Bilangan desimal adalah salah satu sistem bilangan yang paling sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari menghitung harga barang, mengukur berat, hingga dalam perhitungan ilmiah yang presisi. Secara fundamental, desimal adalah cara untuk merepresentasikan bilangan pecahan menggunakan notasi nilai tempat berbasis sepuluh (basis 10).
Untuk memahami bilangan desimal, kita perlu kembali mengingat sistem bilangan bulat (seperti 1, 10, 100). Dalam sistem bilangan bulat, setiap posisi angka memiliki nilai yang merupakan kelipatan 10 dari posisi di sebelah kanannya. Bilangan desimal memperluas konsep ini ke sisi kanan dari suatu titik pemisah, yang dikenal sebagai koma desimal atau titik desimal.
Inti dari bilangan desimal terletak pada pemanfaatan **koma (atau titik) desimal**. Angka-angka yang berada di sebelah kiri koma desimal merepresentasikan bilangan bulat (satuan, puluhan, ratusan, dan seterusnya), sementara angka di sebelah kanan koma merepresentasikan bagian pecahan dari bilangan tersebut.
Setiap posisi di sebelah kanan koma desimal memiliki nilai yang merupakan pembagian dari 10, yaitu: persepuluhan ($1/10$), perseratusan ($1/100$), perseribuan ($1/1000$), dan seterusnya.
Bilangan desimal adalah cara lain untuk menuliskan pecahan. Pecahan biasa ditulis dengan pembilang dan penyebut (misalnya $3/4$), sedangkan bilangan desimal menggunakan notasi nilai tempat. Semua pecahan yang penyebutnya merupakan perpangkatan dari 10 (10, 100, 1000, dst.) dapat diubah menjadi desimal dengan mudah.
Misalnya, pecahan $3/10$ sama persis dengan desimal $0.3$. Pecahan $25/100$ setara dengan $0.25$. Notasi desimal sangat memudahkan operasi hitung seperti penjumlahan dan pengurangan karena strukturnya yang linier dan berbasis sepuluh, yang memudahkan penyelarasan nilai tempat.
Ketika kita mengubah pecahan biasa menjadi desimal melalui pembagian, hasilnya tidak selalu terbatas. Terdapat tiga kategori utama hasil pembagian yang menghasilkan bilangan desimal:
Ini adalah bilangan desimal yang memiliki sejumlah digit terbatas setelah koma. Hal ini terjadi ketika penyebut pecahan (dalam bentuk paling sederhana) hanya memiliki faktor prima 2 dan/atau 5. Contoh: $1/4 = 0.25$ (terbatas pada dua angka desimal).
Ini adalah bilangan desimal di mana satu atau lebih digit setelah koma terus berulang tanpa henti. Hal ini terjadi ketika penyebut pecahan memiliki faktor prima selain 2 dan 5. Contoh: $1/3 = 0.3333...$ (ditulis sebagai $0.\bar{3}$), dan $1/7 = 0.142857142857...$ (ditulis sebagai $0.\overline{142857}$).
Meskipun bukan murni hasil konversi pecahan biasa (karena bilangan irasional tidak dapat dinyatakan sebagai pecahan $a/b$), bilangan irasional seperti $\pi$ (3.14159...) dan $\sqrt{2}$ memiliki representasi desimal yang tidak terbatas dan tidak berulang. Dalam konteks matematika dasar, fokus utama adalah pada desimal terbatas dan berulang yang berasal dari bilangan rasional.
Keteraturan sistem desimal membuatnya tak tergantikan dalam banyak bidang. Dalam keuangan, harga barang selalu dinyatakan dalam bentuk desimal (misalnya, Rp 12.500,50). Dalam sains dan teknik, pengukuran yang memerlukan ketelitian tinggi hampir selalu menggunakan desimal untuk menunjukkan tingkat akurasi.
Memahami bahwa bilangan desimal adalah perpanjangan dari sistem nilai tempat berbasis 10 membantu kita melakukan pembulatan dengan benar. Pembulatan diperlukan ketika hasil perhitungan menghasilkan desimal yang sangat panjang, sehingga kita perlu menyajikan angka tersebut dalam bentuk yang lebih ringkas sambil tetap mempertahankan akurasi yang memadai untuk konteks penggunaannya. Oleh karena itu, desimal bukan hanya sekadar angka dengan titik di tengahnya, melainkan fondasi penting dalam komunikasi kuantitatif modern.