Kodok, salah satu kelompok amfibi paling dikenal, memiliki siklus hidup yang menakjubkan dan sangat bergantung pada lingkungan perairan. Proses cara kodok berkembang biak melibatkan metamorfosis yang kompleks, mengubah makhluk akuatik menjadi penghuni darat (meskipun tetap membutuhkan kelembapan). Memahami tahapan ini sangat penting untuk konservasi spesies mereka.
Proses reproduksi kodok biasanya dimulai pada musim kawin, yang sering kali dipicu oleh hujan deras atau perubahan suhu. Salah satu ritual terpenting adalah amplexus. Dalam amplexus, pejantan akan memeluk betina dari belakang dengan erat menggunakan kaki depannya. Posisi ini memastikan bahwa ketika betina melepaskan telur-telurnya ke dalam air—biasanya di antara vegetasi air atau di permukaan—pejantan dapat segera membuahi sel telur tersebut dengan spermanya.
Telur kodok seringkali terlihat seperti gumpalan hitam kecil yang terbungkus dalam lapisan jeli pelindung. Lapisan jeli ini berfungsi untuk melindungi telur dari pemangsa, menjaga kelembapan, dan menahannya di tempat yang aman. Jumlah telur yang dihasilkan sangat bervariasi antar spesies, mulai dari beberapa butir hingga ribuan.
Setelah beberapa hari hingga beberapa minggu, tergantung spesies dan suhu air, telur akan menetas menjadi larva akuatik yang kita kenal sebagai berudu (atau kecebong). Tahap ini merupakan inti dari cara kodok berkembang biak yang melibatkan transformasi dramatis.
Berudu sepenuhnya akuatik. Mereka bernapas menggunakan insang luar yang kemudian berkembang menjadi insang internal. Mereka memiliki ekor panjang untuk berenang dan biasanya merupakan herbivora, memakan alga atau materi tumbuhan yang mengapung di air. Selama fase ini, mereka sangat rentan terhadap predator seperti ikan dan serangga air.
Perkembangan menuju kodok dewasa ditandai dengan munculnya anggota tubuh. Pertama, kaki belakang akan mulai tumbuh, diikuti dengan kaki depan. Pada saat yang sama, perubahan internal besar-besaran terjadi: usus berudu yang panjang untuk mencerna tumbuhan mulai memendek karena pola makan akan beralih menjadi karnivora. Insang mulai menghilang, dan paru-paru mulai berfungsi, mempersiapkan mereka untuk bernapas di udara.
Ketika ekor berudu menyusut—diserap oleh tubuh sebagai cadangan energi—mereka memasuki fase froglet. Pada tahap ini, mereka sudah memiliki empat kaki yang berfungsi penuh dan sudah mampu melompat, meskipun ekornya mungkin masih tersisa sedikit. Mereka mulai menghabiskan lebih banyak waktu di darat, menguji kemampuan berburu serangga kecil.
Setelah ekor benar-benar hilang, kodok dianggap dewasa. Mereka kini bersifat karnivora, memakan serangga, cacing, dan invertebrata lain. Walaupun mereka kini dapat hidup jauh dari air secara permanen, keberadaan sumber air tetap vital untuk menjaga kulit mereka tetap lembap dan untuk proses reproduksi. Cara kodok berkembang biak yang bergantung pada dua lingkungan (air dan darat) membuat mereka menjadi indikator penting kesehatan ekosistem akuatik.
Reproduksi kodok dewasa biasanya terjadi setiap tahun, memastikan kelangsungan spesies. Keberhasilan mereka dalam berkembang biak sangat dipengaruhi oleh kualitas habitat, ketersediaan pasangan, dan keamanan lokasi bertelur dari gangguan manusia atau perubahan iklim mendadak. Siklus hidup yang rumit ini menunjukkan adaptasi luar biasa amfibi terhadap tuntutan lingkungan yang dinamis.
Secara keseluruhan, cara kodok berkembang biak adalah perjalanan evolusioner yang sukses selama jutaan tahun, meskipun saat ini banyak spesies menghadapi ancaman kepunahan akibat hilangnya habitat dan penyakit seperti Chytridiomycosis. Melindungi tempat berkembang biak mereka adalah kunci untuk memastikan metamorfosis mereka terus berlangsung dari tahun ke tahun.