Surat Al-Anfal (yang berarti "Harta Rampasan Perang") adalah surat Madaniyah ke-8 dalam urutan mushaf, namun diturunkan setelah Surat Al-Baqarah. Surat ini memiliki fokus yang sangat spesifik terkait dengan peristiwa besar dalam sejarah Islam, terutama Perang Badar, dan bagaimana umat Islam harus mengelola hasil dari perjuangan mereka, baik secara material maupun spiritual. Total surat ini terdiri dari 75 ayat.
Sebagai surat yang turun di periode Madinah, Al-Anfal berfungsi sebagai pedoman komprehensif mengenai etika perang, pembagian rampasan (ghanimah), penguatan ukhuwah, serta pentingnya ketaatan penuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Nama "Al-Anfal" sendiri diambil dari ayat pertama yang membahas tentang pembagian harta rampasan perang.
Etika dan Tanggung Jawab Setelah Kemenangan
Ayat-ayat awal Al-Anfal secara tegas mendefinisikan bahwa segala rampasan (anfal) adalah milik Allah dan Rasul-Nya. Ini merupakan penekanan mendasar bahwa hasil dari perjuangan, meskipun dilakukan oleh kaum mukminin, pada hakikatnya adalah amanah dari Allah SWT. Ayat 1 Surat Al-Anfal berbunyi: "Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: 'Harta rampasan itu adalah urusan Allah dan Rasul-Nya.'"
Ayat ini menetapkan standar moralitas yang sangat tinggi. Dalam konteks historis Perang Badar, pertanyaan ini muncul karena para sahabat memiliki kepentingan pribadi terhadap harta yang diperoleh. Namun, wahyu turun untuk meluruskan niat, mengingatkan bahwa tujuan utama bukanlah keuntungan duniawi, melainkan tegaknya syiar Islam dan kepatuhan total kepada ajaran ilahi. Setelah ditetapkan bahwa urusan tersebut diserahkan kepada kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, ayat berikutnya memberikan pedoman tentang cara pembagian yang adil.
Pentingnya Ketaatan dan Persatuan
Selain membahas harta, Al-Anfal sangat menekankan pentingnya persatuan dan ketaatan mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya. Surat ini menjelaskan bahwa kemenangan hakiki datang bukan semata-mata karena jumlah atau kekuatan fisik, melainkan karena iman yang kokoh dan kepatuhan terhadap perintah ilahi.
Poin Kunci dalam Al-Anfal:
- Ketaatan Total: Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kunci kemenangan (Ayat 20).
- Peran Iman: Allah memberikan rahmat dan ketenangan kepada hati orang-orang beriman (Ayat 11).
- Kewajiban Jihad: Kewajiban untuk berjihad dan berinfak di jalan Allah.
- Pengelolaan Harta: Semua hasil perjuangan harus didistribusikan sesuai ketentuan syariat, bukan hawa nafsu pribadi.
- Penghindaran Perselisihan: Larangan keras untuk berselisih agar tidak hilang kekuatan dan wibawa (Ayat 46).
Ayat-ayat yang berbicara tentang ketaatan ini menjadi landasan utama pembentukan karakter komunitas muslim yang solid. Ketika umat terpecah belah karena perselisihan internal atau fokus pada keuntungan material sesaat, mereka akan kehilangan kekuatan mereka, sebuah peringatan serius yang relevan hingga kini.
Kisah Pengingat untuk Generasi Mendatang
Surat Al-Anfal berfungsi sebagai 'kitab sejarah moral' bagi umat Islam. Ia mengingatkan bahwa dalam setiap konflik atau pencapaian besar, terdapat ujian tersembunyi. Ujian tersebut adalah menguji keikhlasan hati: apakah perjuangan dilakukan murni demi Allah, ataukah ada unsur keserakahan dan pujian manusiawi yang menyelinap masuk.
Sebagai contoh, ketika Allah menggambarkan orang-orang kafir di Badar, mereka digambarkan merasa sombong karena harta kekayaan dan jumlah mereka. Sebaliknya, mukminin didorong untuk bersabar dan bersyukur, karena meskipun jumlah mereka sedikit, Allah menguatkan barisan mereka dengan bantuan malaikat.
Memahami Al-Anfal bukan sekadar memahami aturan pembagian rampasan perang yang mungkin jarang terjadi saat ini. Intinya adalah memahami prinsip manajemen amanah, keikhlasan niat, dan pentingnya persatuan di bawah kepemimpinan yang sahih berdasarkan wahyu. Surat ini mengajarkan bahwa kemenangan sejati adalah kemenangan jiwa atas hawa nafsu, yang kemudian menghasilkan keberkahan dalam distribusi kekayaan hasil usaha kolektif. Surat ini secara keseluruhan adalah fondasi etika sosial dan militer dalam Islam.
Oleh karena itu, setiap muslim dianjurkan untuk membaca dan merenungkan Al-Anfal, agar semangat jihad—yang berarti perjuangan sungguh-sungguh—selalu diarahkan pada tujuan mulia, yaitu keridhaan Allah, bukan sekadar keuntungan duniawi yang fana.