Ilustrasi: Penerimaan karunia dari sumber yang Maha Kuasa.
Dalam ajaran Islam, konsep rezeki (rizq) dipandang sebagai karunia dan ketetapan mutlak dari Allah SWT. Ini bukan sekadar soal uang atau materi yang kita peroleh melalui usaha, tetapi mencakup segala sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan kita, baik itu kesehatan, ilmu, pasangan, waktu luang, hingga kesempatan bernapas. Pemahaman bahwa rezeki Allah yang atur adalah fondasi utama dalam menjalani kehidupan seorang muslim. Konsep ini menumbuhkan ketenangan batin karena segala sesuatu telah diperhitungkan oleh Sang Pencipta.
Banyak orang menghabiskan energi berlebihan karena ketakutan akan kekurangan. Kekhawatiran ini seringkali bersumber dari kurangnya keyakinan penuh terhadap kuasa dan kebijaksanaan Allah dalam membagi rezeki. Padahal, jika kita mengkaji lebih dalam, setiap makhluk hidup di bumi ini telah dijamin rezekinya. Tugas kita adalah berusaha (ikhtiar) dengan maksimal, namun hasil akhir sepenuhnya berada dalam genggaman-Nya. Keikhlasan dalam bekerja menjadi penyeimbang antara usaha manusiawi dan kepasrahan ilahiah.
Keyakinan bahwa rezeki Allah yang atur sering disalahartikan sebagai alasan untuk bermalas-malasan atau tidak berjuang. Ini adalah kekeliruan fatal. Dalam Islam, ikhtiar (usaha keras) adalah perintah sekaligus ibadah. Allah memerintahkan kita untuk mencari karunia-Nya setelah menunaikan kewajiban. Bayangkan seorang petani yang menabur benih; hasilnya adalah ketetapan Allah, tetapi ia tidak akan pernah mendapatkan panen tanpa menyiram dan merawat tanamannya. Ikhtiar adalah sarana untuk meraih ketetapan tersebut.
Setelah berusaha sekuat tenaga, maka muncullah konsep tawakal. Tawakal adalah bersandar sepenuhnya kepada Allah setelah semua upaya telah dilakukan. Ketika rezeki yang kita harapkan belum datang, atau datangnya berbeda dengan skenario yang kita bayangkan, di sinilah keindahan ketetapan Allah terbukti. Mungkin rezeki itu datang dalam bentuk yang tidak kita duga, misalnya datangnya kesehatan yang lebih berharga daripada uang yang kita kejar, atau datangnya kesabaran yang menguatkan iman.
Jika Allah adalah Sang Pengatur, bagaimana kita sebagai hamba dapat berinteraksi dengan mekanisme pengaturan rezeki tersebut? Terdapat beberapa kunci utama yang secara eksplisit disebutkan dalam dalil-dalil agama:
Ketahuilah bahwa rezeki yang datangnya dari Allah, meskipun jumlahnya tampak kecil, akan terasa cukup dan berkah. Sebaliknya, rezeki yang melimpah namun diperoleh melalui jalan yang salah atau tanpa rasa syukur, seringkali membawa kegelisahan dan kehampaan. Intinya adalah kualitas, bukan hanya kuantitas, dari rezeki tersebut.
Salah satu aspek terpenting dari pemahaman bahwa rezeki Allah yang atur adalah kesadaran bahwa rezeki terbesar bukanlah yang bersifat fana. Harta duniawi akan habis, jabatan akan hilang, namun rezeki berupa keistiqamahan dalam ibadah, ketenangan hati, dan kemudahan saat menghadapi sakaratul maut adalah investasi akhirat yang tak ternilai. Ketika seorang mukmin menyadari hal ini, ia akan lebih tenang menerima porsi rezeki dunianya, sambil terus berjuang mendapatkan rezeki ukhrawi.
Percayalah pada kebijaksanaan Ilahi. Apa yang tampak sebagai kesulitan saat ini bisa jadi adalah cara Allah melindungi kita dari keburukan yang lebih besar, atau cara Allah menguji sejauh mana kesabaran dan kebergantungan kita kepada-Nya. Lepaskan beban kekhawatiran akan masa depan, fokuslah pada kualitas amal hari ini, karena di situlah letak jaminan rezeki sesungguhnya dari Sang Maha Pengatur.