Amparan Tatak, sebuah istilah yang akrab di telinga masyarakat Kalimantan Selatan, merujuk pada hamparan tanah atau lahan basah yang seringkali menjadi lokasi penanaman padi secara tradisional. Mengolah amparan tatak bukan sekadar membalik tanah; ini adalah sebuah seni sekaligus ilmu yang memerlukan pemahaman mendalam tentang siklus air dan kesuburan alami lahan gambut atau rawa pasang surut. Artikel ini akan memandu Anda langkah demi langkah cara mengolah amparan tatak agar hasil panen melimpah dan lahan tetap lestari.
Memahami Karakteristik Amparan Tatak
Sebelum memulai pengolahan, penting untuk mengetahui bahwa amparan tatak memiliki karakteristik unik. Lahan ini biasanya berada di daerah delta atau dataran rendah yang dipengaruhi oleh pasang surut air sungai. Tanah cenderung berlumpur, kaya bahan organik (seringkali gambut), dan memiliki kandungan air yang tinggi. Kesalahan dalam pengolahan dapat menyebabkan lahan menjadi terlalu asam, kekurangan nutrisi, atau sulit diinjak saat musim tanam.
1. Penentuan Waktu yang Tepat
Waktu adalah faktor krusial dalam mengolah amparan tatak. Pengolahan idealnya dilakukan saat air sedang surut atau kadarnya mulai berkurang drastis. Ini biasanya terjadi menjelang akhir musim penghujan atau awal musim kemarau, tergantung pola hidrologi lokal. Mengolah saat air masih terlalu tinggi akan membuat alat pengolah (baik tradisional maupun modern) sulit bekerja efektif, menghasilkan lumpur yang tidak teraduk merata.
Proses Pengolahan Lahan Secara Tradisional dan Modern
Pengolahan amparan tatak seringkali melibatkan kombinasi metode tradisional yang mengandalkan kearifan lokal dengan bantuan teknologi sederhana.
A. Pengolahan Awal (Pembersihan dan Pengeringan Parsial)
Langkah pertama adalah membersihkan sisa tanaman sebelumnya, gulma, dan sampah kayu. Di beberapa daerah, pengeringan parsial dilakukan dengan cara membuat tanggul atau saluran air sementara untuk mengurangi ketinggian air di permukaan lahan. Tujuannya adalah agar tanah memiliki konsistensi yang lebih padat untuk memudahkan pengolahan mekanis atau manual.
B. Pembajakan atau Penggemburan
Ini adalah inti dari pengolahan. Tujuannya adalah membalik lapisan tanah, mencampurkan bahan organik yang membusuk di permukaan dengan lapisan bawah, serta memperbaiki aerasi tanah.
- Secara Tradisional (Menggunakan Hewan): Pembajakan menggunakan kerbau atau sapi masih sering dilakukan di area yang sulit dijangkau alat berat. Hewan penarik diarahkan untuk membalik tanah secara perlahan. Proses ini menghasilkan gumpalan tanah yang besar namun sangat merata.
- Secara Mekanis (Traktor Kecil/Hand Tractor): Penggunaan traktor kecil (disebut juga 'hand tractor') sangat populer karena efisiensi. Bajak yang digunakan harus dirancang khusus untuk lahan berlumpur (biasanya menggunakan cakar atau bilah lebar) agar tidak mudah tenggelam. Pengolahan biasanya dilakukan dua kali: pembajakan pertama untuk membalik, dan pembajakan kedua (atau penutupan) untuk menghaluskan.
C. Pengapuran (Jika Diperlukan)
Karena banyak amparan tatak yang berbasis gambut, tingkat keasaman (pH) tanah seringkali sangat rendah (asam). Untuk menetralkan keasaman dan meningkatkan ketersediaan unsur hara, pengapuran sangat dianjurkan. Kapur dolomit atau kapur pertanian ditaburkan merata di seluruh permukaan lahan setelah pembajakan pertama. Biarkan kapur bereaksi dengan tanah selama beberapa minggu sebelum penanaman.
Manajemen Air Pasca Pengolahan
Setelah tanah diolah, manajemen air harus dikontrol ketat. Amparan tatak membutuhkan irigasi yang teratur namun tidak boleh tergenang sepenuhnya. Petani biasanya mengatur ketinggian air agar tetap berada di level yang memadai untuk pertumbuhan bibit padi sawah dataran rendah, seringkali sekitar 5 hingga 10 cm di atas permukaan tanah yang sudah diolah.
Ilustrasi proses pengolahan di lahan berlumpur.
Memastikan Kesuburan Jangka Panjang
Mengolah amparan tatak tidak berhenti setelah pembajakan. Untuk memastikan keberlanjutan, perlu dilakukan penambahan bahan organik seperti kompos atau sisa panen yang dibenamkan selama proses pengolahan. Di beberapa komunitas, rotasi tanaman (misalnya menanam tanaman pionir yang tahan asam sebelum padi) juga diterapkan untuk memperbaiki struktur tanah yang lelah.
Secara ringkas, cara mengolah amparan tatak adalah tentang sinkronisasi waktu antara surut air dan kesiapan tanah, pemilihan alat yang sesuai dengan kondisi ekstrem berlumpur, dan penanganan keasaman tanah. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, petani dapat memanfaatkan potensi besar lahan rawa pasang surut ini menjadi lumbung pangan yang produktif.