Ijab Kabul Nikah: Rukun, Syarat, dan Hikmahnya Lengkap

Ilustrasi dua cincin kawin yang saling bertautan, melambangkan ikatan suci ijab kabul nikah.

Ijab kabul nikah merupakan inti dan esensi dari sebuah pernikahan dalam syariat Islam. Tanpa adanya ijab kabul yang sah, pernikahan tidak akan pernah terwujud dan tidak diakui secara agama maupun hukum. Ini adalah momen sakral di mana dua insan berjanji untuk mengikat janji suci di hadapan Allah SWT, wali, dan saksi-saksi, mengubah status mereka dari lajang menjadi pasangan suami istri yang sah. Proses ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah pernyataan komitmen yang mendalam, pengakuan akan tanggung jawab baru, dan pintu gerbang menuju pembentukan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

Dalam tulisan ini, kita akan menyelami lebih jauh tentang ijab kabul nikah, mulai dari definisi dan kedudukannya yang fundamental, rukun dan syarat sahnya, lafaz-lafaz yang diucapkan, prosedur pelaksanaannya, hingga hikmah dan makna mendalam yang terkandung di dalamnya. Pemahaman yang komprehensif tentang aspek-aspek ini sangat penting bagi setiap muslim yang hendak melangsungkan pernikahan, agar akad yang dilaksanakan benar-benar sah di mata syariat dan membawa berkah dalam kehidupan berumah tangga.

Definisi dan Kedudukan Ijab Kabul dalam Nikah

Secara etimologi, kata "ijab" berasal dari bahasa Arab yang berarti "menawarkan" atau "memberikan". Sedangkan "qabul" berarti "menerima" atau "menyetujui". Dalam konteks pernikahan, ijab adalah pernyataan penyerahan atau penawaran dari pihak wali perempuan (atau yang mewakilinya) untuk menikahkan anak perwaliannya kepada seorang laki-laki. Sementara qabul adalah pernyataan penerimaan dari pihak laki-laki (calon suami) terhadap penawaran tersebut.

Kedudukan ijab kabul dalam pernikahan Islam sangatlah sentral dan fundamental. Ia diibaratkan sebagai "jantung" dari akad nikah. Tanpa adanya ijab kabul yang memenuhi rukun dan syaratnya, akad nikah tersebut dianggap tidak sah. Ijab kabul inilah yang menjadi pembeda antara hubungan yang halal dan haram, antara pernikahan yang diberkahi dan perbuatan zina. Ia adalah manifestasi dari persetujuan kedua belah pihak, wali, dan calon pengantin, yang diikrarkan secara lisan dalam sebuah majelis akad yang disaksikan oleh orang banyak.

Pentingnya ijab kabul tidak hanya terbatas pada keabsahan formal, tetapi juga pada aspek spiritual dan sosial. Secara spiritual, ijab kabul adalah sebuah perjanjian yang kuat (mitsaqan ghalizha) antara manusia dengan Allah SWT, di mana seorang laki-laki mengambil amanah besar untuk menjaga dan membimbing seorang wanita. Secara sosial, ia menjadi penanda dimulainya sebuah unit keluarga baru yang akan berkontribusi pada tatanan masyarakat. Oleh karena itu, persiapan yang matang dan pemahaman yang mendalam tentang ijab kabul adalah suatu keharusan bagi setiap calon pengantin.

Rukun Nikah: Fondasi Pernikahan yang Sah

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang ijab kabul, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu tentang rukun nikah secara keseluruhan. Rukun nikah adalah pilar-pilar utama yang jika salah satunya tidak terpenuhi, maka pernikahan tersebut tidak sah menurut syariat Islam. Ada lima rukun nikah yang disepakati oleh mayoritas ulama, yaitu:

  1. Adanya Calon Suami: Seorang laki-laki yang beragama Islam, baligh, berakal, tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah, dan bukan mahram bagi calon istri. Ia juga harus memiliki niat untuk menikah dan tidak ada paksaan.
  2. Adanya Calon Istri: Seorang perempuan yang beragama Islam, baligh, berakal, tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah, dan bukan mahram bagi calon suami. Ia juga harus bersedia dinikahi dan tidak ada paksaan.
  3. Adanya Wali Nikah: Orang yang memiliki hak perwalian atas calon istri, biasanya ayah, kakek dari pihak ayah, saudara laki-laki kandung, atau kerabat laki-laki lainnya dari pihak ayah sesuai urutan yang ditentukan syariat. Jika tidak ada wali nasab, maka wali hakim bisa menjadi wali.
  4. Adanya Dua Orang Saksi: Dua orang laki-laki muslim, adil (memiliki integritas moral yang baik), baligh, dan berakal, yang dapat mendengar dan memahami ucapan ijab kabul, serta melihat langsung prosesi akad.
  5. Shighat (Ijab dan Kabul): Inilah inti pembahasan kita, yaitu ucapan atau pernyataan serah terima pernikahan yang diucapkan oleh wali dan calon suami dalam satu majelis.

Kelima rukun ini harus ada dan terpenuhi secara bersamaan pada saat akad nikah dilangsungkan. Ketiadaan salah satu rukun akan menyebabkan akad nikah menjadi batal atau tidak sah. Dalam hal ini, shighat (ijab kabul) menempati posisi yang sangat krusial karena merupakan ekspresi nyata dari kesepakatan dan komitmen yang menjadi dasar pernikahan.

Shighat: Inti dari Ijab Kabul

Shighat adalah lafaz atau ucapan ijab dan kabul yang secara jelas menunjukkan terjadinya akad pernikahan. Ini adalah puncak dari seluruh prosesi akad, di mana janji suci diikrarkan dan status hukum kedua individu berubah secara fundamental. Shighat harus diucapkan dengan niat yang sungguh-sungguh untuk menikah, bukan sekadar basa-basi atau main-main.

Ijab adalah ucapan dari pihak wali yang menyerahkan perwaliannya untuk dinikahkan. Contoh lafaz ijab yang umum adalah "Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak saya [nama anak perempuan] dengan mahar [sebutkan maharnya] tunai." Lafaz ini harus diucapkan dengan jelas, tanpa keraguan, dan menunjukkan keinginan yang tegas untuk menikahkan.

Qabul adalah ucapan penerimaan dari pihak calon suami. Contoh lafaz qabul yang umum adalah "Saya terima nikahnya dan kawinnya [nama anak perempuan] binti [nama ayah] dengan mahar tersebut tunai." Lafaz ini juga harus diucapkan dengan jelas, tanpa jeda yang terlalu panjang setelah ijab, dan menunjukkan kesediaan untuk menerima pernikahan tersebut.

Penting untuk dicatat bahwa ijab dan qabul harus terjadi dalam satu majelis, artinya tidak ada pemisah waktu yang signifikan antara ucapan ijab dan qabul. Ini untuk memastikan bahwa kedua belah pihak masih dalam kondisi persetujuan yang sama saat akad berlangsung. Jika ada jeda yang terlalu lama atau ada pembicaraan lain di tengah-tengah ijab dan qabul, maka akad bisa dianggap batal dan harus diulang.

Ilustrasi dokumen pernikahan dan pena, melambangkan legalitas dan pentingnya pencatatan akad nikah.

Syarat Sah Ijab Kabul

Selain rukun nikah, ijab kabul juga memiliki syarat-syarat khusus agar sah secara syariat. Syarat-syarat ini memastikan bahwa proses ijab kabul dilakukan dengan benar dan tidak menyisakan keraguan akan keabsahannya. Berikut adalah syarat-syarat sah ijab kabul:

  1. Jelas dan Tidak Menggantung (Tidak Ta'liq): Lafaz ijab dan qabul harus diucapkan secara jelas, tegas, dan tidak boleh ada kalimat yang menggantung atau bersyarat. Misalnya, tidak boleh mengucapkan "Saya nikahkan kamu jika anak saya lulus kuliah" atau "Saya terima nikahnya jika saya sudah punya pekerjaan." Pernyataan harus langsung dan pasti.
  2. Tidak Ada Batasan Waktu (Tidak Mu'aqqat): Pernikahan dalam Islam adalah ikatan seumur hidup dan tidak boleh dibatasi oleh waktu tertentu. Oleh karena itu, lafaz ijab kabul tidak boleh menyebutkan batas waktu, misalnya "Saya nikahkan kamu selama satu tahun" atau "Saya terima nikahnya untuk lima tahun." Pernikahan semacam ini disebut nikah mut'ah, yang diharamkan oleh mayoritas ulama Ahlussunnah wal Jama'ah.
  3. Menggunakan Lafaz yang Menunjukkan Pernikahan: Kata-kata yang digunakan harus secara eksplisit menunjukkan maksud pernikahan, seperti "nikah," "kawin," "tazwij," atau derivasinya. Tidak boleh menggunakan kata-kata lain yang bisa multi-interpretasi atau tidak spesifik untuk akad nikah, misalnya "Saya serahkan" atau "Saya berikan."
  4. Saling Bersambung (Itishal) antara Ijab dan Qabul: Harus ada kesinambungan antara ucapan ijab dan qabul. Artinya, qabul harus diucapkan segera setelah ijab selesai diucapkan, tanpa jeda yang terlalu lama atau diselingi perkataan lain yang tidak relevan. Jeda yang singkat untuk menarik napas atau berpikir sejenak diperbolehkan, namun jeda yang panjang akan membatalkan akad.
  5. Wali dan Calon Suami Hadir dalam Satu Majelis: Ijab dan qabul harus dilakukan dalam satu majelis akad yang sama, di mana wali (atau wakilnya) dan calon suami (atau wakilnya) hadir dan dapat mendengar serta memahami ucapan masing-masing. Ini juga untuk memastikan kesaksian para saksi.
  6. Dimengerti oleh Pihak yang Terlibat: Lafaz ijab kabul harus diucapkan dalam bahasa yang dimengerti oleh wali, calon suami, dan para saksi. Jika ada kendala bahasa, boleh menggunakan penerjemah yang kompeten dan terpercaya. Yang terpenting adalah esensi pernyataan dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan.
  7. Tidak Ada Paksaan: Baik wali maupun calon pengantin tidak boleh berada di bawah paksaan. Pernikahan harus dilangsungkan atas dasar kerelaan dan kesediaan masing-masing pihak. Paksaan dalam pernikahan dapat membatalkan akad nikah.
  8. Tidak Ada Penghalang Syar'i: Tidak ada penghalang yang sah menurut syariat untuk pernikahan tersebut, seperti masih adanya ikatan pernikahan dengan orang lain (bagi calon istri), calon istri masih dalam masa iddah, atau adanya hubungan mahram antara calon suami dan istri.

Memastikan semua syarat ini terpenuhi adalah tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam akad nikah, terutama wali, calon pengantin, dan penghulu atau petugas pencatat nikah. Kelalaian dalam memenuhi salah satu syarat ini dapat berakibat fatal pada keabsahan pernikahan.

Lafaz Ijab Kabul: Contoh dan Variasi

Meskipun esensi ijab kabul adalah penawaran dan penerimaan, lafaz yang digunakan bisa bervariasi. Yang terpenting adalah makna dari lafaz tersebut secara jelas menunjukkan akad pernikahan. Di Indonesia, umumnya digunakan lafaz dalam Bahasa Arab dan kemudian diulang dalam Bahasa Indonesia agar lebih mudah dipahami oleh semua yang hadir.

Contoh Lafaz Ijab (Oleh Wali Nikah):

Dalam Bahasa Arab:

"أَنْكَحْتُكَ وَزَوَّجْتُكَ اِبْنَتِي / مُوَكِّلَتِي [NAMA CALON ISTRI] بِمَهْرِ [JUMLAH / JENIS MAHAR] حَالاً."

(Ankahtuka wa zawwajtuka ibnatī / muwakkilatī [Nama Calon Istri] bimahri [Jumlah/Jenis Mahar] hālan.)

Artinya: "Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak saya / perempuan yang saya walikan [Nama Calon Istri] dengan mahar [Jumlah / Jenis Mahar] tunai."

Dalam Bahasa Indonesia (yang umum digunakan):

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, [Nama Calon Suami] bin [Nama Ayah Calon Suami], dengan anak saya [Nama Calon Istri] binti [Nama Ayah Calon Istri], dengan mas kawinnya berupa [Sebutkan Mahar] tunai."

Perlu diperhatikan bahwa lafaz "saya nikahkan" dan "saya kawinkan" seringkali digunakan bersamaan untuk memperkuat makna akad. Penyebutan nama lengkap calon pengantin beserta nama ayahnya juga penting untuk menghindari kekeliruan identitas.

Contoh Lafaz Qabul (Oleh Calon Suami):

Dalam Bahasa Arab:

"قَبِلْتُ نِكَاحَهَا وَتَزْوِيجَهَا لِنَفْسِي بِمَهْرِهَا الْمَذْكُورِ حَالاً."

(Qabiltu nikāḥahā wa tazwījahā li nafsī bi mahrihā al-madzkūri hālan.)

Artinya: "Saya terima nikahnya dan kawinnya untuk diriku sendiri dengan mahar yang disebutkan itu tunai."

Dalam Bahasa Indonesia (yang umum digunakan):

"Saya terima nikah dan kawinnya [Nama Calon Istri] binti [Nama Ayah Calon Istri] dengan mas kawin tersebut tunai."

Lafaz qabul harus mencerminkan penerimaan yang persis sama dengan apa yang diucapkan dalam ijab. Jika wali menyebut "nikahkan", maka calon suami harus mengucapkan "terima nikahnya". Jika ijab menyebut "dengan mahar tunai", maka qabul juga harus menyebutkan "dengan mahar tersebut tunai".

Beberapa Hal Penting Terkait Lafaz:

Prosedur Pelaksanaan Ijab Kabul Nikah

Pelaksanaan ijab kabul nikah biasanya mengikuti serangkaian prosedur yang tertata rapi. Meskipun ada sedikit variasi budaya atau kebiasaan lokal, inti dari prosesinya tetap sama. Berikut adalah gambaran umum prosedur pelaksanaan ijab kabul:

1. Persiapan Sebelum Akad

2. Pembukaan Acara

3. Pelaksanaan Ijab Kabul

4. Setelah Ijab Kabul

Seluruh prosesi ini dirancang untuk menciptakan suasana sakral dan memastikan bahwa setiap tahapan pernikahan dilakukan sesuai syariat Islam dan hukum yang berlaku.

Hikmah dan Makna Mendalam Ijab Kabul Nikah

Ijab kabul bukan sekadar serangkaian kata atau formalitas belaka, melainkan sebuah peristiwa yang sarat akan makna dan hikmah mendalam. Di balik kesederhanaan lafaznya, terkandung implikasi yang luas bagi kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat. Berikut adalah beberapa hikmah dan makna penting dari ijab kabul:

1. Legalitas dan Pengakuan Syar'i

Ijab kabul adalah satu-satunya pintu gerbang yang sah untuk membentuk ikatan pernikahan dalam Islam. Tanpa itu, hubungan antara laki-laki dan perempuan tidak diakui sebagai suami istri dan dianggap perbuatan dosa. Ijab kabul memberikan legalitas syar'i, mengubah yang haram menjadi halal, dan memungkinkan pasangan untuk menjalankan semua hak dan kewajiban pernikahan.

2. Ikatan Suci (Mitsaqan Ghalizha)

Al-Quran menyebut ikatan pernikahan sebagai "mitsaqan ghalizha" yang berarti perjanjian yang sangat kuat atau kokoh (QS. An-Nisa: 21). Ini menunjukkan betapa serius dan sakralnya akad nikah di mata Allah SWT. Ijab kabul adalah manifestasi dari perjanjian ini, di mana kedua belah pihak berjanji di hadapan Tuhan untuk membangun rumah tangga yang langgeng berdasarkan syariat-Nya.

3. Tanggung Jawab Baru

Dengan ijab kabul, seorang laki-laki secara resmi mengambil alih tanggung jawab penuh sebagai kepala keluarga, pemberi nafkah, pelindung, dan pembimbing bagi istrinya. Sementara itu, seorang perempuan menerima status sebagai istri dengan segala hak dan kewajiban yang menyertainya. Ini adalah perubahan status yang membawa tanggung jawab besar, baik di dunia maupun di akhirat.

4. Pembentukan Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah

Ijab kabul adalah titik awal pembentukan keluarga Islami yang ideal: sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta kasih), dan warahmah (kasih sayang). Pernikahan yang dimulai dengan ijab kabul yang sah diharapkan akan menjadi landasan bagi sebuah rumah tangga yang harmonis, penuh berkah, dan menjadi tempat bersemainya cinta dan kasih sayang abadi.

5. Ketaatan kepada Syariat Allah

Menikah melalui ijab kabul adalah bentuk ketaatan kepada perintah Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW. Islam menganjurkan pernikahan sebagai jalan untuk menjaga kesucian diri, memperbanyak umat, dan membangun generasi yang saleh. Dengan melakukan ijab kabul, pasangan secara sadar memilih jalan yang diridhai Allah untuk menyempurnakan separuh agamanya.

6. Dimensi Sosial dan Generasi

Ijab kabul tidak hanya berdampak pada pasangan, tetapi juga pada masyarakat. Ia memberikan legitimasi pada keturunan yang lahir dari pernikahan, melindungi hak-hak anak, dan menjaga nasab. Ini adalah pondasi bagi keberlanjutan umat manusia dan pembentukan masyarakat yang bermoral.

7. Pembinaan Akhlak dan Kesabaran

Hidup berumah tangga dengan ijab kabul adalah medan untuk melatih kesabaran, toleransi, pengorbanan, dan akhlak mulia. Pasangan belajar untuk saling melengkapi, menghadapi tantangan bersama, dan bertumbuh dalam iman. Ijab kabul menjadi pengingat akan janji untuk terus berusaha menjadi pasangan terbaik di jalan Allah.

Singkatnya, ijab kabul adalah gerbang menuju kehidupan baru yang penuh berkah, tanggung jawab, dan kesempatan untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Memahami hikmahnya akan semakin menguatkan niat dan komitmen pasangan dalam menjalani bahtera rumah tangga.

Kesalahan Umum dalam Ijab Kabul

Meskipun terlihat sederhana, ada beberapa kesalahan umum yang sering terjadi saat pelaksanaan ijab kabul dan dapat memengaruhi keabsahan akad. Penting untuk mengetahui dan menghindarinya:

Untuk menghindari kesalahan-kesalahan ini, persiapan yang matang, latihan pengucapan lafaz ijab kabul, dan bimbingan dari penghulu atau tokoh agama yang paham syariat sangat diperlukan.

Fenomena Kontemporer dan Ijab Kabul

Perkembangan zaman dan teknologi memunculkan berbagai fenomena baru dalam pelaksanaan pernikahan, termasuk ijab kabul. Pertanyaan-pertanyaan seputar keabsahan pernikahan dengan metode tertentu seringkali muncul.

1. Pernikahan Online atau Jarak Jauh

Fenomena pernikahan online atau jarak jauh, di mana wali dan calon suami berada di tempat yang berbeda dan melakukan ijab kabul melalui video call atau konferensi video, menjadi perdebatan di kalangan ulama kontemporer. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ijab kabul harus dilakukan dalam satu majelis fisik yang sama, di mana wali dan calon suami dapat saling berhadapan dan bersaksi secara langsung.

Alasan utamanya adalah untuk memastikan `ittishal` (kesinambungan) antara ijab dan qabul, serta untuk memastikan kehadiran langsung para saksi yang dapat melihat dan mendengar secara jelas. Kekhawatiran akan manipulasi, gangguan sinyal, atau ketidakpastian identitas juga menjadi pertimbangan. Oleh karena itu, pernikahan online tanpa kehadiran fisik di satu majelis akad umumnya dianggap tidak sah oleh mayoritas ulama. Namun, ada sebagian kecil ulama yang memperbolehkannya dengan syarat teknologi video call sangat jelas dan tidak ada keraguan sama sekali, ini masih dalam lingkup ijtihad dan perlu kehati-hatian.

2. Pernikahan Tanpa Wali

Pernikahan tanpa wali, terutama bagi perempuan yang belum pernah menikah (perawan), secara tegas tidak sah menurut mayoritas madzhab fiqih (Syafi'i, Maliki, Hanbali). Hadis Nabi SAW menyatakan: "Tidak sah nikah kecuali dengan wali." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Wali adalah salah satu rukun nikah. Jika seorang perempuan menolak wali nasabnya tanpa alasan syar'i, maka hak perwalian bisa beralih ke wali hakim.

Hanya madzhab Hanafi yang memperbolehkan perempuan baligh dan berakal untuk menikah tanpa wali jika ia telah memilih laki-laki yang sekufu (setara). Namun, di Indonesia yang mayoritas menganut madzhab Syafi'i, pernikahan tanpa wali tidak diakui keabsahannya.

3. Pernikahan di Luar Negeri

Pernikahan yang dilangsungkan di luar negeri seringkali menimbulkan pertanyaan mengenai keabsahan dan pencatatannya. Secara syariat, jika rukun dan syarat ijab kabul terpenuhi, maka akad nikah tersebut sah di mata agama. Namun, agar pernikahan tersebut diakui secara hukum di Indonesia, ia harus dicatatkan di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) setempat atau di Kantor Urusan Agama (KUA) setelah kembali ke Indonesia. Pencatatan ini penting untuk melindungi hak-hak pasangan dan keturunan mereka.

Penting bagi umat Islam untuk selalu merujuk kepada ulama yang kompeten dan otoritas keagamaan resmi (seperti KUA atau MUI di Indonesia) terkait masalah-masalah kontemporer ini agar pernikahan yang dilangsungkan benar-benar sah secara syariat dan diakui secara hukum.

Peran Wali dalam Ijab Kabul

Wali nikah memiliki peran yang sangat krusial dalam akad nikah. Keberadaannya adalah salah satu rukun nikah yang tidak bisa ditiadakan, terutama bagi calon istri yang masih perawan. Wali berfungsi sebagai perwakilan pihak perempuan, yang memastikan bahwa pernikahan tersebut dilakukan demi kebaikan dan kemaslahatan perempuan yang diwalikannya, serta sesuai dengan ketentuan syariat.

Syarat Menjadi Wali

Seorang wali harus memenuhi beberapa syarat agar perwaliannya sah:

Urutan Wali Nasab

Ada urutan prioritas bagi wali nasab (wali dari jalur keturunan laki-laki) yang harus diikuti. Urutan ini penting untuk dipegang teguh. Jika wali yang lebih dekat ada dan memenuhi syarat, maka wali yang lebih jauh tidak berhak menjadi wali. Urutan umumnya adalah:

  1. Ayah kandung.
  2. Kakek dari pihak ayah (ayahnya ayah).
  3. Saudara laki-laki kandung.
  4. Saudara laki-laki seayah (lain ibu).
  5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung (keponakan).
  6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
  7. Paman (saudara laki-laki ayah) kandung.
  8. Paman (saudara laki-laki ayah) seayah.
  9. Dan seterusnya, mengikuti garis keturunan laki-laki terdekat dari pihak ayah.

Wali Hakim

Wali hakim adalah wali yang ditunjuk oleh negara atau penguasa syar'i untuk menikahkan seorang perempuan dalam kondisi-kondisi tertentu, seperti:

Di Indonesia, peran wali hakim diemban oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) atau petugas yang ditunjuk olehnya. Penggunaan wali hakim harus melalui prosedur resmi dan pembuktian bahwa wali nasab memang tidak bisa menjalankan tugasnya.

Peran Saksi dalam Ijab Kabul

Selain wali, kehadiran dua orang saksi juga merupakan rukun nikah yang tidak kalah penting. Saksi berfungsi sebagai penguat dan pengesah akad nikah, memastikan bahwa ijab kabul telah dilaksanakan dengan benar dan transparan di hadapan publik. Tanpa saksi, pernikahan tidak akan sah.

Syarat Menjadi Saksi

Sama seperti wali, saksi juga harus memenuhi beberapa syarat:

Fungsi Kesaksian

Fungsi utama saksi adalah:

Oleh karena itu, pemilihan saksi haruslah cermat. Disunnahkan memilih saksi dari kalangan keluarga dekat atau orang-orang yang dikenal memiliki kredibilitas dan keimanan yang baik.

Mahar (Maskawin) dan Kaitannya dengan Ijab Kabul

Mahar atau maskawin adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai bagian dari akad nikah. Meskipun mahar sering disebut dalam lafaz ijab kabul, ia bukan rukun nikah yang berdiri sendiri, melainkan salah satu konsekuensi dari akad nikah itu sendiri.

Definisi dan Hukum Mahar

Mahar adalah harta yang wajib diberikan oleh suami kepada istri dengan sebab akad nikah. Hukumnya wajib berdasarkan firman Allah SWT dalam Surah An-Nisa ayat 4: "Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan."

Mahar adalah hak mutlak istri. Suami tidak berhak mengambilnya kembali tanpa kerelaan istri. Mahar menunjukkan keseriusan dan tanggung jawab suami dalam menafkahi dan menghargai istrinya.

Jenis dan Jumlah Mahar

Tidak ada batasan minimal atau maksimal untuk mahar dalam Islam. Mahar bisa berupa apa saja yang memiliki nilai dan halal, seperti uang, perhiasan emas, seperangkat alat shalat, hafalan Al-Quran, tanah, rumah, atau jasa. Yang terpenting adalah mahar tersebut disepakati oleh kedua belah pihak dan tidak memberatkan calon suami.

Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah." (HR. Al-Hakim). Ini menunjukkan anjuran untuk tidak mempersulit pernikahan dengan permintaan mahar yang terlalu tinggi.

Penyebutan Mahar dalam Ijab Kabul

Meskipun mahar wajib ada, penyebutannya dalam lafaz ijab kabul bukanlah syarat sah akad nikah menurut mayoritas ulama. Artinya, jika mahar sudah disepakati sebelumnya tetapi tidak disebutkan saat ijab kabul, maka akadnya tetap sah. Namun, menyatakannya secara jelas dalam ijab kabul adalah sunnah dan lebih sempurna karena menghindari perselisihan di kemudian hari.

Jika mahar tidak disebutkan dalam akad dan belum disepakati, maka istri berhak mendapatkan mahar mitsil, yaitu mahar yang setara dengan mahar perempuan lain yang sekufu dengannya dari keluarga istri.

Khutbah Nikah

Khutbah nikah adalah ceramah atau nasihat yang disampaikan sebelum ijab kabul. Hukumnya sunnah dan sangat dianjurkan. Khutbah nikah biasanya disampaikan oleh penghulu atau tokoh agama yang ditunjuk.

Pentingnya Khutbah Nikah

Khutbah nikah memiliki peran penting dalam akad nikah karena:

Isi Khutbah Nikah

Umumnya, khutbah nikah berisi pujian kepada Allah SWT, shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, kemudian diikuti dengan pembacaan ayat-ayat Al-Quran yang relevan, seperti Surah An-Nisa ayat 1, Surah Ali Imran ayat 102, Surah Al-Ahzab ayat 70-71, dan diakhiri dengan doa. Nasihat-nasihat yang disampaikan berfokus pada pentingnya taqwa, amanah, dan keharmonisan rumah tangga.

Doa Setelah Ijab Kabul

Setelah ijab kabul dinyatakan sah dan diikuti dengan penandatanganan buku nikah, disunnahkan untuk membaca doa. Doa ini dipimpin oleh penghulu atau tokoh agama, diamini oleh seluruh hadirin, dan secara khusus ditujukan untuk keberkahan kedua mempelai.

Contoh Doa Setelah Ijab Kabul

Salah satu doa yang masyhur dan dianjurkan adalah doa Rasulullah SAW:

"بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ."

(Bārakallahu laka wa bāraka ‘alaika wa jama’a bainakumā fī khairin.)

Artinya: "Semoga Allah memberkahimu di saat senang dan memberkahimu di saat susah, serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan." (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Selain itu, doa-doa umum untuk kebaikan, keharmonisan, dikaruniai keturunan yang saleh/salehah, dan keberkahan rezeki juga sering dipanjatkan. Doa ini adalah ungkapan harapan dan permohonan kepada Allah SWT agar pernikahan yang baru saja dilangsungkan mendapatkan ridha dan karunia-Nya, serta menjadi jembatan menuju surga.

Ilustrasi rumah dengan simbol hati, melambangkan harapan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah yang diawali dengan ijab kabul.

Kesimpulan

Ijab kabul nikah adalah momen paling fundamental dan sakral dalam seluruh rangkaian pernikahan Islam. Ia bukan sekadar tradisi atau upacara, melainkan pilar utama yang menentukan keabsahan sebuah ikatan suci di mata Allah SWT dan hukum manusia. Melalui lafaz ijab kabul yang diucapkan dengan penuh kesadaran dan ketulusan, dua jiwa bersatu dalam komitmen yang agung, siap mengarungi bahtera rumah tangga dengan segala suka dan dukanya.

Pemahaman yang mendalam mengenai rukun, syarat, lafaz, prosedur, hingga hikmah yang terkandung dalam ijab kabul sangat esensial bagi setiap calon pengantin. Ini akan memastikan bahwa pernikahan yang dilangsungkan tidak hanya sah secara formal, tetapi juga diberkahi, penuh makna, dan menjadi landasan kokoh bagi pembentukan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. Dengan menjaga keabsahan ijab kabul, kita turut serta dalam menegakkan syariat Islam, melestarikan keturunan yang baik, dan membangun masyarakat yang bermoral.

Semoga setiap pasangan yang mengikrarkan ijab kabul senantiasa mendapatkan petunjuk, kekuatan, dan rahmat dari Allah SWT untuk menjalankan amanah pernikahan dengan sebaik-baiknya, hingga akhir hayat, dan menjadi pasangan di jannah-Nya.

🏠 Homepage