Ilustrasi: Dinamika intensitas emosi pada BPD.
Gangguan Kepribadian Ambang (BPD) sering kali ditandai oleh ketidakstabilan emosional yang ekstrem. Salah satu manifestasi paling menyakitkan dan merusak dari kondisi ini adalah kesulitan dalam manajemen kemarahan. Bagi individu dengan BPD, kemarahan sering kali dirasakan sebagai respons yang intens, berlebihan, dan sulit dikendalikan. Pemicunya bisa berupa hal-hal yang oleh orang lain dianggap sepele, namun bagi mereka, ini memicu reaksi yang terasa mengancam integritas diri.
Kemarahan pada BPD bukan sekadar rasa jengkel sesaat. Ini sering kali merupakan ledakan yang cepat (seringkali disebut "amuk" atau "rage"), diikuti oleh perasaan bersalah atau malu yang mendalam. Fenomena ini sering kali berkaitan erat dengan ketakutan akan pengabaian atau penolakan. Ketika seseorang dengan BPD merasa rentan atau diancam akan ditinggalkan, mekanisme pertahanan diri yang primitif dapat mengambil alih, memicu respons 'lawan atau lari' (fight or flight) dalam bentuk kemarahan yang eksplosif.
Ketidakstabilan emosi pada BPD berasal dari disregulasi emosional. Artinya, mereka memiliki ambang batas yang lebih rendah untuk merasakan emosi kuat dan membutuhkan waktu lebih lama untuk kembali ke keadaan dasar (baseline). Ketika pemicu kemarahan muncul, emosi tersebut cepat memuncak ke tingkat yang tidak proporsional dengan situasi yang ada.
Faktor-faktor utama kesulitan manajemen kemarahan meliputi:
Mengelola kemarahan dalam BPD memerlukan pendekatan terstruktur dan latihan yang konsisten, biasanya melalui psikoterapi, terutama Dialectical Behavior Therapy (DBT). Tujuannya bukan menghilangkan kemarahan—karena kemarahan adalah emosi manusia yang valid—tetapi mengubah cara seseorang bereaksi terhadapnya.
Langkah pertama adalah mengidentifikasi bahwa gelombang kemarahan sedang datang sebelum meledak. Daripada langsung bereaksi, coba beri label: "Ini adalah kemarahan intens yang dipicu oleh rasa takut ditolak." Proses pelabelan ini dapat sedikit menurunkan intensitas emosi.
Teknik ini sangat penting untuk menurunkan gairah fisiologis yang menyertai kemarahan (jantung berdebar, otot menegang).
Jika Anda merasa kemarahan akan meledak, berikan jeda waktu. Teknik pengalihan perhatian adalah mekanisme yang berguna untuk 'menunggu badai berlalu'. Lakukan sesuatu yang menuntut fokus, seperti menghitung mundur dari 1000 dengan pengurangan 7, atau menonton video lucu yang sama berulang kali. Tujuannya adalah memberi otak waktu untuk memproses stimulus tanpa langsung memicu respons agresif.
Setelah emosi sedikit mereda, penting untuk mengomunikasikan kebutuhan tanpa menyerang. Gunakan pernyataan "Saya" (I-Statements), misalnya, "Saya merasa sangat terluka ketika kamu melakukan X," daripada "Kamu selalu membuatku marah." Meminta waktu untuk tenang sebelum berdiskusi juga merupakan bentuk manajemen diri yang kuat.
Gangguan Kepribadian Ambang dan manajemen kemarahan adalah tantangan yang signifikan. Intervensi profesional, terutama DBT, mengajarkan keterampilan spesifik ini dalam konteks yang aman dan suportif. Pemahaman bahwa kemarahan adalah gejala dari rasa sakit emosional yang lebih dalam adalah kunci menuju pemulihan dan membangun hubungan yang lebih stabil.