Albuminuria, atau sering disebut proteinuria, adalah kondisi medis yang ditandai dengan adanya protein albumin dalam jumlah abnormal di dalam urin. Keberadaan protein ini adalah indikasi kuat bahwa ginjal tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ginjal yang sehat bertugas menyaring zat sisa sambil mempertahankan protein penting seperti albumin dalam aliran darah. Ketika kerusakan terjadi pada glomerulus—unit penyaringan kecil di ginjal—albumin dapat bocor ke dalam urin. Meskipun sering kali bersifat asimtomatik pada tahap awal, **akibat penyakit albuminuria** dapat berkembang menjadi komplikasi serius jika tidak dikelola dengan baik.
Albuminuria biasanya diklasifikasikan menjadi dua tahap utama: albuminuria mikro (microalbuminuria) dan albuminuria makro (macroalbuminuria). Tahap mikro adalah tanda awal kerusakan ginjal, di mana albumin yang keluar masih sedikit. Namun, jika ini adalah akibat dari diabetes atau hipertensi, ia menjadi peringatan dini untuk intervensi agresif.
Jika kondisi ini dibiarkan berkembang menjadi albuminuria makro, ini menandakan kerusakan ginjal yang lebih parah dan progresif. Dampak utama dari kehilangan protein kronis ini tidak hanya terbatas pada fungsi ginjal, tetapi juga mempengaruhi sistem kardiovaskular.
Konsekuensi dari albuminuria meluas jauh melampaui sekadar hasil tes laboratorium. Berikut adalah beberapa akibat penyakit albuminuria yang perlu diwaspadai:
Ini adalah konsekuensi paling langsung. Kehilangan albumin menunjukkan bahwa filter ginjal (glomeruli) sudah rusak. Semakin banyak protein yang hilang, semakin cepat penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), yang pada akhirnya dapat berujung pada gagal ginjal stadium akhir (End-Stage Renal Disease/ESRD) yang memerlukan dialisis atau transplantasi.
Albuminuria adalah prediktor independen yang kuat untuk penyakit kardiovaskular, termasuk serangan jantung dan stroke, bahkan pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya. Mekanismenya diduga terkait dengan peradangan sistemik dan disfungsi endotel pembuluh darah yang dipicu oleh kebocoran protein dan tekanan darah tinggi yang sering menyertainya.
Protein albumin bertanggung jawab menjaga tekanan osmotik koloid dalam darah. Ketika albumin hilang dalam jumlah besar melalui urin (khususnya pada sindrom nefrotik yang ditandai albuminuria berat), tekanan osmotik menurun drastis. Akibatnya, cairan cenderung bocor keluar dari pembuluh darah ke jaringan sekitarnya, menyebabkan pembengkakan, terutama di kaki, pergelangan kaki, dan sekitar mata.
Ginjal yang bermasalah sering kali disertai dengan perubahan metabolisme lipid. Tubuh berusaha mengkompensasi hilangnya protein dengan meningkatkan produksi lipid (kolesterol dan trigliserida) di hati. Peningkatan kadar lipid ini semakin memperburuk risiko aterosklerosis dan masalah jantung.
Kehilangan protein dalam urin tidak hanya melibatkan albumin, tetapi juga antibodi penting. Penurunan kadar antibodi dalam darah membuat individu dengan albuminuria berat menjadi lebih rentan terhadap berbagai jenis infeksi, yang mana infeksi itu sendiri dapat memperburuk fungsi ginjal.
Pengelolaan albuminuria berfokus pada mengendalikan penyebab dasarnya (seperti diabetes dan hipertensi) serta mengurangi kehilangan protein. Obat-obatan seperti penghambat ACE (Angiotensin-Converting Enzyme) atau ARB (Angiotensin II Receptor Blockers) sering diresepkan karena terbukti mampu menurunkan tekanan di dalam glomerulus, sehingga mengurangi kebocoran albumin dan melindungi ginjal lebih lanjut.
Mengontrol pola makan, mengurangi asupan garam, dan menjalani gaya hidup sehat merupakan bagian integral dari terapi. Deteksi dini albuminuria melalui skrining rutin adalah kunci utama untuk mencegah perkembangan dampak negatif jangka panjang yang mengancam jiwa.