Diagram sederhana menunjukkan glomerulus (filter) yang seharusnya menahan albumin.
Ginjal adalah organ vital yang berfungsi sebagai sistem penyaringan utama tubuh. Mereka membersihkan darah dari limbah metabolik, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, serta mengatur tekanan darah. Jantung dari fungsi penyaringan ini berada di dalam unit fungsional ginjal yang disebut nefron, khususnya pada struktur penyaring halus yang dikenal sebagai glomerulus.
Dalam kondisi normal, glomerulus dirancang untuk memungkinkan air dan zat terlarut kecil (seperti glukosa dan elektrolit) melewati membran filtrasi untuk membentuk urin primer. Namun, protein besar, terutama albumin (protein utama dalam darah), seharusnya tetap berada di dalam aliran darah. Kehadiran albumin dalam jumlah signifikan di urin adalah indikasi adanya kerusakan pada struktur penyaringan ginjal. Kondisi ini dikenal sebagai albuminuria.
Albuminuria didefinisikan sebagai ditemukannya albumin dalam urin melebihi ambang batas normal. Tahap awal sering disebut mikroalbuminuria, di mana jumlah albumin yang terdeteksi masih sedikit. Mikroalbuminuria seringkali merupakan tanda paling awal dari penyakit ginjal kronis (PGK) yang disebabkan oleh kondisi sistemik seperti diabetes melitus atau hipertensi.
Ketika terjadi kerusakan pada glomerulus—baik karena tingginya kadar gula darah yang merusak pembuluh darah halus (diabetik nefropati) atau karena tekanan darah tinggi yang berlebihan—integritas filter menjadi terganggu. Pembuluh darah glomerulus menjadi lebih permeabel, memungkinkan albumin "bocor" keluar dari darah menuju ruang Bowman dan akhirnya diekskresikan dalam urin.
Albuminuria bukan hanya gejala; ia juga merupakan faktor pendorong progresivitas kerusakan ginjal. Kehilangan albumin dalam jumlah besar memiliki konsekuensi serius. Pertama, hilangnya protein menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang dapat memicu retensi cairan dan edema (pembengkakan). Kedua, protein yang masuk ke tubulus ginjal (bagian selanjutnya dari nefron setelah glomerulus) bersifat toksik bagi sel tubulus.
Kerusakan pada bagian tubulus ginjal akibat paparan albumin yang berlebihan ini mempercepat peradangan dan fibrosis (pembentukan jaringan parut). Seiring waktu, akumulasi jaringan parut ini secara permanen mengurangi luas permukaan penyaringan ginjal yang efektif. Inilah sebabnya mengapa dokter sering melihat albuminuria sebagai "peringatan dini" kerusakan yang bersifat progresif.
Mengingat albuminuria seringkali tidak menimbulkan gejala pada tahap awal, skrining rutin sangat penting, terutama bagi individu berisiko tinggi (penderita diabetes, hipertensi, obesitas, atau riwayat keluarga penyakit ginjal). Tes yang digunakan biasanya adalah rasio albumin-kreatinin urin (UACR) yang merupakan cara yang mudah dan sensitif untuk mengukur kebocoran albumin relatif terhadap konsentrasi kreatinin (produk sisa yang diekskresikan secara stabil).
Tujuan utama penatalaksanaan adalah menghentikan atau memperlambat progresi kerusakan ginjal. Ini melibatkan pengendalian ketat terhadap faktor risiko penyebab. Untuk penderita diabetes, ini berarti menjaga kadar gula darah dalam target optimal. Untuk penderita hipertensi, penggunaan obat-obatan tertentu seperti ACE inhibitor atau ARB (Angiotensin Receptor Blocker) sangat krusial. Obat-obatan ini tidak hanya menurunkan tekanan darah tetapi juga memiliki efek protektif langsung pada glomerulus, mengurangi tekanan filtrasi dan meminimalkan kebocoran albumin.
Jika mikroalbuminuria berkembang menjadi makroalbuminuria (proteinuria berat), ini mengindikasikan kerusakan ginjal yang lebih lanjut dan memerlukan intervensi nefrologis lebih intensif. Dengan manajemen yang agresif terhadap tekanan darah dan pengendalian penyakit dasar, penurunan albuminuria seringkali dapat dicapai, yang menandakan bahwa kerusakan struktural ginjal telah melambat atau bahkan berbalik sebagian.