Hibah adalah salah satu cara untuk mengalihkan kepemilikan suatu aset, baik itu tanah, bangunan, atau aset lainnya, dari satu pihak ke pihak lain tanpa adanya imbalan. Proses hibah ini, khususnya untuk aset tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, memerlukan legalitas berupa
Representasi Dokumen Penting (Akta)
Mengenal Konsep Hibah dan Akta Hibah
Hibah, dalam konteks hukum perdata di Indonesia, adalah pemberian suatu benda secara cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali selama pemberi hidup, kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu yang diatur oleh undang-undang. Pemberian hibah ini dilakukan oleh seseorang kepada orang lain yang menerima pemberian itu. Objek hibah bisa berupa harta bergerak (uang, kendaraan, perhiasan) maupun harta tidak bergerak (tanah, rumah, apartemen).
Untuk hibah aset tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, agar memiliki kekuatan hukum yang sah dan sempurna, wajib dibuat dalam bentuk akta otentik oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta otentik ini dikenal sebagai Akta Hibah. Tanpa akta ini, proses pengalihan hak atas tanah dan bangunan tidak dapat didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang berarti peralihan kepemilikan secara hukum belum terjadi.
Dasar Hukum Hibah di Indonesia
Proses hibah di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata): Pasal 1666 hingga Pasal 1693 mengatur tentang ketentuan umum hibah, syarat-syarat sahnya hibah, dan pembatalan hibah.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA): Pasal 29 secara implisit mendukung pendaftaran peralihan hak atas tanah melalui akta PPAT.
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah: Mengatur prosedur pendaftaran tanah, termasuk pendaftaran hibah yang harus didasarkan pada akta PPAT.
- Undang-Undang Perpajakan: Terkait Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh).
Mengapa Akta Hibah Penting?
Akta hibah memiliki peran krusial dalam proses pengalihan kepemilikan aset tidak bergerak. Beberapa alasannya meliputi:
- Kekuatan Hukum yang Sah: Akta PPAT adalah satu-satunya instrumen hukum yang sah untuk mengalihkan hak atas tanah dan bangunan. Tanpa akta ini, kepemilikan tidak dapat beralih secara hukum.
- Bukti Otentik: Akta hibah merupakan bukti otentik yang tidak dapat disangkal keabsahannya, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya di pengadilan. Ini sangat penting untuk mencegah sengketa di kemudian hari.
- Pendaftaran di BPN: Akta hibah menjadi dasar bagi BPN untuk melakukan proses balik nama sertifikat, sehingga nama penerima hibah tercatat secara resmi sebagai pemilik baru.
- Melindungi Hak Penerima Hibah: Dengan adanya akta dan sertifikat yang telah dibalik nama, hak kepemilikan penerima hibah menjadi terlindungi secara hukum.
- Pencegahan Sengketa Waris: Hibah seringkali digunakan sebagai instrumen untuk mendistribusikan aset sebelum pewarisan, yang dapat mengurangi potensi sengketa di antara ahli waris.
Komponen Biaya Akta Hibah Properti
Proses pengurusan akta hibah melibatkan beberapa komponen biaya yang harus ditanggung oleh penghibah (pemberi) dan/atau penerima hibah. Pemahaman yang komprehensif tentang komponen-komponen ini sangat penting agar Anda dapat mempersiapkan anggaran dengan matang. Secara garis besar, biaya akta hibah dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis utama:
- Biaya Jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT): Ini adalah honorarium untuk layanan pembuatan akta dan pengurusan dokumen.
- Pajak Penghasilan (PPh) bagi Penghibah: Pajak yang dikenakan atas penghasilan (nilai pengalihan) dari hibah.
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi Penerima Hibah: Pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
- Biaya Balik Nama Sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN): Biaya administrasi untuk mengubah nama pemilik di sertifikat tanah.
- Biaya Tambahan Lain-lain: Seperti materai, PBB terutang, atau biaya verifikasi dokumen.
Representasi Biaya Properti
1. Biaya Jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS). Honorarium PPAT diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Umumnya, biaya ini mencakup:
- Pembuatan Akta Hibah: Biaya utama untuk menyusun dan menandatangani akta.
- Pengecekan Sertifikat: PPAT akan melakukan pengecekan keaslian dan status sertifikat di BPN.
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB): Pengecekan status PBB dan memastikan tidak ada tunggakan.
- Validasi Pajak: Membantu proses validasi PPh dan BPHTB.
- Pengurusan Dokumen Balik Nama: PPAT akan mengurus proses balik nama sertifikat di BPN.
Dasar Hukum dan Perhitungan Honorarium PPAT
Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/BPN) Nomor 33 Tahun 2021 tentang Uang Jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah, honorarium PPAT ditetapkan berdasarkan nilai ekonomis transaksi. Honorarium PPAT tidak boleh melebihi 1% (satu persen) dari nilai transaksi yang tercantum dalam akta.
Nilai transaksi untuk hibah biasanya mengacu pada nilai pasar atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang lebih tinggi. PPAT dan klien dapat menyepakati honorarium yang lebih rendah, namun tidak boleh lebih dari 1%. Perlu dicatat, terkadang PPAT juga mengenakan biaya lain-lain yang sah, seperti biaya saksi, biaya fotokopi, transportasi, atau biaya lain yang terkait dengan kelancaran proses. Pastikan rincian biaya ini transparan di awal.
Contoh Perhitungan Honorarium PPAT:
- Nilai Objek Hibah (NJOP/Nilai Pasar): Rp 1.000.000.000,-
- Maksimum Honorarium PPAT: 1% x Rp 1.000.000.000,- = Rp 10.000.000,-
Angka ini adalah batas maksimal. Negosiasi dapat dilakukan untuk mendapatkan tarif yang lebih rendah.
2. Pajak Penghasilan (PPh) bagi Penghibah
PPh dikenakan kepada pihak yang memperoleh penghasilan. Dalam konteks hibah, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan termasuk objek pajak PPh bagi pihak yang mengalihkan (penghibah). Namun, ada pengecualian penting yang seringkali membuat hibah menjadi pilihan menarik.
Siapa yang Kena PPh Hibah?
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan perubahannya, harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan, bukan merupakan objek pajak PPh.
Secara sederhana, jika hibah dilakukan antara:
- Orang Tua Kandung ke Anak Kandung (dan sebaliknya)
- Kakek/Nenek ke Cucu (dan sebaliknya)
- Suami ke Istri (dan sebaliknya)
Maka hibah tersebut tidak dikenakan PPh kepada penghibah. Namun, jika hibah dilakukan kepada pihak lain di luar hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat (misalnya ke saudara kandung, paman/bibi, teman, atau pihak ketiga lainnya), maka penghibah wajib membayar PPh.
Tarif PPh Hibah
Jika hibah dikenakan PPh, tarif yang berlaku adalah 2,5% dari nilai transaksi atau nilai pasar yang lebih tinggi, sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Contoh Perhitungan PPh Hibah (jika dikenakan):
- Nilai Objek Hibah (NJOP/Nilai Pasar): Rp 1.000.000.000,-
- Tarif PPh: 2,5%
- PPh yang Harus Dibayar: 2,5% x Rp 1.000.000.000,- = Rp 25.000.000,-
Pembayaran PPh dilakukan sebelum penandatanganan akta hibah. Bukti pembayaran PPh (Surat Setoran Pajak/SSP) menjadi salah satu syarat kelengkapan dokumen yang harus diserahkan kepada PPAT.
3. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi Penerima Hibah
BPHTB adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Dalam hal hibah, BPHTB wajib dibayar oleh pihak yang menerima hibah. BPHTB diatur oleh pemerintah daerah (provinsi/kota/kabupaten).
Objek dan Subjek BPHTB
- Objek BPHTB: Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui hibah.
- Subjek BPHTB: Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan, dalam hal ini adalah penerima hibah.
Dasar Pengenaan BPHTB
Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP untuk hibah adalah nilai pasar objek tanah dan/atau bangunan pada saat perolehan hak. Jika nilai pasar tidak diketahui, NPOP dapat ditetapkan berdasarkan NJOP PBB pada tahun terjadinya transaksi. Jika NJOP lebih rendah dari NPOP, maka NPOP yang digunakan adalah NJOP.
Setiap daerah memiliki Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) yang besarnya bervariasi, namun umumnya sekitar Rp 80.000.000,- atau lebih tinggi di beberapa daerah. NPOPTKP ini akan mengurangi NPOP sebelum dikalikan dengan tarif.
Tarif BPHTB
Tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP), yaitu NPOP setelah dikurangi NPOPTKP.
Pengecualian BPHTB Hibah
Sama seperti PPh, BPHTB juga memiliki pengecualian untuk hibah tertentu. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) Pasal 40, BPHTB tidak dikenakan atas perolehan hak karena hibah wasiat atau hibah dalam rangka melaksanakan kewajiban keagamaan, sosial, atau pendidikan yang tidak bertujuan mencari keuntungan. Namun, dalam praktik sehari-hari di tingkat daerah, seringkali pengecualian yang lebih sering diterapkan adalah untuk hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, seperti dari orang tua ke anak kandung atau sebaliknya.
Untuk kasus hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, beberapa pemerintah daerah memberikan NPOPTKP yang lebih tinggi, bahkan bisa mencapai miliaran rupiah, sehingga BPHTB menjadi nihil atau sangat kecil. Anda perlu memastikan kebijakan NPOPTKP untuk hibah di wilayah objek tanah berada.
Contoh Perhitungan BPHTB (jika dikenakan, NPOPTKP Rp 80.000.000):
- Nilai Objek Hibah (NPOP): Rp 1.000.000.000,-
- NPOPTKP: Rp 80.000.000,-
- NPOPKP = NPOP - NPOPTKP = Rp 1.000.000.000,- - Rp 80.000.000,- = Rp 920.000.000,-
- Tarif BPHTB: 5%
- BPHTB yang Harus Dibayar: 5% x Rp 920.000.000,- = Rp 46.000.000,-
Sama seperti PPh, bukti pembayaran BPHTB (Surat Setoran Pajak Daerah/SSPD) harus diserahkan kepada PPAT sebelum penandatanganan akta.
4. Biaya Balik Nama Sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Setelah akta hibah ditandatangani dan pajak-pajak telah dibayar, PPAT akan mengajukan permohonan balik nama sertifikat ke Kantor Pertanahan setempat. Biaya ini adalah biaya administrasi yang dikenakan oleh BPN untuk proses pendaftaran peralihan hak dan penerbitan sertifikat baru atas nama penerima hibah.
Komponen Biaya Balik Nama BPN
Biaya ini umumnya dihitung berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP) yang tertera pada SPPT PBB tahun berjalan. Komponen biayanya meliputi:
- Biaya Pendaftaran: Biaya tetap untuk pendaftaran peralihan hak.
- Biaya Pelayanan Pendaftaran Hak: Biaya yang dihitung berdasarkan rumus tertentu.
- Biaya Cek Sertifikat: Dilakukan untuk memastikan status hukum sertifikat sebelum proses balik nama.
- Biaya Pengukuran (jika diperlukan): Hanya jika ada perubahan luas atau bentuk tanah, atau jika data belum lengkap.
Rumus Perhitungan Biaya Balik Nama BPN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, biaya pendaftaran peralihan hak karena hibah dihitung dengan rumus:
Rumus Umum:
Nilai Tanah / Rp 1.000 + Rp 50.000 (biaya pendaftaran) + Biaya Administrasi (sekitar Rp 10.000 - Rp 25.000)
Atau yang lebih sering digunakan adalah dengan rumus persentase NJOP:
Biaya Balik Nama = (Nilai Tanah / 1.000) x Tarif BPN + Biaya Administrasi
Tarif BPN bisa bervariasi, namun umumnya sekitar 0,1% sampai 0,2% dari nilai tanah yang tercatat (NJOP).
Contoh Perhitungan Biaya Balik Nama (asumsi tarif 0,1% dan biaya administrasi Rp 100.000):
- Nilai Objek Tanah (NJOP): Rp 1.000.000.000,-
- Biaya Balik Nama = (Rp 1.000.000.000 / 1.000) + Rp 50.000 + Rp 100.000
- = Rp 1.000.000 + Rp 50.000 + Rp 100.000 = Rp 1.150.000,-
Angka ini juga dapat bervariasi tergantung kebijakan BPN setempat dan layanan tambahan yang mungkin dibutuhkan.
5. Biaya Tambahan Lain-lain
Selain komponen utama di atas, ada beberapa biaya kecil namun penting yang mungkin timbul selama proses hibah:
- Bea Meterai: Diperlukan untuk setiap dokumen yang bermeterai, termasuk akta hibah, surat pernyataan, dan dokumen pendukung lainnya. Saat ini, tarif meterai adalah Rp 10.000 per lembar.
- Biaya Pengurusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Terutang: Jika objek hibah memiliki tunggakan PBB, ini harus dilunasi sebelum proses hibah dapat dilanjutkan. Pastikan PBB telah dibayar lunas dan tidak ada tunggakan.
- Biaya Pengecekan PBB: Untuk memastikan tidak ada tunggakan dan kesesuaian data PBB dengan objek yang dihibahkan.
- Biaya Verifikasi Dokumen: Jika ada dokumen yang memerlukan verifikasi ke instansi terkait (misalnya, akta nikah, akta kelahiran, atau surat keterangan waris).
- Biaya Jasa Konsultan (opsional): Jika Anda menggunakan jasa konsultan hukum atau pajak untuk membantu analisis dan perencanaan hibah.
- Biaya Fotokopi dan Penggandaan Dokumen: Untuk kelengkapan arsip dan persyaratan di berbagai instansi.
Studi Kasus Perhitungan Biaya Akta Hibah
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, mari kita simulasikan perhitungan biaya akta hibah dalam beberapa skenario:
Skenario 1: Hibah Antara Orang Tua dan Anak Kandung
Data Objek Hibah:
- Jenis Objek: Tanah dan Bangunan (Rumah Tinggal)
- Lokasi: Jakarta
- Nilai Pasar/NJOP Objek: Rp 1.500.000.000,-
- Hubungan: Ayah menghibahkan kepada Anak Kandung
- NPOPTKP BPHTB (asumsi di Jakarta untuk hibah orang tua-anak): Rp 2.000.000.000,- (bisa lebih tinggi dari NPOP, sehingga BPHTB nihil)
Perhitungan Biaya:
- Biaya Jasa PPAT:
- Maksimum 1% x Rp 1.500.000.000,- = Rp 15.000.000,-
- (Misal setelah negosiasi disepakati Rp 12.000.000,-)
- PPh Penghibah:
- Karena hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat (orang tua ke anak kandung), hibah ini bebas PPh.
- PPh = Rp 0,-
- BPHTB Penerima Hibah:
- NPOP = Rp 1.500.000.000,-
- NPOPTKP (Hibah Orang Tua-Anak di Jakarta) = Rp 2.000.000.000,-
- NPOPKP = NPOP - NPOPTKP = Rp 1.500.000.000,- - Rp 2.000.000.000,- =
minus Rp 500.000.000,-. - Karena NPOPKP negatif (atau NPOP lebih rendah dari NPOPTKP khusus hibah), maka BPHTB nihil.
- BPHTB = Rp 0,-
- Biaya Balik Nama BPN:
- NJOP untuk perhitungan BPN = Rp 1.500.000.000,-
- Biaya = (Rp 1.500.000.000 / 1.000) + Rp 50.000 + Rp 100.000 = Rp 1.500.000 + Rp 50.000 + Rp 100.000 = Rp 1.650.000,-
- Biaya Tambahan:
- Materai (misal 5 lembar @ Rp 10.000): Rp 50.000,-
- PBB Terutang (jika ada, misal Rp 0,-)
Total Estimasi Biaya (Skenario 1):
Rp 12.000.000,- (PPAT) + Rp 0,- (PPh) + Rp 0,- (BPHTB) + Rp 1.650.000,- (BPN) + Rp 50.000,- (Materai) = Rp 13.700.000,-
Skenario ini menunjukkan bahwa hibah antar keluarga inti (orang tua-anak) dapat sangat menghemat biaya pajak.
Skenario 2: Hibah Antara Saudara Kandung
Data Objek Hibah:
- Jenis Objek: Tanah (tanpa bangunan)
- Lokasi: Bandung
- Nilai Pasar/NJOP Objek: Rp 800.000.000,-
- Hubungan: Kakak menghibahkan kepada Adik Kandung
- NPOPTKP BPHTB (umum di Bandung): Rp 80.000.000,- (untuk hibah selain keluarga inti)
Perhitungan Biaya:
- Biaya Jasa PPAT:
- Maksimum 1% x Rp 800.000.000,- = Rp 8.000.000,-
- (Misal disepakati Rp 7.000.000,-)
- PPh Penghibah:
- Karena hubungan saudara kandung bukan termasuk keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, maka hibah ini dikenakan PPh.
- PPh = 2,5% x Rp 800.000.000,- = Rp 20.000.000,-
- BPHTB Penerima Hibah:
- NPOP = Rp 800.000.000,-
- NPOPTKP (umum) = Rp 80.000.000,-
- NPOPKP = NPOP - NPOPTKP = Rp 800.000.000,- - Rp 80.000.000,- = Rp 720.000.000,-
- BPHTB = 5% x Rp 720.000.000,- = Rp 36.000.000,-
- Biaya Balik Nama BPN:
- NJOP untuk perhitungan BPN = Rp 800.000.000,-
- Biaya = (Rp 800.000.000 / 1.000) + Rp 50.000 + Rp 100.000 = Rp 800.000 + Rp 50.000 + Rp 100.000 = Rp 950.000,-
- Biaya Tambahan:
- Materai (misal 5 lembar @ Rp 10.000): Rp 50.000,-
- PBB Terutang (jika ada, misal Rp 0,-)
Total Estimasi Biaya (Skenario 2):
Rp 7.000.000,- (PPAT) + Rp 20.000.000,- (PPh) + Rp 36.000.000,- (BPHTB) + Rp 950.000,- (BPN) + Rp 50.000,- (Materai) = Rp 64.000.000,-
Skenario ini menunjukkan bahwa hibah di luar keluarga inti dapat memakan biaya pajak yang cukup besar.
Representasi Keluarga dan Properti
Prosedur Lengkap Pengurusan Akta Hibah
Setelah memahami komponen biaya, penting juga untuk mengetahui langkah-langkah dalam mengurus akta hibah. Proses ini biasanya dibantu dan difasilitasi oleh PPAT.
1. Persiapan Dokumen
Ini adalah tahap paling krusial. Kelengkapan dan keabsahan dokumen akan sangat mempengaruhi kelancaran proses. Dokumen yang diperlukan meliputi:
- Dokumen Penghibah:
- Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli dan fotokopi
- Kartu Keluarga (KK) asli dan fotokopi
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) asli dan fotokopi
- Surat Nikah (jika sudah menikah dan objek hibah adalah harta bersama)
- Surat Persetujuan Pasangan (jika objek hibah adalah harta bersama)
- Dokumen Penerima Hibah:
- Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli dan fotokopi
- Kartu Keluarga (KK) asli dan fotokopi
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) asli dan fotokopi
- Surat Nikah (jika sudah menikah)
- Dokumen Objek Properti:
- Sertifikat Tanah/Bangunan (SHM, SHGB, atau SHMSRS) asli
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 5 tahun terakhir, lengkap dengan Surat Tanda Terima Setoran (STTS) atau bukti pembayaran
- Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB terakhir
- Izin Mendirikan Bangunan (IMB) asli (jika ada bangunan)
- Bukti pembayaran PPh (jika dikenakan) dan BPHTB (jika dikenakan)
- Surat Keterangan Waris atau Akta Waris (jika objek merupakan warisan yang belum dibalik nama)
Pastikan semua fotokopi sudah dilegalisir atau dapat ditunjukkan aslinya saat diperlukan oleh PPAT.
2. Penunjukan dan Konsultasi dengan PPAT
Pilih PPAT yang terdaftar dan memiliki reputasi baik di wilayah lokasi properti. Lakukan konsultasi awal untuk menjelaskan tujuan hibah, status properti, dan hubungan antara penghibah dan penerima. PPAT akan membantu mengidentifikasi dokumen yang dibutuhkan dan memberikan estimasi biaya awal.
3. Pengecekan Dokumen dan Status Properti oleh PPAT
PPAT akan melakukan pengecekan ke Kantor Pertanahan untuk memastikan keaslian sertifikat dan bahwa properti tidak sedang dalam sengketa, tidak diagunkan, atau tidak memiliki blokir. PPAT juga akan memeriksa PBB untuk memastikan tidak ada tunggakan. Proses ini penting untuk memastikan kelayakan objek hibah.
4. Pembayaran Pajak (PPh dan BPHTB)
Jika hibah dikenakan PPh dan BPHTB, PPAT akan membantu menghitung besaran pajak yang harus dibayar. Penghibah membayar PPh dan penerima hibah membayar BPHTB. Bukti pembayaran berupa SSP (PPh) dan SSPD (BPHTB) harus diserahkan kepada PPAT.
5. Penandatanganan Akta Hibah
Setelah semua dokumen lengkap dan pajak terbayar, PPAT akan menyusun Akta Hibah. Penghibah dan penerima hibah, bersama dua orang saksi (biasanya staf kantor PPAT), akan hadir untuk menandatangani akta di hadapan PPAT. Pastikan untuk membaca dan memahami isi akta sebelum menandatanganinya.
6. Pengurusan Balik Nama Sertifikat di BPN
Setelah Akta Hibah ditandatangani, PPAT akan mengajukan permohonan balik nama sertifikat ke Kantor Pertanahan setempat. Proses ini meliputi penyerahan Akta Hibah, SSP, SSPD, dan dokumen lainnya yang diperlukan.
7. Pengambilan Sertifikat Baru
Setelah proses balik nama selesai, BPN akan menerbitkan sertifikat hak atas tanah/bangunan yang baru atas nama penerima hibah. PPAT akan memberitahukan kepada Anda jika sertifikat sudah bisa diambil. Proses ini biasanya memakan waktu beberapa minggu hingga bulan, tergantung pada kinerja BPN setempat.
Perbedaan Hibah dengan Warisan dan Jual Beli
Memahami perbedaan hibah dengan mekanisme pengalihan properti lainnya juga penting untuk membuat keputusan yang tepat.
Hibah vs. Warisan:
- Waktu Peralihan: Hibah terjadi saat penghibah masih hidup, sementara warisan terjadi setelah pewaris meninggal dunia.
- Kekuatan Hukum: Hibah memerlukan akta PPAT untuk properti tidak bergerak. Warisan memerlukan Surat Keterangan Waris atau Akta Waris dan dapat dilanjutkan dengan Akta Peralihan Hak Waris.
- Pajak: Hibah dapat bebas PPh dan BPHTB jika dilakukan antar keluarga inti, atau dikenakan pajak jika kepada pihak lain. Warisan umumnya bebas PPh, namun BPHTB dikenakan dengan NPOPTKP yang tinggi, seringkali menghasilkan BPHTB nol.
- Pembatalan: Hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali ada syarat-syarat tertentu dalam UU. Warisan tidak dapat dibatalkan, namun distribusi warisan dapat diperdebatkan.
Hibah vs. Jual Beli:
- Tujuan: Hibah adalah pemberian tanpa imbalan, jual beli adalah pertukaran barang dengan uang.
- Biaya: Biaya akta hibah bisa lebih rendah daripada jual beli jika memenuhi kriteria pengecualian pajak. Jual beli selalu dikenakan PPh bagi penjual dan BPHTB bagi pembeli dengan NPOPTKP yang lebih rendah.
- Persetujuan: Hibah memerlukan persetujuan dari penghibah dan penerima. Jual beli memerlukan kesepakatan harga dan syarat lainnya.
- Dasar Hukum: Keduanya menggunakan akta PPAT, namun dasar hukum dan implikasi pajaknya berbeda.
Tips Menghemat Biaya Akta Hibah
Meskipun ada banyak komponen biaya, Anda dapat melakukan beberapa hal untuk menghemat pengeluaran:
- Manfaatkan Pengecualian Pajak: Jika memungkinkan, lakukan hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat (orang tua-anak, suami-istri, kakek-cucu). Ini adalah cara paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan PPh dan BPHTB.
- Persiapkan Dokumen Lengkap dan Valid: Pastikan semua dokumen yang dibutuhkan lengkap, asli, dan masih berlaku. Dokumen yang tidak lengkap atau tidak valid dapat memperlama proses dan bahkan menimbulkan biaya tambahan untuk verifikasi atau pengurusan ulang.
- Negosiasi Honorarium PPAT: Ingat bahwa 1% adalah batas maksimal honorarium PPAT. Anda memiliki ruang untuk bernegosiasi, terutama jika nilai objek hibah sangat besar.
- Cek PBB dan Pastikan Tidak Ada Tunggakan: Lunasi PBB terutang sebelum memulai proses hibah. Ini akan menghindari denda dan penundaan dalam proses pengurusan.
- Pahami Kebijakan NPOPTKP Lokal: Setiap daerah memiliki kebijakan NPOPTKP BPHTB yang berbeda. Cari tahu berapa NPOPTKP untuk hibah di lokasi properti Anda untuk memprediksi besaran BPHTB.
Pertanyaan Umum (FAQ) Seputar Biaya Akta Hibah
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering muncul mengenai biaya dan proses akta hibah:
1. Apakah Hibah Selalu Kena Pajak?
Tidak selalu. Hibah yang dilakukan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat (orang tua ke anak kandung, suami ke istri, dan sebaliknya) seringkali mendapatkan pengecualian PPh dan BPHTB, sehingga pajak bisa nol atau sangat kecil. Namun, jika hibah dilakukan kepada pihak di luar hubungan tersebut (misalnya saudara kandung, teman, atau pihak ketiga), maka PPh dan BPHTB kemungkinan besar akan dikenakan.
2. Berapa Lama Proses Pengurusan Akta Hibah hingga Balik Nama Selesai?
Waktu yang dibutuhkan bervariasi tergantung kelengkapan dokumen, kecepatan PPAT, dan efisiensi Kantor Pertanahan setempat. Secara umum, proses mulai dari persiapan dokumen hingga penerbitan sertifikat baru dapat memakan waktu 1 hingga 3 bulan. Pengecekan sertifikat awal bisa 1-2 minggu, pembuatan akta 1-2 minggu (setelah pajak dibayar), dan proses balik nama di BPN 2 minggu hingga 1 bulan atau lebih.
3. Bisakah Akta Hibah Dibatalkan?
Pada prinsipnya, hibah yang sudah diserahkan tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan. Namun, KUH Perdata Pasal 1688 mengatur beberapa kondisi di mana hibah dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh penghibah, seperti:
- Jika penerima hibah telah bersalah melakukan kejahatan terhadap penghibah atau keluarganya.
- Jika penerima hibah menolak memberikan tunjangan hidup kepada penghibah setelah hibah diberikan.
- Jika hibah dilakukan dengan beban tertentu yang tidak dipenuhi oleh penerima hibah.
Pembatalan harus melalui proses hukum di pengadilan.
4. Apa Bedanya Notaris dan PPAT dalam Konteks Hibah Properti?
PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan/atau bangunan (properti tidak bergerak). Untuk hibah properti, Anda harus ke PPAT.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik untuk semua perbuatan hukum lain yang tidak dikhususkan pada PPAT, misalnya akta hibah uang, kendaraan, saham, atau wasiat.
Seringkali, satu orang bisa merangkap jabatan sebagai Notaris sekaligus PPAT, namun kewenangan keduanya berbeda.
5. Bagaimana Jika Objek Hibah Berupa Kendaraan atau Uang?
Jika objek hibah berupa kendaraan, uang, atau aset bergerak lainnya, Anda tidak perlu Akta Hibah dari PPAT. Cukup dibuatkan Akta Hibah di hadapan Notaris, atau bahkan cukup dengan surat perjanjian hibah di bawah tangan yang disahkan oleh Notaris (dilegalisir), atau hanya cukup dengan serah terima fisik saja. Pajak yang dikenakan juga berbeda, tergantung nilai dan jenis asetnya, serta hubungan antara penghibah dan penerima.
6. Siapa yang Menanggung Biaya Akta Hibah?
Secara umum, biaya akta hibah dibagi antara penghibah dan penerima. PPh (jika ada) ditanggung oleh penghibah, dan BPHTB (jika ada) ditanggung oleh penerima hibah. Biaya PPAT dan biaya BPN biasanya disepakati bersama, bisa ditanggung salah satu pihak atau dibagi rata.
Kesimpulan
Mengurus akta hibah properti memang melibatkan serangkaian biaya dan prosedur yang kompleks. Mulai dari honorarium PPAT, Pajak Penghasilan (PPh), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), hingga biaya balik nama di BPN, semua harus diperhitungkan dengan cermat. Pengecualian pajak untuk hibah antar keluarga inti menjadi poin penting yang dapat meringankan beban biaya secara signifikan.
Memahami setiap komponen biaya, dasar hukumnya, serta prosedur yang harus dilalui akan membantu Anda dalam membuat perencanaan yang matang dan menghindari kejutan finansial. Selalu konsultasikan dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang terpercaya untuk mendapatkan informasi yang paling akurat dan relevan dengan kondisi Anda, memastikan proses hibah berjalan lancar dan memiliki kekuatan hukum yang sempurna.
Dengan perencanaan yang tepat, hibah dapat menjadi instrumen yang efektif dan legal untuk mengalihkan kepemilikan aset kepada orang-orang terkasih.