebut. Kedua ucapan ini harus dilakukan secara berurutan, jelas, dan dipahami oleh semua pihak yang hadir, terutama wali, calon suami, dan dua orang saksi.
Pentingnya Ijab Qobul terletak pada fungsinya sebagai manifestasi lahiriah dari akad nikah. Tanpa Ijab Qobul yang sah dan memenuhi syarat, maka pernikahan tidak dianggap valid secara syariat Islam. Ini berarti, semua hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak diawali dengan Ijab Qobul yang benar akan dianggap haram dan tidak sah, bahkan jika mereka telah hidup bersama dan memiliki keturunan.
Melalui Ijab Qobul, Allah Swt. mengubah status dua individu dari yang sebelumnya haram bersentuhan menjadi halal sepenuhnya, dengan segala hak dan kewajiban yang melekat pada hubungan suami istri. Ini adalah momen yang sangat sakral, di mana sepasang manusia mengikat janji di hadapan Allah dan makhluk-Nya, dengan harapan akan keberkahan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dalam Islam, rukun adalah elemen-elemen pokok yang wajib ada dan terpenuhi agar suatu ibadah atau akad dianggap sah. Jika salah satu rukun tidak terpenuhi, maka akad nikah dianggap batal. Ada lima rukun nikah yang harus dipenuhi:
Calon suami adalah pihak laki-laki yang akan menikahi calon istri. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami antara lain:
Calon istri adalah pihak perempuan yang akan dinikahi. Syarat-syarat bagi calon istri meliputi:
Wali nikah adalah orang yang berhak menikahkan seorang perempuan. Keberadaan wali sangat penting karena perempuan tidak boleh menikahkan dirinya sendiri. Peran wali adalah untuk menjaga kemaslahatan dan kehormatan perempuan yang dinikahkannya. Ada urutan wali yang sah berdasarkan syariat Islam:
Syarat Wali Nikah:
Wali hakim berhak menikahkan perempuan dalam beberapa kondisi, yaitu:
Di Indonesia, wali hakim biasanya diwakili oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) atau penghulu yang ditunjuk. Sebelum wali hakim bisa bertindak, harus ada bukti kuat bahwa wali nasab tidak bisa atau tidak mau menjalankan tugasnya.
Kehadiran saksi adalah mutlak dalam akad nikah. Fungsi saksi adalah untuk mengumumkan pernikahan dan menghindari fitnah atau tuduhan zina. Syarat saksi nikah:
Saksi tidak hanya hadir secara fisik, tetapi mereka harus secara aktif mendengarkan dan menyaksikan seluruh proses Ijab Qobul untuk dapat memberikan kesaksian jika diperlukan di kemudian hari.
Shighat adalah lafaz atau ucapan yang digunakan dalam akad. Ini adalah inti dari Ijab Qobul itu sendiri. Lafaz ini harus:
Ijab (dari Wali):
"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, [nama calon suami], dengan anak saya/perwalian saya yang bernama [nama calon istri], dengan mas kawin [sebutkan jenis dan jumlah mas kawin] dibayar tunai."
Qobul (dari Calon Suami):
"Saya terima nikahnya dan kawinnya [nama calon istri] binti [nama ayah calon istri] dengan mas kawin tersebut, tunai."
Perlu diingat bahwa lafaz ini bisa bervariasi sedikit tergantung pada adat setempat atau bahasa yang digunakan, selama inti maknanya tetap sama dan memenuhi syarat-syarat di atas. Yang terpenting adalah kejelasan dan ketegasan dalam menyatakan penyerahan dan penerimaan akad nikah.
Selain rukun, pernikahan juga harus memenuhi serangkaian syarat agar dianggap sah dan diberkahi. Syarat-syarat ini melengkapi rukun dan memastikan bahwa pernikahan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Meskipun beberapa syarat ini sudah tersirat dalam rukun, namun penting untuk dijelaskan secara terpisah untuk penekanan.
Baik calon suami maupun calon istri harus jelas siapa orangnya, tidak ada kerancuan atau kesalahan identitas. Nama lengkap, nama ayah, dan detail lain yang diperlukan harus disebutkan dengan benar saat akad. Ini untuk menghindari kesalahan penunjukan subjek akad dan untuk keabsahan hukum di kemudian hari.
Pernikahan harus dilandasi oleh kerelaan dan kehendak bebas dari kedua belah pihak, baik calon suami maupun calon istri. Tidak boleh ada paksaan, ancaman, atau tekanan yang membuat salah satu pihak terpaksa menikah. Rasulullah ﷺ bersabda, "Tidaklah boleh dinikahkan seorang janda hingga dimintai persetujuannya, dan tidaklah boleh dinikahkan seorang gadis hingga dimintai izinnya." (HR. Bukhari dan Muslim). Kerelaan ini adalah fondasi penting untuk membangun rumah tangga yang harmonis dan langgeng.
Beberapa halangan syar'i yang membuat pernikahan tidak sah meliputi:
Mahar adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai bentuk penghargaan dan kesungguhan. Meskipun jumlahnya tidak ada batasan minimal atau maksimal yang pasti dalam syariat (asalkan bernilai di mata syariat), penetapannya adalah bagian dari syarat sah nikah. Mahar bisa berupa uang, perhiasan, barang berharga, jasa, atau bahkan hafalan Al-Qur'an. Mahar harus disebutkan dalam akad atau setidaknya disepakati sebelumnya.
Hikmah Mahar:
Mahar bisa diberikan secara tunai (kontan) atau dicicil (hutang), asalkan ada kesepakatan dan kejelasan. Yang terpenting adalah adanya penetapan dan penyerahan mahar, meskipun penyerahan fisik bisa ditunda dengan kesepakatan.
Meskipun walimah (resepsi pernikahan) bukan rukun atau syarat sah akad nikah itu sendiri, namun disunahkan untuk mengadakan perayaan atau pengumuman pernikahan sebagai bentuk syiar Islam. Rasulullah ﷺ bersabda, "Adakanlah walimah, walau hanya dengan menyembelih seekor kambing." (HR. Bukhari dan Muslim). Pengumuman ini penting untuk memberitahukan masyarakat bahwa dua orang telah resmi menikah, sehingga menghindari fitnah dan kesalahpahaman.
Prosesi Ijab Qobul adalah puncak dari seluruh rangkaian acara pernikahan. Agar berjalan lancar dan sesuai syariat, ada beberapa tahapan dan adab yang perlu diperhatikan:
Calon pengantin pria dan wali harus memastikan diri dalam kondisi fisik yang prima dan mental yang tenang. Disunahkan untuk berwudu sebelum akad untuk kesucian diri. Ketenangan sangat penting agar lafaz yang diucapkan bisa jelas dan tanpa keraguan.
Akad nikah bisa dilakukan di masjid, rumah, KUA, atau tempat lain yang bersih dan nyaman. Tidak ada waktu khusus yang diwajibkan, namun seringkali dipilih pagi hari atau setelah shalat. Di Indonesia, akad nikah banyak dilakukan di KUA atau di rumah calon pengantin wanita.
Pakaian yang dikenakan haruslah rapi, sopan, dan menutup aurat sesuai syariat Islam bagi kedua calon pengantin dan semua yang hadir. Pakaian ihram tidak diperbolehkan jika akad dilakukan di Tanah Suci.
Pastikan semua rukun nikah hadir: calon suami, wali nikah (atau wakilnya), dua orang saksi, dan calon istri (meskipun ia tidak harus duduk di samping calon suami saat Ijab Qobul, tapi wajib hadir di tempat akad). Petugas KUA/penghulu juga hadir sebagai pencatat dan seringkali bertindak sebagai pemimpin acara.
Acara biasanya dimulai dengan pembukaan oleh pembawa acara atau penghulu, mengucapkan salam, pujian kepada Allah, dan selawat kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Sebagai keberkahan, seringkali dibacakan beberapa ayat Al-Qur'an yang relevan dengan pernikahan, misalnya QS. Ar-Rum: 21 atau QS. An-Nisa: 1.
Khutbah nikah adalah nasihat singkat yang disampaikan oleh penghulu atau seorang ulama. Isinya biasanya mengenai keutamaan pernikahan dalam Islam, tanggung jawab suami istri, pentingnya takwa, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak. Khutbah ini bertujuan untuk mengingatkan para calon pengantin dan hadirin tentang makna suci pernikahan.
Ini adalah inti acara. Wali nikah (atau wakilnya) dan calon suami duduk berhadapan atau bersebelahan. Wali memegang tangan kanan calon suami (atau sekadar berhadapan) dan memulai lafaz ijab. Calon suami kemudian membalas dengan lafaz qobul secara langsung.
Urutan Lafaz:
Seluruh proses ini harus dilakukan dengan khusyuk dan penuh penghayatan, karena ini adalah janji suci yang disaksikan oleh Allah Swt.
Setelah Ijab Qobul dinyatakan sah, penghulu atau ulama akan memimpin doa. Doa ini berisi permohonan kepada Allah agar pernikahan diberkahi, diberikan keturunan yang saleh dan salehah, serta agar kedua mempelai menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Salah satu doa yang populer adalah: "Barakallahu laka wa baraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fii khair." (Semoga Allah memberkahimu, dan semoga keberkahan terlimpah atasmu, serta semoga Allah menyatukan kalian berdua dalam kebaikan).
Setelah doa, kedua mempelai, wali nikah, dan saksi-saksi akan menandatangani dokumen-dokumen pernikahan, termasuk Akta Nikah yang dikeluarkan oleh KUA. Akta Nikah ini adalah dokumen resmi yang membuktikan keabsahan pernikahan secara hukum negara dan penting untuk berbagai keperluan administrasi di masa depan.
Seringkali, setelah penandatanganan, ada nasihat tambahan dari penghulu atau tokoh agama untuk kedua mempelai mengenai kehidupan berumah tangga, bagaimana menjaga keharmonisan, menghadapi tantangan, dan menunaikan hak dan kewajiban masing-masing.
Meskipun bukan bagian dari rukun atau syarat nikah, tradisi tukar cincin atau penyerahan mahar secara simbolis sering dilakukan setelah akad sebagai momen kebersamaan dan perayaan.
Setiap elemen dalam Ijab Qobul memiliki peran yang sangat penting dan tidak bisa digantikan. Memahami peran ini akan membantu memastikan kelancaran dan keabsahan akad nikah.
Wali nikah adalah sosok kunci yang mewakili pihak perempuan. Tanggung jawabnya sangat besar, meliputi:
Calon suami adalah pihak yang menerima akad nikah dan akan menjadi kepala keluarga. Perannya meliputi:
Saksi adalah penegak keabsahan akad nikah. Tanpa saksi, akad nikah tidak sah. Peran mereka adalah:
Meskipun calon istri tidak mengucapkan lafaz Ijab atau Qobul, perannya sangat krusial:
Di Indonesia, penghulu dari KUA memiliki peran ganda:
Ijab Qobul bukan sekadar deretan kata yang diucapkan, melainkan pintu gerbang menuju samudra hikmah dan filosofi pernikahan yang sangat dalam. Melalui Ijab Qobul, Allah Swt. menetapkan aturan main bagi kehidupan berpasangan, menjadikannya bukan hanya kebutuhan biologis, tetapi juga ibadah yang mendalam.
Rasulullah ﷺ sangat menganjurkan umatnya untuk menikah. Beliau bersabda, "Nikah itu adalah sunahku, barangsiapa yang tidak menyukai sunahku, maka dia bukan dari golonganku." (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan melaksanakan Ijab Qobul, seseorang telah menjalankan salah satu sunah terbaik Nabi, yang insyaallah akan mendatangkan pahala dan keberkahan.
Tujuan utama pernikahan dalam Islam adalah membentuk keluarga yang sakinah (tenang dan damai), mawaddah (cinta), dan rahmah (kasih sayang). Ijab Qobul adalah langkah awal untuk mencapai tujuan mulia ini. Keberkahan dalam akad nikah diharapkan akan mengalir dalam kehidupan rumah tangga, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan spiritual dan emosional.
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum: 21)
Pernikahan adalah benteng yang kokoh dari perbuatan zina dan maksiat. Dengan adanya Ijab Qobul, hubungan intim antara laki-laki dan perempuan menjadi halal dan diberkahi, sehingga menjaga kesucian diri dan masyarakat. Selain itu, pernikahan juga menjadi sarana untuk melestarikan keturunan yang sah dan mendidik mereka menjadi generasi yang saleh dan salehah, melanjutkan estafet kebaikan di muka bumi.
Dalam hadis disebutkan, "Apabila seorang hamba menikah, maka sungguh ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada separuh yang lainnya." (HR. Baihaqi). Ini menunjukkan betapa agungnya kedudukan pernikahan. Dengan menikah, seseorang diharapkan menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab, lebih taat, dan lebih dewasa dalam menjalani kehidupan.
Ijab Qobul adalah deklarasi komitmen yang paling serius. Melalui proses ini, kedua belah pihak secara terbuka menyatakan kesanggupan untuk menjalankan hak dan kewajiban masing-masing. Calon suami mengemban tanggung jawab untuk menafkahi, melindungi, dan membimbing, sementara calon istri mengemban amanah untuk mengelola rumah tangga dan menjaga kehormatan. Komitmen ini bukan hanya kepada pasangan, melainkan juga kepada Allah Swt.
Unit terkecil dari masyarakat adalah keluarga. Pernikahan, yang diawali dengan Ijab Qobul, adalah proses pembentukan unit-unit keluarga yang solid. Keluarga yang baik akan melahirkan generasi yang baik, yang pada gilirannya akan membentuk masyarakat yang kuat dan beradab. Dengan demikian, Ijab Qobul memiliki implikasi yang luas bagi tatanan sosial.
Di Indonesia, pernikahan tidak hanya diatur oleh syariat Islam, tetapi juga oleh undang-undang negara, khususnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan kompilasi Hukum Islam (KHI). Ada dua aspek penting yang harus diperhatikan:
Sebuah pernikahan dianggap sah menurut agama jika memenuhi semua rukun dan syarat yang telah disebutkan di atas. Namun, agar memiliki kekuatan hukum di mata negara, pernikahan tersebut harus dicatatkan. Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan menyatakan, "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Pencatatan ini dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama Islam. Setelah akad nikah dan Ijab Qobul, penghulu akan mencatatnya dan menerbitkan Akta Nikah.
Akta Nikah adalah bukti otentik yang sah secara hukum bahwa sepasang suami istri telah menikah. Dokumen ini sangat penting untuk berbagai keperluan, antara lain:
Nikah Siri adalah pernikahan yang sah secara agama (memenuhi rukun dan syarat), namun tidak dicatatkan di KUA. Meskipun sah di mata agama, pernikahan siri memiliki konsekuensi hukum yang serius di Indonesia:
Oleh karena itu, sangat dianjurkan bagi umat Islam di Indonesia untuk selalu mencatatkan pernikahannya di KUA selain memenuhi syarat syar'i, demi kemaslahatan dan perlindungan semua pihak.
Setelah Ijab Qobul, dimulailah perjalanan kehidupan berumah tangga. Ada beberapa etika dan adab yang perlu dijaga oleh pasangan suami istri agar pernikahan senantiasa diberkahi dan langgeng:
Niatkan pernikahan semata-mata karena Allah, untuk beribadah, mengikuti sunah Rasulullah, dan mencari keridaan-Nya. Niat yang benar akan menjadi fondasi kekuatan saat menghadapi cobaan.
Hormati pasangan sebagai individu dengan kelebihan dan kekurangannya. Hargai pendapat, perasaan, dan privasinya. Hindari mencela atau merendahkan pasangan, terutama di hadapan orang lain.
Komunikasi adalah kunci. Bicarakan masalah, keinginan, dan perasaan secara terbuka, jujur, dan penuh kasih sayang. Hindari prasangka dan biasakan klarifikasi.
Suami istri adalah pakaian bagi satu sama lain. Saling menasihati untuk selalu taat kepada Allah, menjaga shalat, membaca Al-Qur'an, dan berbuat baik. Nasihatilah dengan lembut dan hikmah.
Suami wajib menafkahi istri dan anak-anaknya, baik lahir maupun batin. Istri wajib menjaga kehormatan diri dan harta suami, serta mengurus rumah tangga. Memenuhi hak dan kewajiban masing-masing adalah bentuk ibadah.
Setiap rumah tangga pasti akan menghadapi ujian. Kesabaran adalah kunci untuk melewati cobaan, dan sifat pemaaf akan menjaga hati tetap bersih dari dendam dan kemarahan.
Ciptakan suasana rumah yang nyaman, penuh canda tawa, dan kehangatan. Jaga keintiman fisik dan emosional, karena itu adalah salah satu tiang penyangga kebahagiaan rumah tangga.
Libatkan pasangan dalam setiap pengambilan keputusan penting. Biasakan bermusyawarah untuk mencapai kesepakatan terbaik, sehingga tidak ada yang merasa diabaikan.
Selalu libatkan Allah dalam setiap aspek kehidupan rumah tangga. Berdoa bersama, memohon kekuatan, keberkahan, dan petunjuk dari-Nya.
Ijab Qobul nikah adalah sebuah ritual yang sarat makna, bukan sekadar seremonial. Ia adalah gerbang suci yang mengantar dua insan ke dalam bahtera rumah tangga, mengikat mereka dalam janji setia di hadapan Allah Swt. dan para saksi. Keabsahan Ijab Qobul sangat bergantung pada terpenuhinya setiap rukun dan syarat yang telah ditetapkan syariat Islam, mulai dari keberadaan calon suami dan istri, wali nikah, saksi-saksi, hingga lafaz Ijab dan Qobul yang jelas dan berkesinambungan.
Di luar keabsahan syar'i, penting juga untuk mengingat aspek hukum negara, di mana pencatatan pernikahan di KUA menjadi keharusan demi perlindungan hak-hak semua pihak. Melalui Ijab Qobul, sebuah keluarga muslim dibentuk dengan harapan menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, yang senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam dalam setiap langkah kehidupannya.
Semoga artikel ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang kesakralan Ijab Qobul nikah, menginspirasi kita semua untuk selalu menjaga kesucian pernikahan, serta membangun rumah tangga yang diridai Allah Swt. Dengan pemahaman yang benar, diharapkan setiap pasangan dapat menjalani kehidupan pernikahan mereka dengan penuh tanggung jawab, cinta, dan pengabdian kepada Sang Pencipta.
Pernikahan adalah anugerah terbesar dari Allah, jembatan menuju surga, dan ladang pahala yang tak terbatas. Semoga Allah memberkahi setiap langkah kita dalam menapaki jalan suci ini.