Dalam khazanah keislaman, istilah "Sholeh" selalu diasosiasikan dengan kebajikan, ketaatan, dan kebaikan akhlak. Namun, ketika kata tersebut dilekatkan dengan "Darat," ia menyajikan dimensi spiritual yang unik dan sangat praktis: **Sholeh Darat**. Istilah ini merujuk pada kesalehan yang tidak hanya terwujud dalam ritual ibadah vertikal (kepada Allah), tetapi juga terpancar dalam interaksi horizontal (kepada sesama manusia dan lingkungan). Sholeh Darat adalah cerminan seorang Muslim yang agamanya terinternalisasi dan termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari yang membumi, nyata, dan bermanfaat bagi komunitasnya.
Sholeh Darat adalah kebalikan dari spiritualitas yang terisolasi atau hanya bersifat formalitas. Ia menuntut seorang hamba untuk menjadi agen kebaikan di tengah hiruk pikuk dunia. Jika kesalehan vertikal (ibadah mahdhah seperti salat, puasa, zakat) adalah fondasi, maka kesalehan horizontal (muamalah) adalah bangunan yang menjulang tinggi dari fondasi tersebut. Seseorang yang dikatakan Sholeh Darat adalah ia yang kejujuran dan ketulusannya teruji saat berdagang, ketika ia bermitra dalam usaha, bahkan saat ia hanya sekadar menjadi tetangga.
Konsep ini sangat ditekankan dalam banyak ajaran Islam, di mana amal jariyah dan akhlak mulia sering kali lebih berat timbangannya daripada amalan ritual semata. Integritas adalah kata kunci. Muslim yang Sholeh Darat adalah mereka yang perilakunya konsisten, baik saat disaksikan orang maupun saat sendirian. Mereka adalah cerminan ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin, membawa kemaslahatan di mana pun mereka berpijak.
Bagaimana sebenarnya wujud dari Sholeh Darat itu? Penerapannya meluas ke setiap aspek kehidupan. Ini bukan hanya tentang memberi sedekah besar, tetapi juga tentang etika dalam interaksi terkecil sekalipun.
Dalam konteks ekonomi, Sholeh Darat berarti tidak melakukan penipuan, menimbang dengan adil, tidak menimbun barang kebutuhan pokok, dan menjauhi riba. Pedagang yang Sholeh Darat akan memastikan kualitas dagangannya sepadan dengan harga yang ia patok, menyadari bahwa ketidakjujuran akan merusak keberkahan rezekinya.
Muslim yang Sholeh Darat memiliki kesadaran tinggi terhadap lingkungannya. Ini mencakup menjaga kebersihan lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan, dan memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana. Islam mengajarkan bahwa bumi ini adalah titipan (amanah), dan merusaknya adalah bentuk ketidaksholeh-an di darat. Mereka aktif dalam upaya memperbaiki masyarakat, bukan hanya mengkritik dari kejauhan.
Di era digital yang penuh dengan polarisasi, Sholeh Darat menuntut kebijaksanaan dalam berbicara dan berinteraksi daring. Mereka menghindari penyebaran hoaks, menjaga lisan dari ghibah (bergosip), dan mampu bersikap lapang dada dalam perbedaan pendapat. Komunikasi yang santun adalah bukti kesalehan hati yang bersih.
Penting untuk dipahami bahwa Sholeh Darat bukanlah penolakan terhadap ibadah ritual. Justru sebaliknya, ibadah yang khusyuk seharusnya menjadi energi pendorong bagi individu untuk berbuat baik di tengah masyarakat. Tanpa landasan ibadah yang kuat, kesalehan darat bisa berubah menjadi kesalehan yang didasari oleh pencitraan semata atau hanya didorong oleh norma sosial.
Sebuah hadis populer seringkali menjadi pengingat: "Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya." Akhlak yang baik ini terwujud nyata di darat. Ia adalah manifestasi dari iman yang teruji oleh ujian duniawi. Ketika seseorang mampu mempertahankan prinsip ketuhanan dalam pertarungan kepentingan duniawi, maka di situlah puncak dari kesalehan yang membumi itu dicapai.
Menjadi Sholeh Darat adalah sebuah cita-cita besar. Ini membutuhkan perjuangan terus-menerus untuk menyelaraskan antara niat murni di hati, ritual yang dilakukan, dan dampak nyata yang ditinggalkan di lingkungan sekitar. Kesalehan sejati selalu meninggalkan jejak positif bagi orang lain, bukan sekadar catatan baik di buku amal pribadi.