Susu Ultra High Temperature (UHT) merupakan salah satu sumber nutrisi populer, terutama bagi anak-anak. Proses pemanasan tinggi yang membuatnya tahan lama dan praktis seringkali membuatnya menjadi pilihan utama orang tua. Namun, bagi sebagian individu, terutama bayi dan balita, konsumsi susu UHT dapat memicu reaksi yang tidak diinginkan: alergi susu sapi.
Memahami perbedaan antara intoleransi laktosa dan alergi susu adalah langkah krusial. Intoleransi laktosa melibatkan masalah pencernaan karena kekurangan enzim laktase, sedangkan alergi susu UHT adalah respons sistem kekebalan tubuh terhadap protein dalam susu, seperti kasein atau whey. Reaksi alergi ini bisa berkisar dari ringan hingga mengancam jiwa (anafilaksis).
Mengenali gejala adalah kunci penanganan dini. Gejala alergi susu UHT sering kali muncul segera setelah konsumsi, namun bisa juga tertunda beberapa jam atau bahkan hari. Penting bagi orang tua untuk mencatat kapan gejala muncul setelah anak mengonsumsi produk berbahan dasar susu sapi.
Meskipun semua produk susu sapi mengandung protein alergenik yang sama, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemrosesan suhu tinggi (UHT) dapat mengubah struktur protein susu. Perubahan ini, meskipun umumnya meningkatkan keamanan mikrobiologis, pada beberapa kasus dapat memengaruhi cara sistem kekebalan tubuh bereaksi. Namun, perlu ditekankan bahwa alergi susu sapi terjadi pada proteinnya, bukan pada proses pemanasan itu sendiri. Bayi yang alergi terhadap susu formula biasa hampir pasti juga akan bereaksi terhadap susu UHT.
Ketika alergi susu UHT telah terdiagnosis, penanganan utamanya adalah eliminasi total produk yang mengandung susu sapi dari diet anak. Karena susu UHT adalah produk olahan susu sapi, ia harus dihindari sepenuhnya.
Untuk anak-anak, terutama yang masih mengonsumsi susu sebagai minuman utama (di bawah usia 2 tahun), penggantian nutrisi menjadi sangat penting. Dokter biasanya akan merekomendasikan:
Alergi susu UHT tidak hanya berarti menghindari susu cair di kotak. Susu sapi digunakan sebagai bahan tersembunyi di banyak makanan olahan. Kemudahan yang ditawarkan susu UHT justru memperparah tantangan ini karena sering digunakan sebagai basis dalam:
Orang tua wajib menjadi detektif label. Di Indonesia, aturan pelabelan alergen biasanya cukup ketat, namun selalu cari kata kunci seperti: Susu, Whey, Kasein, Laktosa (meskipun laktosa tidak berisiko bagi alergi murni, sering dicantumkan bersamaan), Mentega, dan Krim. Jika label mencantumkan peringatan "Mungkin mengandung jejak susu," untuk kasus alergi parah, produk tersebut sebaiknya dihindari.
Meskipun pada awalnya terasa sulit mengganti susu UHT dengan alternatif lain, perkembangan ilmu gizi memungkinkan anak-anak yang alergi susu sapi untuk tetap tumbuh sehat dengan asupan nutrisi yang seimbang melalui formula pengganti atau diet nabati yang terencana dengan baik. Komunikasi rutin dengan ahli gizi memastikan bahwa semua kebutuhan kalsium dan Vitamin D terpenuhi tanpa memicu reaksi alergi.