Ilustrasi visualisasi perintah dan penyerahan diri kepada Allah.
Surat Al-Anfal, yang memiliki arti "Harta Rampasan Perang," adalah surat Madaniyah yang sangat kaya akan pelajaran tentang etika peperangan, manajemen harta, dan yang paling penting, bagaimana seharusnya seorang mukmin bersikap dalam menghadapi ujian dan kepemimpinan Ilahi. Salah satu ayat sentral yang sering menjadi rujukan utama dalam hal ketaatan dan tawakal adalah ayat ke-46. Ayat ini memberikan fondasi kuat mengenai bagaimana umat Islam harus merespons perintah Allah dan Rasul-Nya, serta bahaya yang ditimbulkan oleh perpecahan dan pembangkangan.
Ayat 46 Al-Anfal dibuka dengan perintah yang tegas: "Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya." Ini adalah fondasi dari seluruh ajaran Islam. Ketaatan kepada Allah mencakup pemenuhan segala perintah-Nya dalam Al-Qur'an, sementara ketaatan kepada Rasulullah SAW adalah pelaksanaan praktis dari ajaran tersebut melalui sunnahnya. Dalam konteks di mana ayat ini diturunkan—pasca Perang Badar dan menghadapi tantangan yang lebih besar—perintah ini sangat vital. Ketika sebuah komunitas bersatu di bawah satu komando yang bersumber dari wahyu, kekuatan mereka tidak tertandingi. Ketaatan ini memastikan bahwa setiap tindakan selaras dengan kehendak Ilahi, bukan ego pribadi atau kepentingan kelompok.
Setelah menetapkan perintah ketaatan, Allah SWT segera memberikan peringatan keras: "dan janganlah kamu berbantah-bantahan." Kata tanāzaʿū merujuk pada perselisihan, pertengkaran, dan persaingan tidak sehat yang mengarah pada perpecahan internal. Dalam sejarah umat Islam, dan juga dalam sejarah peradaban mana pun, perpecahan internal selalu menjadi faktor utama kehancuran. Ayat ini menjelaskan konsekuensi langsung dari pertikaian tersebut dalam dua bentuk:
Ini adalah pelajaran abadi bahwa kesatuan adalah sumber kekuatan militer, sosial, dan spiritual. Permasalahan sekunder tidak boleh dibiarkan mengalahkan prioritas utama, yaitu menjaga ukhuwah (persaudaraan) dan ketaatan kolektif.
Setelah perintah untuk bersatu dalam ketaatan dan larangan untuk berselisih, ayat ini ditutup dengan perintah yang menopang keduanya: "dan bersabarlah." Kesabaran di sini memiliki makna berlapis. Pertama, bersabar dalam menaati perintah Allah meskipun terasa berat. Kedua, bersabar ketika menghadapi ujian atau cobaan yang datang dari luar. Ketiga, bersabar dalam menghadapi potensi perbedaan pendapat di antara sesama mukmin, mengedepankan solusi damai daripada pertikaian.
Penutup ayat ini memberikan jaminan ilahiah yang sangat menenangkan: "Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." Kehadiran Allah (yang berarti pertolongan, perlindungan, dan dukungan) hanya dikhususkan bagi mereka yang mampu memelihara kesabaran. Dalam kondisi konflik dan ketidakpastian, mengetahui bahwa Allah berada di pihak kita adalah sumber kekuatan yang jauh lebih besar daripada jumlah pasukan atau kekayaan materi. Kesabaran mengubah situasi yang sulit menjadi ladang pahala dan kemenangan yang hakiki.
Meskipun konteks historis ayat ini erat kaitannya dengan medan perang, pelajaran Surat Al-Anfal ayat 46 sangat relevan dalam kehidupan modern. Dalam konteks membangun keluarga, organisasi, atau negara, prinsip ketaatan pada prinsip dasar (nilai-nilai luhur), larangan terhadap pertikaian internal (politik identitas yang merusak, persaingan yang tidak sehat), dan pentingnya kesabaran dalam mencapai tujuan jangka panjang, tetap berlaku.
Ketika umat merasa lemah atau kehilangan arah, seringkali akar masalahnya terletak pada pelanggaran terhadap ayat ini—entah karena menjauhi arahan Ilahi, atau karena membiarkan perselisihan kecil memecah belah barisan. Ayat ini berfungsi sebagai kompas moral yang mengingatkan bahwa integritas struktural sebuah komunitas bergantung pada sinkronisasi antara hati, lisan, dan perbuatan di bawah panji tunggal ketaatan kepada Sang Pencipta.
Memahami dan mengamalkan Al-Anfal 46 berarti memilih jalan persatuan di atas ego, memilih ketenangan di tengah badai, dan mempercayai janji Ilahi bahwa kesabaran adalah kunci menuju kemenangan sejati, baik di dunia maupun di akhirat.