Dalam dunia kesehatan, istilah analgesik dan analgetik seringkali digunakan secara bergantian, menimbulkan kebingungan bagi masyarakat awam. Meskipun keduanya merujuk pada zat atau metode yang bertujuan mengurangi rasa sakit, pemahaman yang lebih mendalam mengungkapkan bahwa dalam konteks farmakologi yang sangat spesifik, kedua istilah ini memiliki asal kata dan nuansa penggunaan yang sedikit berbeda, meskipun dalam praktiknya merujuk pada kelas obat yang sama.
Secara etimologi, kedua kata ini berasal dari bahasa Yunani kuno. 'An-' berarti 'tanpa', sementara 'algesia' atau 'algos' berarti 'rasa sakit'. Jadi, secara harfiah, keduanya berarti 'tanpa rasa sakit'. Namun, mari kita bedah lebih lanjut bagaimana istilah ini diterima dalam literatur medis modern.
Ilustrasi konsep kerja pereda nyeri.
Dalam bahasa Inggris, istilah yang dominan dan baku dalam literatur medis adalah "analgesic". Istilah ini merujuk secara eksplisit pada agen farmakologis yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri.
Sementara itu, kata "analgetik" lebih sering ditemukan dan dianggap sebagai padanan kata (sinonim) dalam bahasa Indonesia. Penggunaan kata analgetik ini adalah adopsi langsung dari bahasa asing yang kemudian terinternalisasi dalam terminologi medis di Indonesia. Tidak ada perbedaan mekanisme kerja yang fundamental antara zat yang disebut analgesik dan analgetik; keduanya mengacu pada obat-obatan seperti parasetamol, ibuprofen, atau morfin.
Perbedaan yang sering diperdebatkan di masa lalu kadang mengacu pada spektrum tindakan:
Saat ini, baik badan regulasi obat maupun praktisi medis cenderung menggunakan analgesik sebagai istilah inti dalam bahasa internasional, sementara analgetik tetap populer dan diterima luas di Indonesia sebagai sinonim yang setara fungsinya. Ketika Anda mencari obat pereda nyeri, label pada kemasan obat di Indonesia hampir pasti akan mencantumkan "Analgetik" atau kombinasi keduanya.
Meskipun terminologinya sedikit berbeda di lidah, klasifikasi kerjanya tetap sama. Obat-obatan ini dikelompokkan berdasarkan potensi dan target kerjanya:
Ini adalah jenis yang paling sering kita jumpai untuk nyeri ringan hingga sedang, seperti sakit kepala, demam, atau nyeri otot ringan. Contohnya adalah:
Digunakan untuk nyeri hebat atau kronis yang tidak tertangani oleh obat ringan. Obat ini bekerja langsung pada reseptor opioid di sistem saraf pusat. Contohnya termasuk Tramadol, Kodein, Morfin, dan Fentanyl. Penggunaan obat ini selalu memerlukan resep dokter karena risiko ketergantungan yang tinggi.
Bagi pasien dan masyarakat umum, penting untuk memahami bahwa ketika berbicara tentang obat yang berfungsi meredakan rasa sakit—apakah itu sakit gigi, nyeri haid, atau nyeri pasca-operasi—istilah analgesik dan analgetik merujuk pada kelas obat yang sama. Perbedaan yang ada bersifat tipis, lebih condong pada preferensi bahasa atau konteks akademik tertentu, bukan perbedaan dalam khasiat atau fungsi obat itu sendiri.
Selalu konsultasikan dengan tenaga kesehatan profesional sebelum menggunakan obat pereda nyeri, terutama yang kuat, untuk memastikan dosis dan jenis obat sesuai dengan kondisi rasa sakit yang dialami.