Ijab kabul adalah momen sakral yang menandai dimulainya sebuah ikatan suci dalam Islam, sebuah akad yang menghalalkan apa yang sebelumnya haram, mengubah dua individu menjadi sepasang suami istri yang sah di hadapan Allah SWT dan manusia. Namun, ijab kabul bukanlah akhir dari perjalanan. Justru, ia adalah gerbang awal menuju kehidupan berumah tangga yang penuh berkah, tantangan, dan keindahan. Setelah lafaz “Qabiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur” terucap, dan saksi-saksi menyatakan sah, pasangan pengantin memasuki fase di mana doa dan amalan menjadi fondasi utama untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Momen-momen setelah ijab kabul seringkali diisi dengan kebahagiaan, tawa, dan tangis haru. Di tengah euforia tersebut, ajaran Islam menggariskan beberapa bacaan dan amalan yang sangat dianjurkan. Amalan-amalan ini bukan sekadar tradisi, melainkan cerminan dari keyakinan bahwa setiap langkah dalam pernikahan harus senantiasa diiringi permohonan kepada Sang Pencipta, agar rumah tangga yang dibangun mendapatkan ridha, rahmat, dan keberkahan dari-Nya. Artikel ini akan membahas secara mendalam berbagai bacaan dan amalan yang disunahkan setelah ijab kabul, lengkap dengan makna, filosofi, serta bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan berumah tangga.
Setelah ijab kabul, sebuah kontrak suci telah terjalin. Namun, keberhasilan dan kebahagiaan rumah tangga tidak hanya bergantung pada sahnya akad secara hukum syariah. Lebih dari itu, ia memerlukan campur tangan dan anugerah dari Allah SWT. Doa dan amalan setelah ijab kabul adalah bentuk pengakuan akan ketergantungan manusia kepada Tuhan, sebuah ikhtiar spiritual untuk meminta petunjuk, perlindungan, dan limpahan rahmat dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Ini adalah investasi spiritual awal yang akan menuntun pasangan melewati berbagai fase kehidupan, dari suka hingga duka.
Proses ijab kabul itu sendiri, meskipun telah memenuhi rukun dan syarat, hanyalah formalitas awal yang secara legal mengikat dua individu. Namun, dimensi spiritual pernikahan jauh melampaui aspek legalitas. Ia adalah janji yang diikrarkan di hadapan Allah, yang menuntut komitmen seumur hidup untuk saling melengkapi, mendukung, dan beribadah bersama. Tanpa doa dan permohonan keberkahan, fondasi spiritual ini mungkin kurang kokoh, sehingga rumah tangga bisa lebih rentan terhadap goncangan dan ujian yang pasti akan datang.
Permohonan keberkahan ini juga berfungsi sebagai pengingat bagi pasangan bahwa pernikahan adalah ibadah yang sangat panjang, dan setiap aspeknya, mulai dari bangun tidur hingga kembali tidur, dari berinteraksi hingga menyelesaikan masalah, dapat bernilai pahala jika dilakukan sesuai tuntunan agama dan diniatkan karena Allah. Filosofi ini mengajarkan bahwa rumah tangga yang ideal dalam Islam adalah yang seluruh aktivitas di dalamnya bernilai ibadah, di mana suami dan istri saling berlomba dalam kebaikan, saling menasihati, dan saling mendorong menuju ketaatan. Tanpa landasan spiritual yang kuat, rumah tangga rentan diterpa badai dan godaan yang dapat merusak keharmonisan. Oleh karena itu, bacaan dan amalan setelah ijab kabul adalah langkah strategis untuk menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan sejak dini, menciptakan atmosfer keberkahan yang akan menyelimuti seluruh perjalanan pernikahan mereka.
Lebih jauh lagi, melalui doa, pasangan mengakui bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya berasal dari harta, kedudukan, atau kecantikan fisik, melainkan dari ridha Allah. Ketika hati kedua pasangan tertambat pada Allah, mereka akan lebih mudah menghadapi perbedaan, mengelola konflik, dan bersyukur atas setiap anugerah. Doa adalah senjata mukmin, dan dalam konteks pernikahan, ia adalah benteng yang melindungi dari godaan syaitan dan kesulitan dunia. Dengan memohon keberkahan, pasangan juga berharap bahwa pernikahan mereka akan melahirkan generasi yang saleh dan salehah, yang menjadi penyejuk mata bagi mereka dan penerus risalah Islam di masa depan.
Ada beberapa doa khusus yang sangat dianjurkan untuk dibaca atau diucapkan kepada pasangan pengantin setelah ijab kabul, baik oleh wali, penghulu, tokoh agama, atau bahkan oleh pasangan itu sendiri.
Salah satu doa yang paling terkenal dan dianjurkan adalah doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW ketika melihat atau mengucapkan selamat kepada pengantin. Doa ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An-Nasa'i dari Abu Hurairah RA.
Doa ini adalah doa yang sangat komprehensif, mencakup permohonan keberkahan di segala aspek kehidupan pasangan. Kata “Baarakallahu laka” berarti “Semoga Allah memberkahimu”. Ini adalah permohonan keberkahan secara umum dalam segala aspek kehidupan sang pengantin, baik secara individu maupun dalam kapasitasnya sebagai pasangan. Keberkahan di sini mencakup keberkahan harta, umur, kesehatan, rezeki, dan yang terpenting, keberkahan dalam hubungan rumah tangganya, sehingga setiap aktivitas dan interaksi mereka bernilai ibadah dan mendatangkan pahala.
Kemudian, “wa baaraka 'alaika” secara spesifik memohon keberkahan yang akan datang atas diri pengantin, seperti keberkahan dalam keturunan yang saleh, rezeki yang halal dan melimpah, serta segala usaha dan cita-cita yang akan mereka lakukan bersama. Ada ulama yang menafsirkan bahwa “laka” merujuk pada kebaikan yang diharapkan akan datang dari pernikahan ini yang bersifat personal bagi masing-masing individu, sementara “alaika” merujuk pada kebaikan yang akan kembali kepada pengantin itu sendiri sebagai hasil dari pernikahan yang diberkahi, yang bersifat kolektif sebagai unit keluarga.
Bagian terakhir yang sangat vital, “wa jama'a bainakumaa fii khairin”, memiliki makna yang sangat mendalam dan menjadi inti dari harapan setiap pernikahan. Ini adalah doa agar Allah menyatukan hati kedua pasangan dalam kebaikan, dalam ketaatan kepada-Nya, dan dalam tujuan-tujuan mulia. Kebanyakan pasangan memulai pernikahan dengan cinta yang bergelora, namun doa ini memohon agar persatuan mereka tidak hanya didasari oleh perasaan semata, melainkan oleh kebaikan dan tujuan-tujuan yang diridhai Allah. Ini mencakup persatuan dalam visi, misi, nilai-nilai, serta dalam menghadapi cobaan hidup bersama. Ini adalah harapan agar cinta mereka berlandaskan iman, diikat oleh takwa, dan membawa mereka menuju kebahagiaan dunia serta keabadian di surga.
Doa ini tidak hanya diucapkan saat pernikahan, tetapi juga menjadi pegangan bagi pasangan untuk senantiasa mengarahkan rumah tangganya pada kebaikan. Setiap keputusan, setiap tindakan, setiap interaksi, dan setiap proyek kehidupan mereka harus selalu diarahkan pada hal-hal yang mendatangkan kebaikan dan keberkahan dari Allah SWT. Ini adalah pengingat bahwa tujuan akhir pernikahan adalah untuk meraih ridha Ilahi, dan dengan itu, kebahagiaan hakiki akan datang menyertainya.
Setelah ijab kabul dan ketika berdua dengan istrinya, dianjurkan bagi suami untuk meletakkan tangannya di ubun-ubun istrinya sambil membaca doa. Amalan ini merupakan sunnah Nabi SAW dan mengandung makna spiritual yang mendalam, menunjukkan kasih sayang dan tanggung jawab awal seorang suami.
Doa ini diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash. Ini adalah doa yang sangat personal dan penuh kerendahan hati. Melalui doa ini, seorang suami menyadari bahwa istrinya adalah anugerah sekaligus amanah dari Allah yang harus dijaga dan dilindungi. Ia memohon kepada Allah agar segala kebaikan yang ada pada istrinya, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, baik yang bersifat fisik, akhlak, maupun spiritual, dapat menjadi berkah bagi mereka berdua dan rumah tangganya. Permohonan ini menunjukkan harapan suami akan kebaikan yang akan terpancar dari istrinya, yang akan membawa kebahagiaan dan kemaslahatan bagi keluarga.
Pada saat yang sama, ia juga memohon perlindungan dari segala keburukan yang mungkin ada pada istrinya, atau potensi keburukan yang bisa muncul, yang secara fitrah memang ada pada setiap manusia. Ini adalah pengakuan akan hakikat manusia yang tidak luput dari kekurangan dan cela. Dengan memohon perlindungan, suami berharap Allah akan senantiasa menjaga hati dan perilaku istrinya dari hal-hal yang tidak disukai, serta menjaga dirinya sendiri dari potensi konflik atau masalah yang diakibatkan oleh kekurangan tersebut. Doa ini juga mengajarkan suami untuk tidak menuntut kesempurnaan dari istrinya, melainkan untuk menerima kekurangan dan berusaha membimbing dengan sabar.
Amalan ini juga merupakan simbol awal dari tanggung jawab seorang suami sebagai pemimpin rumah tangga, yang tidak hanya bertanggung jawab atas nafkah lahiriah tetapi juga nafkah batiniah dan spiritual. Ia memohonkan kebaikan dan perlindungan bagi pasangannya, menunjukkan kepedulian dan cintanya yang tulus yang berlandaskan iman. Gerakan meletakkan tangan di ubun-ubun juga mengandung makna simbolis permohonan keberkahan dan kekuatan untuk memimpin dengan baik. Ini adalah momen intim yang menegaskan komitmen spiritual suami terhadap istrinya dan rumah tangganya.
Al-Qur'an, sebagai petunjuk hidup, secara jelas menggariskan prinsip-prinsip pernikahan. Mengingat, membaca, dan merenungkan ayat-ayat ini setelah ijab kabul akan memperkuat fondasi spiritual rumah tangga, memberikan pedoman yang tak lekang oleh waktu dalam mengarungi kehidupan berdua.
Ayat ini sering disebut sebagai "ayat cinta" dalam Al-Qur'an, menjadi rujukan utama dalam memahami tujuan dan hakikat pernikahan dalam Islam. Ia mengungkap esensi hubungan suami istri yang ideal.
Ayat ini adalah intisari filosofi pernikahan dalam Islam. Allah SWT tidak hanya menciptakan pasangan, tetapi menjadikannya sebagai "tanda-tanda kekuasaan-Nya" (وَمِنْ آيَاتِهِ). Ini berarti pernikahan bukan sekadar institusi sosial, kebutuhan biologis, atau kontrak perdata semata, melainkan manifestasi kebesaran dan kebijaksanaan Allah yang patut direnungkan dan disyukuri.
Beberapa poin penting dari ayat ini yang perlu diresapi oleh pasangan baru:
Menginternalisasi ayat ini berarti pasangan harus selalu berusaha menciptakan sakinah dalam rumah tangga melalui komunikasi yang baik, saling percaya, dan dukungan emosional. Mereka harus memelihara mawaddah dengan saling menghargai, bermesraan, dan menjaga romantisme. Yang tak kalah penting, mereka harus menumbuhkan rahmah dengan saling memaafkan, membantu, dan peduli dalam setiap keadaan. Ayat ini mendorong pasangan untuk merenungkan keindahan dan kebesaran ciptaan Allah dalam diri mereka dan dalam ikatan suci ini, serta senantiasa bersyukur atas karunia tersebut.
Ayat ini memberikan nasihat penting mengenai perlakuan terhadap istri dan perspektif dalam menghadapi kekurangan pasangan. Meskipun konteks awalnya adalah tentang hak-hak wanita, bagian terakhirnya relevan untuk kedua belah pihak dalam pernikahan.
Bagian akhir ayat ini adalah nasihat emas bagi pasangan suami istri, terutama dalam menghadapi masa-masa sulit atau kekurangan pada pasangan. Perintah "Dan bergaullah dengan mereka secara patut (وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ)" adalah fundamental. Bil ma'ruf berarti memperlakukan pasangan dengan kebaikan, keadilan, kesopanan, dan hormat, sesuai syariat dan adat yang baik. Ini mencakup komunikasi yang baik, saling menghormati hak dan kewajiban, memberikan nafkah lahir dan batin, serta berlemah lembut dalam perkataan dan perbuatan. Interaksi yang ma'ruf adalah kunci untuk menjaga keharmonisan dan menghindari perselisihan yang tidak perlu.
Puncaknya adalah nasihat: "Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak (فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا)." Ayat ini mengajarkan tentang kesabaran, kebijaksanaan, dan melihat hikmah di balik segala sesuatu. Tidak ada manusia yang sempurna, dan pasti akan ada sifat, kebiasaan, atau kekurangan pada pasangan yang mungkin tidak disukai atau tidak sesuai harapan. Namun, Islam mengajarkan untuk tidak terburu-buru menghakimi, mengeluh, atau putus asa. Allah bisa jadi telah menyimpan kebaikan yang sangat banyak (خَيْرًا كَثِيرًا) di balik hal yang tidak disukai itu.
Untuk pasangan baru setelah ijab kabul, ayat ini menjadi pengingat bahwa perjalanan pernikahan tidak selalu mulus dan penuh dengan hal-hal yang menyenangkan. Akan ada saat-saat perbedaan pendapat, ketidakcocokan, atau bahkan kekecewaan. Namun, dengan mengingat ayat ini, mereka diajak untuk tetap bersabar, berusaha melihat sisi baik dari pasangannya, fokus pada kelebihan daripada kekurangan, dan percaya bahwa dengan kesabaran, toleransi, dan doa, Allah akan mengubah ketidaksukaan menjadi kebaikan yang melimpah, bahkan kebaikan yang tidak mereka sangka-sangka. Ini adalah ajakan untuk berprasangka baik kepada Allah dan kepada pasangan, serta untuk senantiasa mencari solusi yang bijaksana daripada menyerah pada kekecewaan.
Ayat ini, meskipun sering dikaitkan dengan hukum puasa, memiliki analogi yang indah mengenai hubungan suami istri yang seringkali disebut sebagai 'pakaian'.
Bagian "mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka (هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ)" adalah metafora yang sangat kuat dan mendalam mengenai hubungan suami istri. Metafora pakaian ini menggambarkan berbagai dimensi keintiman, perlindungan, dan saling melengkapi dalam pernikahan:
Untuk pasangan yang baru saja mengikat janji, ayat ini adalah pengingat bahwa hubungan mereka haruslah saling melengkapi, saling melindungi, saling menutupi kekurangan, dan saling memperindah. Ini adalah fondasi untuk membangun hubungan yang sangat intim, baik secara fisik maupun emosional dan spiritual, di mana keduanya merasa aman, nyaman, dan diterima sepenuhnya. Mengamalkan makna "pakaian" ini akan menguatkan ikatan suami istri dan menjadikan rumah tangga sebagai tempat yang penuh kedamaian dan kasih sayang.
Sunnah Rasulullah SAW, melalui perkataan, perbuatan, dan ketetapan beliau, memberikan banyak petunjuk dan teladan tentang bagaimana membangun rumah tangga yang harmonis dan penuh berkah. Merenungkan hadits-hadits ini setelah ijab kabul akan memberikan landasan praktis bagi pasangan baru.
Rasulullah SAW bersabda, menegaskan pentingnya pernikahan dalam Islam:
Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya pernikahan dalam Islam. Ia bukan hanya sekadar pilihan atau kebutuhan personal, melainkan bagian integral dari sunnah Nabi Muhammad SAW yang memiliki banyak keutamaan dan hikmah. Dengan menikah, seorang muslim telah mengikuti salah satu jalan yang dicintai dan ditekankan oleh Rasulullah SAW, yang InsyaAllah akan mendatangkan pahala, keberkahan, dan ridha Allah SWT. Ungkapan "bukan dari golonganku" menunjukkan penegasan dan dorongan keras agar umat Muslim yang mampu untuk menikah.
Selain itu, menikah juga berfungsi untuk menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan, memelihara kemaluan dari perbuatan zina, dan membentuk pribadi yang lebih bertanggung jawab serta dewasa. Pernikahan adalah benteng bagi moralitas individu dan masyarakat. Ia menyediakan saluran yang halal dan berkah untuk memenuhi kebutuhan fitrah manusia, baik secara fisik maupun emosional. Bagi pasangan baru, hadits ini adalah motivasi yang kuat untuk menjalankan pernikahan dengan sebaik-baiknya, karena mereka sedang mengamalkan sunnah yang mulia, yang membawa kebaikan dunia dan akhirat. Pernikahan menjadi jalan untuk meraih kesempurnaan iman dan ketakwaan.
Rasulullah SAW bersabda, memberikan teladan tertinggi dalam berinteraksi dengan keluarga:
Hadits ini adalah pedoman utama bagi suami istri dalam berinteraksi dan mengukur kualitas diri. Keimanan dan ketakwaan seseorang tidak hanya diukur dari ibadah ritualnya seperti shalat, puasa, atau haji, tetapi juga dari bagaimana ia memperlakukan orang-orang terdekatnya, yaitu keluarga. Rasulullah SAW sendiri memberikan teladan sempurna sebagai suami dan ayah yang terbaik. Beliau menunjukkan kasih sayang, kesabaran, pengertian, dan keadilan kepada istri-istri dan anak-anaknya.
Bagi pengantin baru, hadits ini menjadi pengingat awal bahwa kebaikan sejati dimulai dari rumah. Suami harus berusaha menjadi yang terbaik bagi istrinya, dengan memperlakukannya secara lemah lembut, penuh kasih sayang, adil, dan bertanggung jawab. Demikian pula, istri pun harus berusaha menjadi yang terbaik bagi suaminya, dengan berbakti, mendukung, dan menjaga kehormatan keluarga. Kebaikan di sini mencakup kebaikan dalam perkataan, perbuatan, kesabaran, pengertian, dan pengorbanan. Dengan saling berlomba dalam kebaikan, saling menghargai, dan meneladani akhlak Rasulullah SAW, rumah tangga akan dipenuhi dengan cinta, hormat, kedamaian, dan kebahagiaan yang langgeng.
Hadits ini juga menyoroti bahwa kualitas karakter seseorang paling nyata terlihat dalam interaksinya dengan orang-orang yang paling dekat dengannya, di mana tidak ada kepura-puraan. Maka, jika seseorang mampu bersikap baik, sabar, dan penuh kasih sayang kepada keluarganya, ia adalah pribadi yang benar-benar baik.
Rasulullah SAW bersabda, memberikan nasihat yang penuh hikmah mengenai fitrah wanita dan bagaimana menyikapinya dengan bijaksana:
Hadits ini adalah nasihat yang penuh hikmah dan metafora yang mendalam bagi suami untuk memahami fitrah istrinya. Metafora tulang rusuk yang bengkok menggambarkan bahwa wanita memiliki sifat-sifat khusus, termasuk emosi yang lebih peka, kecenderungan untuk berperasaan, dan terkadang cara berpikir yang berbeda dari laki-laki. Ini bukan cela, melainkan bagian dari keindahan dan keunikan ciptaan Allah yang membuat wanita menjadi pasangan yang melengkapi.
Pesan utama dari hadits ini adalah bahwa suami diajari untuk tidak memaksakan kehendak atau berusaha mengubah istrinya secara drastis menjadi sosok yang benar-benar sesuai dengan semua harapannya. Upaya meluruskan yang terlalu keras atau tidak bijaksana dapat "mematahkan" hubungan atau hati istrinya (menyebabkan keretakan, perceraian, atau patah hati). Sebaliknya, suami dianjurkan untuk menerima kekurangan tersebut, membimbing dengan lembut, penuh kasih sayang, kesabaran, dan pengertian. Ini tidak berarti membiarkan kesalahan atau tidak melakukan perbaikan, tetapi lebih kepada pendekatan yang bijaksana, dengan komunikasi yang efektif, dan menempatkan kasih sayang di atas segalanya.
Bagi pengantin baru, hadits ini adalah pelajaran penting tentang toleransi, empati, dan seni membimbing dalam rumah tangga. Ia mengajarkan bahwa dalam pernikahan, penting untuk saling memahami perbedaan fitrah, saling menerima, dan berusaha mencari titik temu dengan cara yang paling baik. Suami diharapkan menjadi pemimpin yang penyayang, sedangkan istri diharapkan menjadi pendamping yang memahami. Dengan demikian, keindahan rumah tangga dapat terpelihara meskipun ada perbedaan dan kekurangan, karena keduanya berpegang pada prinsip kebaikan dan kasih sayang.
Selain doa khusus untuk pengantin, ada beberapa doa umum yang relevan dan penting untuk dibaca setelah ijab kabul dan terus menerus selama menjalani pernikahan. Doa-doa ini mencerminkan harapan dan cita-cita pasangan dalam membangun keluarga yang ideal.
Setiap pasangan yang menikah pasti mendambakan keturunan yang baik, yang akan menjadi penyejuk mata dan pelanjut kebaikan. Oleh karena itu, memohonnya sejak awal pernikahan adalah amalan yang sangat dianjurkan, meneladani para nabi.
Doa ini adalah doa yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim AS ketika memohon keturunan kepada Allah SWT. Ini adalah doa yang sangat fundamental bagi pasangan baru. Keberadaan anak yang saleh dan salehah akan menjadi penyejuk mata (qurrata a'yun) bagi orang tua, yang perilakunya menyenangkan, yang berbakti kepada orang tua, dan yang tumbuh menjadi pribadi yang bertakwa. Anak-anak yang saleh juga akan menjadi investasi akhirat, yang doanya akan terus mengalir kepada orang tua meskipun telah tiada.
Memohon keturunan yang saleh sejak dini menunjukkan visi jangka panjang pasangan dalam pernikahan mereka. Mereka tidak hanya menginginkan anak secara fisik, tetapi anak yang memiliki kualitas iman dan akhlak mulia. Ini juga menyiratkan komitmen orang tua untuk mendidik anak-anak mereka dengan nilai-nilai Islam, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan spiritual dan intelektual mereka. Pasangan pengantin hendaknya sering membaca doa ini, menyadari bahwa anak adalah anugerah dan amanah besar yang harus dipersiapkan sejak dalam doa.
Doa ini dikenal sebagai "Doa Sapu Jagat" dalam konteks rumah tangga, termaktub dalam Al-Qur'an dan menjadi doa favorit banyak umat Muslim yang menginginkan kebahagiaan keluarga.
Ayat ini adalah doa yang sangat indah, lengkap, dan komprehensif bagi pasangan suami istri yang baru memulai bahtera rumah tangga. Bagian "qurrota a’yun" berarti penyejuk mata atau penenang hati. Ini tidak hanya berarti anak atau pasangan yang rupawan secara fisik, tetapi lebih kepada kehadiran mereka yang membawa kedamaian, kebahagiaan, dan ketaatan kepada Allah. Istri yang salehah adalah penyejuk mata bagi suami, dan suami yang saleh adalah penyejuk mata bagi istri. Demikian pula, anak-anak yang saleh, yang berbakti kepada Allah dan orang tua, yang berakhlak mulia, dan yang sukses dalam kehidupan dunia maupun akhirat, adalah penyejuk hati yang sesungguhnya. Ini adalah harapan agar rumah tangga menjadi sumber kebahagiaan sejati, bukan hanya di dunia fana ini, tetapi juga investasi untuk kebahagiaan abadi di akhirat.
Bagian kedua, "waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa", adalah permohonan yang lebih tinggi dan mulia lagi. Ini adalah doa agar pasangan tersebut tidak hanya menjadi pribadi yang bertakwa dalam keluarga mereka sendiri, tetapi juga menjadi teladan (imam) bagi orang-orang yang bertakwa di lingkungan sekitar. Ini berarti mereka berharap agar rumah tangga mereka dapat memberikan inspirasi kebaikan, menjadi mercusuar yang memancarkan cahaya Islam dan ketakwaan bagi keluarga lain, dan anak-anak mereka juga akan tumbuh menjadi pemimpin-pemimpin kebaikan yang membimbing umat ke jalan yang benar. Doa ini menunjukkan bahwa visi pernikahan dalam Islam tidak hanya terbatas pada kebahagiaan personal, tetapi juga memiliki dimensi sosial dan dakwah yang luas.
Doa ini menjadi peta jalan bagi pasangan yang baru menikah untuk tidak hanya fokus pada kebahagiaan pribadi, tetapi juga pada kontribusi mereka terhadap umat dan masyarakat melalui pembentukan keluarga yang saleh dan inspiratif. Dengan senantiasa memanjatkan doa ini, pasangan diingatkan akan tanggung jawab besar mereka sebagai suami istri dan orang tua, serta tujuan luhur pernikahan mereka dalam pandangan Islam.
Semua bacaan dan amalan setelah ijab kabul ini tidak sekadar ritual kosong atau tradisi tanpa makna, melainkan memiliki filosofi dan makna yang sangat mendalam yang membentuk kerangka spiritual pernikahan dalam Islam. Memahami filosofi ini akan membantu pasangan untuk menjalani pernikahan dengan kesadaran dan tujuan yang lebih tinggi.
Dalam banyak ajaran Islam, pernikahan disebut sebagai separuh agama. Ini berarti bahwa dengan menikah, seseorang telah menyempurnakan sebagian besar dari agamanya, atau telah menempuh jalan yang sangat fundamental dalam berislam. Namun, penyempurnaan ini bukan berarti perjalanan ibadah berakhir. Justru, pernikahan membuka pintu ibadah-ibadah baru yang sangat luas dan berkelanjutan, menjadikannya "ibadah terpanjang" dalam hidup seorang muslim.
Filosofi ini mengajarkan bahwa setiap interaksi suami istri, setiap tanggung jawab yang dipikul, setiap kesabaran yang ditunjukkan, setiap pengorbanan yang dilakukan, dan setiap momen kebersamaan, semuanya bisa bernilai ibadah di sisi Allah SWT jika dilandasi niat yang tulus karena-Nya. Mulai dari membangun komunikasi yang baik, saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran, merawat anak dengan penuh kasih sayang, hingga menghadapi ujian dan cobaan rumah tangga dengan tawakal, semuanya adalah lahan pahala yang melimpah. Pernikahan menjadi laboratorium ibadah di mana seseorang bisa terus menerus melatih kesabaran, syukur, empati, dan pengorbanan.
Amalan setelah ijab kabul adalah pengingat bahwa ibadah dalam pernikahan dimulai sejak hari pertama dan harus terus dipupuk. Ini adalah penanaman benih kesadaran spiritual bahwa setiap aspek kehidupan berumah tangga, dari hal terkecil hingga terbesar, harus senantiasa dihubungkan dengan Allah dan diniatkan untuk meraih keridhaan-Nya. Filosofi ini mendorong pasangan untuk senantiasa menjadikan Allah sebagai poros utama dalam setiap aspek kehidupan berumah tangga, sehingga pernikahan mereka tidak hanya menghasilkan kebahagiaan duniawi, tetapi juga bekal untuk kebahagiaan abadi di akhirat.
Tiga konsep ini – Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah – yang berasal dari QS Ar-Rum [30]: 21, adalah pilar utama rumah tangga Islami. Mereka bukan hanya kata-kata indah, melainkan tujuan dan idealisme yang harus diupayakan secara terus-menerus oleh setiap pasangan.
Amalan doa setelah ijab kabul adalah permohonan agar Allah menganugerahkan ketiga pilar ini. Ini adalah komitmen awal pasangan untuk berusaha keras mewujudkan sakinah dalam setiap interaksi, memelihara mawaddah dengan selalu menjaga romantisme, dan menumbuhkan rahmah dengan saling memaafkan dan peduli dalam setiap langkah kehidupan pernikahan mereka. Ketiga konsep ini saling terkait dan menjadi formula kebahagiaan hakiki dalam berumah tangga.
Dalam Islam, pernikahan memiliki tujuan yang jauh lebih mulia dan komprehensif daripada sekadar pemenuhan kebutuhan biologis atau ikatan sosial semata. Pemahaman akan tujuan-tujuan ini sejak awal akan mengarahkan pasangan pada perjalanan yang lebih bermakna dan berorientasi akhirat.
Ketika pasangan mengawali pernikahan dengan doa dan amalan, mereka secara implisit mengakui dan berkomitmen terhadap tujuan-tujuan luhur ini. Ini menjadikan pernikahan mereka lebih dari sekadar ikatan duniawi, melainkan sebuah misi suci yang berorientasi pada kebahagiaan abadi di dunia dan akhirat, serta kontribusi positif bagi umat.
Doa dan bacaan setelah ijab kabul bukan hanya untuk dibaca sekali dan dilupakan. Spirit, nilai-nilai, dan pesan yang terkandung di dalamnya harus diimplementasikan secara konsisten dalam kehidupan berumah tangga sehari-hari. Inilah yang akan menentukan keberkahan dan keharmonisan jangka panjang.
Metafora "pakaian" (QS Al-Baqarah [2]: 187) menekankan kedekatan, keterbukaan, dan saling menutupi aib. Ini mustahil terwujud tanpa komunikasi yang efektif dan jujur. Pasangan harus membangun saluran komunikasi yang terbuka, di mana masing-masing merasa aman untuk mengungkapkan perasaan, harapan, kekhawatiran, dan bahkan kekurangan tanpa takut dihakimi atau disalahpahami. Saling mendengarkan dengan empati, berbicara dengan lemah lembut, mengungkapkan kebutuhan dengan jelas, dan menyelesaikan masalah melalui musyawarah (syura) adalah kunci. Doa memohon kebaikan dari pasangan dan perlindungan dari keburukannya juga mengingatkan untuk selalu berkomunikasi dengan niat baik, mencari solusi bersama, dan saling memahami, bukan saling menyalahkan.
Komunikasi yang baik juga berarti menghindarkan diri dari kebiasaan buruk seperti diam seribu bahasa saat ada masalah, mengungkit-ungkit kesalahan masa lalu, atau berbicara dengan nada tinggi. Islam mengajarkan untuk senantiasa bertutur kata yang baik (qaulan layyina) dan berlemah lembut. Membiasakan diri untuk mengatakan "terima kasih", "maaf", dan "tolong" juga merupakan bagian dari komunikasi yang baik yang akan memupuk mawaddah dan rahmah.
Nasihat dari QS An-Nisa [4]: 19 untuk bersabar menghadapi hal yang tidak disukai sangat relevan dan menjadi ujian sejati dalam pernikahan. Setiap pasangan, betapapun serasinya, pasti memiliki kekurangan, perbedaan sifat, atau kebiasaan yang mungkin tidak disukai oleh pasangannya. Kemampuan untuk memahami, memaafkan, dan bersabar adalah perekat utama dalam pernikahan yang akan menjaga keutuhannya di tengah badai.
Memahami berarti berusaha melihat dari sudut pandang pasangan, mencari tahu akar masalah, dan tidak terburu-buru menghakimi. Memaafkan berarti melepaskan kemarahan dan kekecewaan, memberi kesempatan kedua, dan fokus pada masa depan. Bersabar berarti menahan diri dari respons negatif, menunggu waktu yang tepat untuk berbicara, dan menyerahkan sebagian hasilnya kepada Allah. Doa-doa yang dipanjatkan setelah ijab kabul secara tidak langsung membentuk mentalitas ini, yaitu mentalitas yang mengedepankan keridhaan Allah, kasih sayang, dan kebaikan di atas ego pribadi. Ini adalah proses berkelanjutan yang memerlukan latihan dan niat yang tulus.
Doa agar dikaruniai keturunan yang saleh/salehah dan menjadi imam bagi orang bertakwa mengharuskan pasangan untuk tidak hanya fokus pada spiritualitas pribadi, tetapi juga menciptakan lingkungan rumah tangga yang Islami secara kolektif. Ini adalah amanah besar yang harus diwujudkan sejak dini:
Lingkungan seperti ini akan menarik keberkahan, melindungi rumah tangga dari pengaruh negatif, dan menjadikan setiap anggota keluarga merasa dekat dengan Allah dan satu sama lain.
Pernikahan adalah anugerah besar dari Allah, dan setiap pasangan harus senantiasa memupuk rasa syukur. Bersyukur atas kehadiran pasangan, atas kebaikan-kebaikan kecil yang dilakukan pasangan setiap hari, atas setiap tawa dan dukungan, bahkan atas setiap tantangan yang mendewasakan. Rasa syukur ini akan menghadirkan keberkahan dan kebahagiaan yang berkelanjutan.
Mengucapkan terima kasih, memuji, dan menghargai usaha pasangan adalah bentuk konkret dari rasa syukur yang akan memperkuat ikatan cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah). Jangan pernah meremehkan kekuatan ucapan dan tindakan kecil yang penuh penghargaan. Ketiadaan rasa syukur dan penghargaan seringkali menjadi penyebab utama konflik dan kehampaan dalam rumah tangga. Mengenang bahwa pernikahan adalah tanda kekuasaan Allah (QS Ar-Rum [30]: 21) akan terus memupuk rasa syukur yang mendalam.
Meskipun pernikahan adalah ikatan antara dua individu, dukungan dari keluarga besar dan komunitas yang lebih luas sangat penting untuk keberlangsungannya, terutama di masa-masa awal setelah ijab kabul.
Setelah ijab kabul, biasanya orang tua, wali, atau sesepuh akan memberikan nasihat dan doa kepada pengantin. Nasihat ini seringkali berisi pengalaman hidup, pelajaran dari pernikahan mereka sendiri, serta pengingat akan tanggung jawab baru. Nasihat dari orang yang lebih berpengalaman sangat berharga, karena mereka telah melewati berbagai fase kehidupan berumah tangga. Doa-doa yang mereka panjatkan juga merupakan dukungan spiritual yang sangat kuat, karena doa orang tua adalah salah satu doa yang mustajab.
Peran sesepuh dalam mendoakan "Baarakallahu laka wa baaraka 'alaika wa jama'a bainakumaa fii khairin" secara langsung memberikan validasi spiritual dan sosial bagi pernikahan tersebut, menegaskan bahwa mereka adalah bagian dari dukungan komunitas yang lebih besar.
Keluarga dan komunitas dapat menjadi jaring pengaman sosial dan emosional bagi pasangan yang baru menikah. Ketika menghadapi kesulitan, baik itu masalah keuangan, konflik kecil, atau tantangan dalam adaptasi kehidupan baru, mereka dapat mencari dukungan, nasihat, atau bahkan bantuan praktis dari orang-orang terdekat. Lingkungan yang mendukung akan membantu pasangan merasa lebih kuat, tidak sendirian dalam menghadapi tantangan, dan memiliki tempat untuk berkeluh kesah serta mencari solusi. Hal ini sangat penting untuk menjaga stabilitas mental dan emosional pasangan.
Dukungan ini juga mencakup pemberian ruang bagi pasangan untuk beradaptasi, tanpa terlalu banyak intervensi yang tidak perlu namun tetap memberikan perhatian. Menjaga silaturahmi dengan keluarga kedua belah pihak juga akan memperkuat ikatan dan menciptakan suasana kekeluargaan yang harmonis, sesuai dengan tujuan pernikahan untuk memperluas tali persaudaraan.
Pasangan yang lebih senior dalam keluarga atau komunitas dapat menjadi contoh teladan (uswah hasanah) dalam membangun rumah tangga yang harmonis, penuh kasih sayang, dan berlandaskan agama. Melihat bagaimana mereka menghadapi masalah, berkomunikasi, mengelola perbedaan, dan memupuk cinta selama bertahun-tahun dapat menjadi pelajaran berharga bagi pengantin baru. Mereka bisa belajar dari pengalaman nyata, bukan hanya teori. Ini adalah bentuk pendidikan tidak langsung yang sangat efektif dalam membentuk karakter dan sikap pasangan muda.
Rasulullah SAW sendiri adalah teladan terbaik bagi seluruh umat, termasuk dalam kehidupan berumah tangga, seperti yang ditegaskan dalam hadits "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya". Dengan meniru perilaku beliau dan para sahabat, serta orang-orang saleh di sekitar mereka, pasangan baru dapat menemukan inspirasi untuk menjalani pernikahan yang sukses.
Ijab kabul hanyalah permulaan. Keberkahan yang diharapkan dari doa-doa dan amalan-amalan awal ini harus terus dijaga dan dipupuk sepanjang hayat pernikahan. Ini adalah proses yang berkelanjutan, memerlukan kesadaran, komitmen, dan usaha dari kedua belah pihak secara terus-menerus.
Tidak cukup hanya shalat berjamaah atau membaca Al-Qur'an bersama di awal-awal pernikahan. Konsistensi dalam ibadah, baik itu shalat fardhu dan sunnah, membaca Al-Qur'an, berdzikir, bersedekah, dan berdoa, baik secara individu maupun bersama pasangan, adalah vital. Ibadah-ibadah ini menjaga hubungan pasangan dengan Allah, yang pada gilirannya akan memperkuat hubungan mereka satu sama lain. Ketika hati terpaut pada Allah, masalah-masalah dunia akan terasa lebih ringan dan solusi akan lebih mudah ditemukan. Ibadah bersama juga menumbuhkan kebersamaan spiritual yang dalam, membentuk ikatan yang lebih kuat daripada sekadar ikatan duniawi.
Pernikahan adalah sekolah seumur hidup, di mana pasangan akan terus belajar dan berproses. Pasangan harus terus belajar, baik tentang agama, tentang diri masing-masing, tentang kebutuhan dan keinginan satu sama lain, maupun tentang keterampilan hidup berumah tangga dan mengasuh anak. Mengikuti kajian agama bersama, membaca buku-buku inspiratif, berdiskusi tentang tantangan hidup, atau bahkan mengikuti seminar keluarga akan membantu mereka tumbuh dan berkembang sebagai individu maupun sebagai pasangan. Kesediaan untuk belajar dan memperbaiki diri adalah kunci untuk menjaga dinamika positif dalam pernikahan.
Seiring waktu, rutinitas kehidupan sehari-hari dan tanggung jawab yang menumpuk bisa membuat hubungan terasa datar atau kurang bersemangat. Penting untuk sesekali menghidupkan kembali semangat dan romansa awal pernikahan. Kencan romantis, kejutan kecil, pujian tulus, sentuhan kasih sayang, atau sekadar waktu berkualitas berdua tanpa gangguan dapat membantu menjaga api cinta (mawaddah) tetap menyala. Mengenang kembali awal perkenalan, tantangan yang telah dilewati bersama, dan mimpi-mimpi yang pernah dibangun akan mengingatkan akan kuatnya ikatan mereka.
Di atas segalanya, niat dalam setiap aspek pernikahan haruslah tulus karena Allah SWT. Menikah untuk meraih keridhaan-Nya, mencintai pasangan karena Allah, mendidik anak karena Allah, bersabar dalam menghadapi ujian karena Allah, dan berinteraksi dengan pasangan berdasarkan tuntunan Allah. Niat yang lurus ini akan menjadi sumber kekuatan, keberkahan, dan ketenangan yang tak terhingga. Ketika setiap tindakan dalam rumah tangga diniatkan sebagai ibadah, maka seluruh kehidupan pernikahan akan menjadi ladang pahala yang terus mengalir, membawa kebahagiaan yang hakiki di dunia dan jannah di akhirat.
Momen setelah ijab kabul adalah awal dari sebuah perjalanan spiritual yang agung, sebuah janji suci yang mengikat dua jiwa dalam tali keimanan. Bacaan-bacaan dan amalan-amalan yang disunahkan setelah ijab kabul, mulai dari doa keberkahan untuk pengantin, doa meletakkan tangan di ubun-ubun, hingga merenungkan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi SAW tentang pernikahan, adalah fondasi kokoh untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Ini adalah ikhtiar spiritual untuk memohon campur tangan Allah SWT dalam setiap langkah, agar pernikahan tidak hanya menjadi ikatan duniawi, tetapi juga jalan menuju kebahagiaan abadi di akhirat.
Memahami makna dan filosofi di balik setiap amalan ini akan membekali pasangan dengan wawasan dan kesiapan mental untuk mengarungi bahtera rumah tangga yang penuh dinamika. Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari, melalui komunikasi yang baik, kesabaran, memaafkan, menciptakan lingkungan Islami, serta konsisten dalam beribadah personal dan bersama, akan menjaga keberkahan tersebut tetap lestari. Pada akhirnya, pernikahan yang dimulai dengan niat tulus karena Allah, diiringi doa serta amalan yang sesuai tuntunan-Nya, akan menjadi sumber kebahagiaan, kedamaian, dan pahala yang tak terhingga bagi pasangan, keluarga, dan umat.
Setiap pasangan yang baru mengikat janji suci hendaknya tidak pernah berhenti memohon kepada Allah SWT untuk senantiasa memberkahi, memberikan kekuatan, dan membimbing mereka. Semoga setiap rumah tangga muslim menjadi teladan kebaikan, penyejuk mata di dunia, dan jembatan yang kokoh menuju jannah-Nya yang abadi.