Ilustrasi: Gejala Non-Klasik (Ekuivalen) di Sekitar Jantung
Penyakit jantung koroner (PJK) paling sering diidentikkan dengan nyeri dada yang menjalar, yang dikenal sebagai angina pektoris klasik. Namun, dalam dunia kardiologi, terdapat konsep penting yang sering kali terlewatkan atau salah diinterpretasikan, yaitu angina ekuivalen. Memahami kondisi ini sangat krusial karena dapat menunda diagnosis dan pengobatan yang tepat bagi pasien yang sebenarnya mengalami iskemia miokard (kekurangan oksigen pada otot jantung).
Secara definisi, angina ekuivalen merujuk pada gejala non-dada yang dialami seseorang sebagai manifestasi dari iskemia miokard, bukan nyeri dada yang tipikal. Dengan kata lain, ketika jantung kekurangan suplai darah yang cukup akibat penyempitan arteri koroner, bukannya menimbulkan rasa tertekan atau nyeri khas di dada, tubuh merespons melalui gejala lain yang mungkin tampak tidak berhubungan dengan jantung. Gejala-gejala ini "setara" atau ekuivalen dengan angina klasik karena memiliki akar patofisiologis yang sama: ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dan suplai oksigen.
Diagnosis angina ekuivalen seringkali menantang bagi tenaga medis karena gejala yang muncul bisa menyerupai keluhan umum lainnya, seperti masalah pencernaan, kelelahan, atau bahkan gangguan pernapasan. Pasien mungkin datang ke dokter dengan keluhan utama yang berbeda, sehingga penting bagi dokter untuk selalu mempertimbangkan PJK sebagai diagnosis banding, terutama pada populasi berisiko.
Meskipun tidak ada gejala tunggal yang pasti, beberapa manifestasi paling umum dari angina ekuivalen meliputi:
Siapa yang lebih mungkin mengalami angina ekuivalen daripada nyeri dada klasik? Penelitian menunjukkan bahwa kelompok tertentu memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menunjukkan gejala ekuivalen. Kelompok utama ini adalah:
Kesalahan dalam mengidentifikasi angina ekuivalen dapat berakibat fatal. Jika pasien hanya diobati untuk GERD atau kecemasan padahal mereka mengalami iskemia miokard, risiko terjadinya infark miokard akut (serangan jantung) atau aritmia mematikan menjadi sangat tinggi. Oleh karena itu, pendekatan klinis harus selalu proaktif.
Ketika pasien yang memiliki faktor risiko PJK (seperti riwayat merokok, hipertensi, kolesterol tinggi, atau diabetes) datang dengan keluhan atipikal seperti sesak napas saat beraktivitas atau kelelahan tak beralasan, dokter harus melakukan evaluasi jantung yang menyeluruh. Tes diagnostik seperti EKG saat latihan (stress test), ekokardiografi, dan penanda troponin (jika ada kecurigaan infark) menjadi alat penting untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan adanya penyakit arteri koroner yang tersembunyi di balik gejala yang tampak ringan tersebut.
Kesadaran publik dan profesional medis tentang keberadaan angina ekuivalen adalah langkah pertama dalam meningkatkan deteksi dini dan prognosis pasien PJK.