P A H Edukasi

Ilustrasi Perbandingan Model Pembelajaran

Mengurai Konsep Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi dalam Pendidikan Kontemporer

Dunia pendidikan terus berevolusi, menuntut pendidik untuk mengadaptasi cara mereka menyampaikan pengetahuan. Tiga istilah kunci sering muncul dalam diskusi mengenai filosofi mengajar: pedagogi, andragogi, dan heutagogi. Meskipun ketiganya merujuk pada seni dan ilmu mengajar, mereka merefleksikan asumsi yang sangat berbeda mengenai siapa pembelajarnya dan bagaimana proses belajar yang paling efektif terjadi.

Pedagogi: Seni Mengajar Anak

Pedagogi secara tradisional berakar pada konsep mengajar anak-anak (Yunani: paid = anak, agogos = pemandu). Dalam model ini, guru diasumsikan sebagai otoritas utama yang bertanggung jawab penuh atas isi, metode, dan hasil pembelajaran.

Karakteristik utama pedagogi meliputi:

Model ini sangat efektif dalam konteks pendidikan dasar dan menengah di mana kedewasaan kognitif dan otonomi pembelajar masih berkembang. Namun, ketika diaplikasikan pada peserta didik dewasa, pendekatan pedagogis sering kali terasa mengekang dan kurang memicu motivasi intrinsik.

Andragogi: Seni Memfasilitasi Pembelajaran Dewasa

Diperkenalkan secara luas oleh Malcolm Knowles, Andragogi (Yunani: aner = orang dewasa) adalah filosofi belajar yang berpusat pada orang dewasa. Knowles mengajukan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara belajar anak-anak dan orang dewasa.

Asumsi inti andragogi meliputi:

  1. Kebutuhan untuk Tahu: Orang dewasa perlu mengerti mengapa mereka perlu mempelajari sesuatu sebelum berkomitmen pada pembelajaran.
  2. Konsep Diri: Orang dewasa ingin diperlakukan sebagai individu yang mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri.
  3. Peran Pengalaman: Pengalaman menjadi sumber daya belajar yang kaya bagi orang dewasa.
  4. Kesiapan Belajar: Kesiapan belajar terkait dengan peran kehidupan nyata yang sedang mereka hadapi.
  5. Orientasi Masalah: Pembelajaran harus berorientasi pada pemecahan masalah yang relevan, bukan pada penguasaan konten semata.
  6. Motivasi: Motivasi belajar cenderung internal (peningkatan kualitas hidup, kepuasan diri).

Dalam andragogi, peran instruktur bergeser dari 'pengajar' menjadi 'fasilitator' atau 'konsultan', membantu peserta didik menggali potensi dan pengalamannya sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran yang disepakati bersama.

Heutagogi: Pembelajaran Mandiri dan Penemuan Diri

Sebagai evolusi dari andragogi, Heutagogi (Yunani: heutos = diri sendiri) menekankan pada pembelajaran yang sepenuhnya dipimpin oleh diri sendiri, atau self-determined learning. Ini adalah wilayah di mana pembelajar tidak hanya mengontrol apa yang dipelajari (seperti dalam andragogi), tetapi juga bagaimana mereka akan mempelajarinya dan bahkan apa tujuan pembelajaran itu sendiri.

Heutagogi sangat relevan di era digital dan perubahan pekerjaan yang cepat, di mana pengetahuan baru muncul lebih cepat daripada kurikulum formal dapat diperbarui. Fokusnya adalah pada pengembangan kapasitas untuk belajar secara berkelanjutan dan adaptif. Peserta didik heutagogis:

Sinergi Model dalam Pembelajaran Sepanjang Hayat

Ketiga model ini tidak selalu eksklusif; seringkali mereka hadir dalam spektrum. Di lingkungan pendidikan tinggi atau pelatihan korporat, pendidik yang efektif mampu mengintegrasikan elemen dari ketiganya. Misalnya, pengenalan konsep baru mungkin memerlukan pendekatan pedagogis yang terstruktur, diskusi berbasis pengalaman memerlukan andragogi, sementara proyek inovasi yang benar-benar baru membutuhkan dorongan heutagogis.

Memahami nuansa antara pedagogi, andragogi, dan heutagogi memungkinkan perancang pembelajaran untuk menyesuaikan intervensi pendidikan mereka agar selaras dengan tingkat kemandirian, pengalaman, dan tujuan pembelajar yang spesifik. Dalam konteks pembelajaran sepanjang hayat, pergeseran dari ketergantungan (pedagogi) menuju otonomi penuh (heutagogi) adalah tujuan akhir yang dicita-citakan.

🏠 Homepage