Nabi Sulaiman bin Daud AS adalah salah satu figur paling agung dalam sejarah kenabian. Dikenal karena kebijaksanaannya yang luar biasa, kekuasaan yang luas, serta kekayaan yang tak terhingga, kisah hidupnya menjadi cerminan kekuatan spiritual dan kepemimpinan yang patut diteladani. Amalan Nabi Sulaiman tidak hanya berfokus pada aspek material, tetapi lebih mendalam pada kedekatan dengan Allah SWT melalui doa dan rasa syukur yang tak pernah putus.
Kunci utama dari keberhasilan dan kemuliaan Nabi Sulaiman adalah pengakuan mutlak bahwa segala kekuasaan, kekayaan, dan kemampuan berbicara dengan makhluk lain (seperti jin dan angin) adalah titipan dan anugerah murni dari Allah. Amalan yang mendasari semua pencapaian ini adalah keikhlasan dalam beribadah dan memohon pertolongan-Nya.
Salah satu amalan paling terkenal adalah doa yang dipanjatkan Nabi Sulaiman ketika ia ditinggal oleh Nabi Daud dan kemudian diuji dengan tanggung jawab besar atas kerajaannya. Doa ini menunjukkan kerendahan hati luar biasa di tengah kemegahan.
Allah SWT mengabadikan doa tersebut dalam Al-Qur'an: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan karuniakanlah kepadaku kerajaan yang tidak sepatutnya dimiliki oleh seorang pun sesudahku. Sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi." (QS. Shad: 35).
Meskipun permintaannya terdengar besar, substansi dari doa ini bukanlah keserakahan. Ia memohon agar Allah melindunginya dari kesombongan dan menjaga agar kerajaan yang diterimanya tetap digunakan sesuai dengan kehendak ilahi. Amalan ini mengajarkan bahwa meminta kemudahan duniawi diperbolehkan, asalkan disertai niat untuk menegakkan kebenaran dan selalu mengingat sumber segala karunia.
Kekayaan materi dan kekuatan supranatural yang dimiliki Nabi Sulaiman tidak membuatnya lalai. Amalan fundamental yang ia jaga adalah rasa syukur (syukur). Syukur ini termanifestasi dalam tindakannya sehari-hari. Ketika ia mampu mengendalikan angin dan angin membawanya ke tempat yang jauh dalam waktu singkat, ia segera bersyukur.
Salah satu mukjizat terbesar Nabi Sulaiman adalah kemampuannya memerintah jin dan hewan. Ini bukan didapat melalui sihir atau perjanjian gelap, melainkan murni karunia ilahi sebagai pengakuan atas kesalehannya dan doanya yang mustajab. Amalan yang mendasari mukjizat ini adalah kesabaran dan ketekunan dalam ibadah.
Kisah tentang Ratu Balqis yang menyembah matahari menunjukkan betapa pentingnya hikmah dalam menyampaikan kebenaran. Nabi Sulaiman menggunakan ilmunya untuk menunjukkan keagungan Allah, bukan untuk memamerkan kekuatannya. Amalan beliau mengajarkan bahwa ilmu dan kemampuan harus selalu diarahkan pada dakwah dan kebaikan.
Dalam konteks modern, amalan Nabi Sulaiman bisa diinterpretasikan sebagai upaya untuk menguasai diri sendiri (mengendalikan hawa nafsu seperti mengendalikan jin yang liar) dan memanfaatkan potensi diri (kecerdasan dan sumber daya) secara maksimal, namun senantiasa berlandaskan pada ketaatan kepada nilai-nilai spiritual tertinggi.
Amalan Nabi Sulaiman adalah cetak biru bagaimana seharusnya seorang pemimpin menjalani hidup: menggabungkan tanggung jawab duniawi yang besar dengan kerendahan hati spiritual yang mendalam. Kekayaannya adalah ujian, bukan tujuan akhir. Kerajaannya adalah amanah, bukan hak milik pribadi.
Oleh karena itu, meneladani amalan Nabi Sulaiman berarti melatih diri untuk selalu mendoakan kebaikan dunia dan akhirat, bersyukur atas setiap nikmat yang diterima sekecil apapun, dan memastikan bahwa setiap pencapaian dan kelebihan yang dimiliki diarahkan untuk memuliakan Sang Pencipta. Inilah esensi dari kerajaan yang "tidak sepatutnya dimiliki oleh seorang pun sesudahnya"—kerajaan yang tidak melekat pada kemewahan, melainkan pada kedekatan abadi dengan Allah.