Dalam setiap ibadah, terdapat doa-doa khusus yang mengiringi perbuatan tersebut. Doa ini berfungsi sebagai pengakuan, ungkapan syukur, dan pengharapan atas penerimaan amal kita di hadapan Allah SWT. Salah satu momen krusial dalam ibadah puasa, terutama di bulan Ramadan, adalah saat berbuka puasa (iftar). Pada saat inilah, kalimat suci yang sangat masyhur dilantunkan, yaitu "Allahuma lakasumtu" beserta kelanjutannya.
Kalimat yang sering diucapkan ketika hendak berbuka puasa adalah:
Allahumma lakasumtu wa bika aamantu wa 'ala rizqika afthartu. "Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka."Meskipun terkadang sebagian orang hanya mengucapkan bagian awal, yaitu "Allahuma lakasumtu," namun pemahaman terhadap keseluruhan doa ini sangat penting. Doa ini bukan sekadar rutinitas lisan menjelang azan Maghrib, melainkan sebuah deklarasi iman yang mendalam. Kata kunci "Allahuma lakasumtu" yang berarti "Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa," menegaskan bahwa ibadah puasa yang dilakukan murni karena perintah dan mencari keridaan Allah semata. Tidak ada motif duniawi, pujian manusia, atau pamrih lain yang mendasari pengekangan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu.
Puasa adalah bentuk ibadah yang paling otentik menunjukkan penyerahan diri (Islam). Ketika kita mengucapkan "Lakassumtu" (hanya untuk-Mu), kita sedang menempatkan Allah sebagai satu-satunya tujuan. Dalam konteks spiritual, ini adalah penegasan tauhid yang kuat. Puasa melatih kejujuran batin, karena hanya diri sendiri dan Allah yang tahu apakah seseorang benar-benar menahan diri ataukah tidak. Oleh karena itu, penegasan bahwa puasa itu *Laka* (untuk-Mu) menjadi penutup pengakuan atas keikhlasan tersebut.
Setelah mengakui sebab puasa, doa ini dilanjutkan dengan "wa bika aamantu" (dan kepada-Mu aku beriman). Iman di sini mencakup iman terhadap perintah puasa itu sendiri, terhadap janji pahala dari Allah, serta iman bahwa Allah adalah Zat yang berhak disembah. Puasa yang dilakukan tanpa iman adalah amalan kosong. Iman ini menjadi landasan kokoh bagi setiap ibadah yang dilaksanakan.
Bagian penutup doa, "wa 'ala rizqika afthartu" (dan dengan rezeki-Mu aku berbuka), adalah puncak rasa syukur. Setelah seharian menahan lapar dan dahaga, ketika waktu berbuka tiba, seorang Muslim diingatkan bahwa makanan dan minuman yang tersedia adalah karunia langsung dari Allah. Banyak orang di dunia yang tidak mendapatkan nikmat ini. Oleh karena itu, berbuka puasa tidak hanya sekadar memulihkan energi fisik, tetapi harus diiringi kesadaran penuh bahwa kenikmatan itu bersumber dari Yang Maha Memberi Rezeki. Rasa syukur ini akan menumbuhkan ketenangan jiwa dan meningkatkan keberkahan pada makanan yang dikonsumsi.
Mengucapkan doa berbuka, termasuk frasa "Allahuma lakasumtu," memiliki keutamaan besar. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dan Baihaqi, Rasulullah SAW bersabda bahwa orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan: kegembiraan ketika berbuka puasa, dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya (karena pahala puasanya). Doa ini adalah ekspresi dari kegembiraan pertama tersebut.
Ulama menjelaskan bahwa doa saat berbuka puasa adalah salah satu waktu mustajab (waktu dikabulkannya doa). Walaupun fokus utama doa ini adalah syukur atas izin berbuka, momen ini juga menjadi kesempatan emas untuk memohon ampunan, memohon kemudahan dalam ketaatan, dan memohon agar amal puasa diterima. Jadi, ketika mengucapkan "Allahuma lakasumtu," seorang hamba secara tidak langsung sedang membuka pintu permohonan kepada Rabb-nya pada saat yang paling tepat.
Pesan yang terkandung dalam "Allahuma lakasumtu" tidak hanya terbatas pada Ramadan. Konsep keikhlasan hanya karena Allah, iman yang teguh, dan rasa syukur atas rezeki harus menjadi prinsip hidup seorang Muslim sepanjang tahun. Puasa sunnah, seperti puasa Senin-Kamis, juga idealnya diiringi dengan niat dan pengakuan serupa. Ketika seseorang membiasakan dirinya untuk selalu mengakui bahwa segala upaya baiknya ditujukan hanya untuk Allah, maka ibadah-ibadah lainnya—mulai dari salat, sedekah, hingga berbakti kepada orang tua—akan memiliki kualitas yang lebih tinggi dan lebih dekat kepada penerimaan Ilahi. Dengan demikian, doa singkat ini menjadi pengingat permanen akan esensi pengabdian sejati.