Bulan Rajab merupakan salah satu dari empat bulan haram (suci) dalam kalender Hijriyah, selain Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Keistimewaan bulan ini disebutkan dalam Al-Qur'an, menjadikannya momentum penting bagi umat Islam untuk meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Rajab juga sering disebut sebagai "Syahrullah" (Bulan Allah).
Meskipun kemuliaannya tinggi, penting untuk membedakan antara amalan yang bersumber dari ajaran shahih (sunnah Rasulullah ﷺ) dengan kebiasaan atau keyakinan yang tidak memiliki landasan kuat dalam syariat. Berikut adalah panduan amalan yang dianjurkan berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad ﷺ di bulan Rajab.
Ilustrasi: Doa dan Ibadah di Bulan Suci Rajab
Bulan Rajab adalah waktu yang baik untuk melakukan introspeksi diri dan membersihkan catatan amal. Salah satu amalan utama di bulan suci adalah memperbanyak istighfar. Meskipun tidak ada dalil khusus yang menetapkan jumlah istighfar yang harus dibaca *hanya* di bulan Rajab, keutamaan memohon ampunan tetap berlaku secara umum, dan sangat dianjurkan dalam bulan haram.
Salah satu riwayat yang masyhur (meskipun statusnya lemah, namun maknanya baik dan sesuai dengan semangat Rajab) adalah doa yang sering dibaca:
"Allahumma igfirli dzunubi wa hadzihis-sanati, wa qaddif qalbii bi-nurika yaa Rabbi."
Intinya, perbanyaklah ucapan Astaghfirullahal 'Adzim sebagai bentuk penyesalan atas dosa masa lalu.
Puasa merupakan amalan yang sangat dianjurkan di bulan-bulan haram. Rasulullah ﷺ pernah bersabda tentang keutamaan puasa di bulan haram. Meskipun tidak ada hadits shahih yang secara eksplisit memerintahkan puasa penuh di bulan Rajab, puasa di bulan ini termasuk dalam puasa sunnah yang dianjurkan.
Beberapa ulama menganjurkan untuk berpuasa di hari-hari tertentu, seperti puasa Senin Kamis, atau berpuasa pada hari-hari utama (misalnya pertengahan bulan). Yang paling utama adalah mengikuti sunnah puasa umum di bulan haram.
Rajab adalah bulan yang mendahului Sya'ban dan Ramadhan. Oleh karena itu, momentum ini sangat baik digunakan untuk mempersiapkan diri secara spiritual. Memperbanyak shalawat kepada Nabi ﷺ adalah ibadah yang diperintahkan Allah SWT, dan keberkahannya tentu berlipat ganda di bulan mulia.
Ada doa yang populer dibaca saat memasuki bulan Rajab:
"Allahumma baarik lanaa fii Rajab, wa Sya'ban, wa ballighnaa Ramadhana."
Artinya: "Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan."
Meskipun sanad hadits doa ini dinilai dhaif (lemah) oleh para ahli hadits, makna dari doa tersebut sangat baik, yaitu memohon umur panjang untuk bertemu Ramadhan dalam keadaan sehat dan iman yang kuat. Mayoritas ulama membolehkan mengamalkan doa ini selama tidak diyakini sebagai sunnah yang pasti berasal dari Nabi ﷺ.
Karena statusnya sebagai bulan haram, ganjaran atas perbuatan baik dilipatgandakan, begitu pula dengan dosa perbuatan buruk atau maksiat. Menjauhi segala bentuk kemaksiatan adalah amalan utama yang harus ditingkatkan di bulan Rajab.
Keutamaan bulan haram terletak pada larangan berperang di dalamnya, yang secara implisit mengajarkan kita untuk hidup dalam ketenangan dan menjauhi permusuhan, baik dengan sesama manusia maupun dengan Allah melalui pelanggaran perintah-Nya.
Peristiwa Isra' Mi'raj Rasulullah ﷺ terjadi di bulan Rajab. Walaupun demikian, dalam sunnah Nabi, tidak ditemukan adanya perintah untuk merayakan atau mengadakan acara khusus dengan tata cara tertentu pada malam Isra' Mi'raj. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk merenungkan makna agung peristiwa tersebut melalui peningkatan ibadah pribadi (seperti shalat sunnah atau membaca Al-Qur'an) daripada mengadakan perayaan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi ﷺ dan para Sahabat.
Fokus utama amalan di bulan Rajab adalah melanjutkan ibadah yang pokok (shalat, puasa sunnah, sedekah, dzikir, istighfar) dengan niat menyambut keberkahan bulan-bulan berikutnya.
Bulan Rajab adalah ladang amal sebelum memasuki bulan Sya’ban dan Ramadhan. Amalan yang paling sesuai dengan sunnah adalah menjaga shalat tepat waktu, memperbanyak istighfar dan shalawat, serta menjalankan puasa sunnah tanpa mengkhususkan diri pada ritual tertentu yang tidak memiliki dasar kuat dalam hadits shahih. Jadikan Rajab sebagai fase pemanasan spiritual yang intensif.