Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali membuat keputusan, mengambil tindakan, dan membentuk opini berdasarkan serangkaian keyakinan yang kita pegang teguh. Keyakinan-keyakinan inilah yang kita sebut sebagai **anggapan dasar**. Anggapan dasar adalah premis atau asumsi yang diterima sebagai kebenaran tanpa perlu dibuktikan atau dipertanyakan lebih lanjut pada saat tertentu. Mereka berfungsi sebagai fondasi tak terlihat yang menopang seluruh struktur penalaran kita.
Memahami apa itu anggapan dasar sangat penting, terutama dalam konteks pemikiran kritis. Ketika kita gagal mengidentifikasi asumsi yang mendasari argumen kita sendiri atau argumen orang lain, kita berisiko membangun kesimpulan di atas pondasi yang rapuh. Jika anggapan dasar itu salah atau bias, maka seluruh bangunan pemikiran yang mengikutinya juga akan rentan runtuh.
Setiap proses penalaran, baik itu ilmiah, filosofis, maupun sosial, selalu bermula dari serangkaian asumsi. Misalnya, dalam sains, anggapan dasar utama adalah bahwa alam semesta bekerja secara konsisten dan dapat diamati (prinsip uniformitas). Tanpa anggapan ini, eksperimen dan pengumpulan data menjadi tidak bermakna. Dalam interaksi sosial, anggapan dasar mungkin berkisar pada niat baik orang lain, atau sebaliknya, asumsi skeptisisme terhadap informasi yang belum terverifikasi.
Anggapan dasar sering kali bersifat implisit; mereka jarang dinyatakan secara eksplisit. Mereka terbentuk melalui pengalaman masa lalu, didikan budaya, pendidikan formal, dan pemrosesan informasi yang otomatis oleh otak kita. Karena sifatnya yang tersembunyi, mereka menjadi sulit dikenali. Seseorang mungkin berdebat sengit tentang suatu isu, namun akar permasalahannya terletak pada dua anggapan dasar yang saling bertentangan yang tidak pernah disadari oleh kedua belah pihak.
Anggapan dasar dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori luas. Pertama adalah **anggapan dasar ontologis**, yang berkaitan dengan sifat dasar realitas (misalnya, apakah kebebasan memilih itu nyata atau ilusi). Kedua, **anggapan dasar epistemologis**, yang berkaitan dengan bagaimana kita mengetahui sesuatu (misalnya, apakah intuisi adalah sumber pengetahuan yang valid).
Dalam konteks praktis, kita sering menemukan **anggapan dasar pragmatis** atau kontekstual. Ini adalah asumsi yang kita buat untuk memungkinkan suatu tindakan atau komunikasi berjalan lancar. Misalnya, ketika kita mengajukan pertanyaan, kita mengasumsikan bahwa orang yang kita ajak bicara memiliki pemahaman dasar tentang topik tersebut. Jika asumsi ini keliru, komunikasi akan gagal.
Kekuatan dari anggapan dasar terletak pada efisiensinya. Mereka memungkinkan kita untuk berfungsi tanpa harus mengevaluasi ulang setiap detail kecil setiap saat. Namun, kerugian terbesarnya adalah potensi untuk menghambat inovasi dan pemahaman baru. Jika kita terlalu kaku berpegang pada anggapan yang usang, kita menutup diri terhadap perspektif yang mungkin lebih akurat atau lebih bermanfaat.
Pemikiran kritis yang efektif menuntut kemampuan untuk melakukan "penggalian" terhadap asumsi-asumsi tersembunyi ini. Langkah pertama adalah menyadari bahwa setiap klaim atau kesimpulan pasti memiliki penopang asumtif. Ketika menghadapi sebuah pernyataan, tanyakan pada diri sendiri: "Apa yang harus saya yakini benar agar pernyataan ini masuk akal?"
Setelah diidentifikasi, anggapan dasar harus diuji. Pengujian ini tidak selalu berarti membuktikan anggapan tersebut salah, melainkan mengevaluasi seberapa kuat bukti yang mendukungnya, dan apa konsekuensinya jika anggapan itu ternyata keliru. Apakah anggapan ini didukung oleh data empiris, ataukah ia hanyalah produk dari kebiasaan berpikir atau bias kognitif?
Dalam dunia yang penuh informasi dan polarisasi, kemampuan untuk secara sadar meninjau kembali anggapan dasar kita adalah keterampilan bertahan hidup intelektual. Ini memungkinkan fleksibilitas kognitif, mengurangi bias konfirmasi (kecenderungan untuk hanya mencari informasi yang mendukung keyakinan yang sudah ada), dan membuka jalan bagi dialog yang lebih konstruktif antara pihak-pihak yang berbeda pandangan. Mengkritisi anggapan dasar bukan berarti menolak segalanya, melainkan memastikan bahwa pondasi berpikir kita dibangun di atas landasan yang sekuat dan seobjektif mungkin.