Alergi makanan adalah respons sistem imun yang berlebihan terhadap protein tertentu dalam makanan yang sebenarnya tidak berbahaya. Meskipun alergi susu sapi dan telur sering menjadi perhatian utama pada anak-anak, alergi terhadap daging unggas, khususnya protein ayam, juga merupakan kondisi yang patut diwaspadai. Alergi protein ayam mungkin terdengar jarang, namun dampaknya bisa signifikan bagi mereka yang mengalaminya.
Alergi protein ayam terjadi ketika sistem kekebalan tubuh salah mengidentifikasi protein yang ada dalam daging ayam sebagai zat berbahaya (alergen). Sebagai respons, tubuh melepaskan zat kimia seperti histamin, yang kemudian menyebabkan berbagai gejala alergi. Berbeda dengan intoleransi makanan yang melibatkan sistem pencernaan, alergi melibatkan respons imunologis.
Seringkali, alergi ini lebih umum terjadi pada anak-anak dan bisa menghilang seiring bertambahnya usia. Namun, pada beberapa individu, alergi ini bisa menetap hingga dewasa dan memerlukan manajemen diet seumur hidup.
Dalam kasus alergi terhadap ayam, protein utama yang sering kali menjadi biang keladi adalah **Gal d 1** (atau protein analognya) yang secara struktural mirip dengan protein yang ditemukan pada telur ayam dan beberapa jenis unggas lainnya. Hal ini menjelaskan mengapa banyak individu yang alergi terhadap ayam juga menunjukkan sensitivitas terhadap telur.
Meskipun demikian, beberapa penelitian menunjukkan adanya protein spesifik dalam otot ayam yang juga dapat memicu reaksi alergi independen dari alergi telur. Mekanisme pasti masih terus diteliti, namun paparan awal melalui makanan padat (introduksi makanan bayi) sering dianggap sebagai pemicu awal sensitivitas.
Gejala alergi protein ayam bisa bervariasi tingkat keparahannya, mulai dari ringan hingga anafilaksis yang mengancam jiwa. Gejala biasanya muncul dalam waktu beberapa menit hingga dua jam setelah mengonsumsi ayam.
Gejala yang paling umum meliputi:
Penting untuk dicatat bahwa reaksi alergi terhadap ayam terkadang bisa terjadi karena kontaminasi silang, misalnya saat ayam diproses menggunakan peralatan yang sama dengan produk alergen lain.
Jika Anda mencurigai adanya alergi protein ayam, langkah pertama adalah berkonsultasi dengan dokter spesialis alergi atau imunologi. Diagnosis biasanya melibatkan kombinasi riwayat medis rinci, tes kulit tusuk (skin prick test), dan/atau tes darah untuk mendeteksi antibodi IgE spesifik terhadap protein ayam.
Saat ini, penanganan utama alergi protein ayam adalah dengan **menghindari konsumsi ayam sepenuhnya**. Ini memerlukan kewaspadaan tinggi karena ayam dan produk turunannya (seperti kaldu ayam atau bahan pengisi tertentu) bisa tersembunyi dalam berbagai makanan olahan.
Bagi mereka yang alerginya ringan dan didiagnosis hanya pada masa kanak-kanak, dokter mungkin merekomendasikan tes ulang secara berkala untuk melihat apakah sensitivitas telah hilang. Sementara itu, individu yang mengalami reaksi parah harus selalu membawa auto-injektor epinefrin (EpiPen) sebagai pertolongan pertama darurat.
Mengganti sumber protein hewani dengan ikan, daging sapi (jika tidak alergi), atau sumber protein nabati seperti kacang-kacangan, tahu, dan tempe menjadi kunci untuk memastikan nutrisi tetap terpenuhi tanpa memicu reaksi alergi.