Dunia spiritual seringkali dihiasi dengan istilah-istilah yang menarik, salah satunya adalah Ilmu Laduni. Ilmu ini seringkali digambarkan sebagai ilmu yang datang langsung dari sisi Tuhan, tanpa melalui proses belajar konvensional seperti membaca buku atau berguru secara fisik. Oleh karena itu, pemahaman yang benar mengenai amalan ilmu laduni menjadi krusial agar tidak terjebak dalam interpretasi yang keliru atau klaim palsu.
Secara harfiah, Laduni (atau Ladunni) berasal dari bahasa Arab, merujuk pada konsep pengetahuan yang dianugerahkan Allah (min ladunhu). Ini adalah anugerah ilahi, intuisi murni yang menembus batas-batas akal sehat manusia biasa. Sejarahnya sering dikaitkan dengan kisah Nabi Khidir a.s., seorang hamba shaleh yang dianugerahi ilmu misterius oleh Allah untuk membimbing Nabi Musa a.s. Kisah ini menjadi landasan utama mengapa banyak kalangan mengaitkan Laduni dengan karamah atau ilmu rahasia.
Perbedaan utama antara ilmu yang diperoleh melalui usaha (kasbi) dan Ilmu Laduni (wahbi) terletak pada sumber dan proses perolehannya. Ilmu kasbi membutuhkan usaha keras, pengulangan, dan validasi empiris atau logis. Sebaliknya, Ilmu Laduni datang seketika, seringkali sebagai jawaban atas permasalahan mendesak atau sebagai penerangan batin ketika hati sudah mencapai tingkat kesucian tertentu. Ini bukanlah ilmu yang bisa dipaksakan dengan ritual belaka, melainkan buah dari pembersihan diri yang mendalam.
Maka, berbicara mengenai amalan ilmu laduni bukanlah tentang mantra atau amalan fisik yang harus diulang ribuan kali. Justru, inti dari amalan tersebut terletak pada persiapan spiritual diri. Jika seseorang hanya mengejar hasil (kemampuan laduni) tanpa mempersiapkan wadahnya (hati dan akhlak), hasilnya bisa menyesatkan atau bahkan kosong belaka.
Para ahli hikmah menegaskan bahwa fondasi utama untuk membuka pintu anugerah Laduni adalah kesucian hati dan konsistensi ibadah. Beberapa poin kunci yang sering ditekankan dalam konteks amalan ilmu laduni meliputi:
Salah satu jebakan terbesar dalam mengejar amalan ilmu laduni adalah munculnya rasa 'ujub' atau sombong. Ketika seseorang merasa telah mendapatkan ilham atau pengetahuan yang melampaui orang lain, tanpa sadar ia telah menempatkan dirinya di atas bimbingan syariat. Ilmu laduni yang autentik selalu sejalan dan mendukung syariat (Al-Qur'an dan Sunnah), bukan malah melanggarnya.
Jika sebuah ‘ilmu’ yang diklaim sebagai Laduni membawa pengamalnya kepada perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama, atau jika ilmu tersebut digunakan untuk menipu atau mencari keuntungan materi semata, maka sudah pasti itu adalah ilusi atau tipuan hawa nafsu, bukan anugerah Laduni yang sesungguhnya. Keindahan sejati dari amalan ilmu laduni adalah membawa ketenangan dan meningkatkan ketaatan, bukan malah menjauhkan diri dari jalan lurus karena merasa sudah "tinggi".
Oleh karena itu, fokuslah pada penyempurnaan akhlak dan konsistensi ibadah. Biarkan pintu Laduni terbuka atas kehendak-Nya, sebagai rahmat tambahan atas ketekunan kita dalam ketaatan. Ilmu Laduni adalah hadiah, bukan target utama dari setiap ibadah.