Di antara ribuan spesies anggrek yang tersebar di seluruh dunia, terdapat satu genus yang selalu menarik perhatian karena penampilannya yang sangat unik dan seringkali mengundang senyum: Dracula. Salah satu anggota paling terkenal dari genus ini adalah Dracula simia, atau yang lebih populer dikenal sebagai bunga anggrek monyet. Nama ini diberikan bukan tanpa alasan; ketika diperhatikan dengan seksama, struktur labellum (bibir bunga) dan sepalnya (daun mahkota) menyusun formasi yang sangat mirip dengan wajah kera kecil.
Anggrek monyet adalah permata langka yang sebagian besar ditemukan di hutan-hutan berkabut dan lembap di pegunungan Ekuador dan Peru, terutama pada ketinggian antara 1.000 hingga 2.400 meter di atas permukaan laut. Keunikan utamanya terletak pada kombinasi elemen bunga yang menyerupai anatomi primata. Labellum yang menonjol keluar sering kali memiliki bentuk seperti moncong atau hidung, sementara dua sepal lateral yang memanjang ke samping berfungsi sebagai "telinga" atau pipi. Warna bunganya bervariasi, didominasi oleh nuansa putih, merah muda, hingga cokelat gelap, dengan corak bintik-bintik yang menambah kesan detail wajah.
Berbeda dengan anggrek tropis yang cerah, anggrek monyet berkembang biak di lingkungan yang sejuk dan teduh. Mereka adalah anggrek epifit, yang berarti mereka tumbuh menempel pada pohon inang tanpa mengambil nutrisi darinya, melainkan hanya menggunakan pohon tersebut sebagai penopang. Kondisi habitat yang spesifik ini membuat budidaya Dracula simia di luar habitat aslinya menjadi tantangan tersendiri bagi para pekebun dan ahli botani.
Selain penampilannya yang menyerupai monyet, daya tarik lain dari bunga anggrek ini adalah aromanya. Meskipun penampilannya mungkin terlihat lucu, aroma bunga ini seringkali dideskripsikan sangat kuat dan khas, terkadang menyerupai aroma buah jeruk matang. Aroma ini berfungsi sebagai mekanisme alami untuk menarik penyerbuk spesifiknya, yang biasanya adalah lalat buah kecil. Proses penyerbukan yang sangat spesifik ini menunjukkan betapa rumitnya evolusi yang terjadi pada spesies anggrek ini.
Sayangnya, habitat alami bunga anggrek monyet semakin terancam oleh deforestasi dan perubahan iklim. Karena mereka sangat bergantung pada kondisi mikroklimat hutan awan yang stabil—suhu rendah, kelembaban sangat tinggi, dan minimnya paparan sinar matahari langsung—penurunan tutupan hutan berdampak signifikan pada populasi liar mereka. Hal ini mendorong upaya konservasi yang intensif, baik melalui perlindungan habitat asli maupun melalui program penangkaran yang ketat.
Bagi kolektor tanaman hias, mendapatkan bunga anggrek monyet merupakan impian, namun pemeliharaannya menuntut dedikasi tinggi. Mereka membutuhkan suhu siang hari yang relatif rendah (sekitar 20-24°C) dan suhu malam hari yang jauh lebih dingin (10-15°C) untuk memicu pertumbuhan dan pembungaan. Pengairan harus dijaga konsisten, namun substrat harus sangat porous agar tidak menyebabkan busuk akar.
Meskipun sering diklasifikasikan sebagai bunga yang 'sulit', kesuksesan dalam memelihara Dracula simia memberikan kepuasan luar biasa. Ketika bunga yang menyerupai wajah kecil itu akhirnya mekar, ia menjadi pengingat visual akan keajaiban dan keragaman alam semesta botani yang terus mengejutkan kita. Bunga anggrek monyet adalah representasi sempurna dari bagaimana alam dapat menciptakan bentuk-bentuk yang melampaui imajinasi manusia.