Dalam ajaran Islam, konsep rezeki jauh lebih luas daripada sekadar materi atau uang yang kita dapatkan melalui pekerjaan. Rezeki adalah segala sesuatu yang memberikan manfaat dan menopang kehidupan makhluk hidup, yang semuanya bersumber dan diatur sepenuhnya oleh Allah SWT. Memahami hakikat rezeki ini penting untuk menumbuhkan ketenangan jiwa dan orientasi hidup yang benar.
Rezeki (رزق) dalam bahasa Arab berarti pemberian atau sesuatu yang dijadikan sarana untuk menopang kehidupan. Dalam perspektif Islam, rezeki tidak terbatas pada harta benda. Ia mencakup segala karunia yang dianugerahkan Allah, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Semua ini adalah pemberian Allah, dan manusia hanya bertindak sebagai pemegang amanah sementara. Inilah yang seringkali melahirkan istilah Barakah, yaitu nilai tambah keberkahan yang membuat rezeki terasa cukup, meskipun jumlahnya mungkin tidak banyak.
Konsep dasar dalam Islam adalah bahwa Allah adalah Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki). Tidak ada satu pun makhluk bernyawa di bumi ini kecuali Allah telah menjamin rezekinya. Ini termaktub dalam banyak ayat Al-Qur'an, memberikan jaminan bahwa selama kita berusaha dan bertawakal, kebutuhan dasar kita akan terpenuhi.
Meskipun rezeki sudah ditetapkan, Islam mengajarkan adanya usaha (ikhtiar) sebagai syarat untuk meraihnya. Usaha ini harus dilakukan dengan cara yang halal dan diridai oleh Allah. Bekerja keras, mengembangkan keterampilan, dan inovasi adalah bentuk ibadah yang dianjurkan. Namun, hasil akhir selalu berada dalam kuasa Allah. Jika suatu usaha tidak membuahkan hasil yang diharapkan, seorang Muslim diajarkan untuk tidak berputus asa, karena mungkin Allah menyimpan rezeki yang lebih baik di tempat lain atau di waktu yang lain.
Islam tidak hanya mengatur bagaimana cara mencari rezeki, tetapi juga etika dalam proses mendapatkannya. Kehalalan adalah pondasi utama. Rezeki yang haram, meskipun melimpah, diyakini tidak akan membawa ketenangan dan justru berpotensi membawa kehancuran.
Beberapa prinsip etika mencari rezeki meliputi:
Terkadang, rezeki yang terlihat kecil namun penuh keberkahan (barakah) jauh lebih berharga daripada harta yang besar namun mendatangkan kegelisahan. Barakah adalah hadirnya kebaikan ilahi yang melipatgandakan manfaat sesuatu. Misalnya, gaji yang pas-pasan namun cukup untuk memenuhi kebutuhan tanpa terlilit hutang, atau waktu sebentar yang digunakan untuk kebaikan namun hasilnya sangat besar.
Kunci untuk membuka pintu barakah rezeki adalah rasa syukur (syukur). Allah SWT berjanji, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat-Ku kepadamu." (QS. Ibrahim: 7). Bersyukur tidak hanya diucapkan lisan, tetapi diwujudkan dengan menggunakan rezeki tersebut pada jalan ketaatan kepada Allah dan menjauhi pemborosan.
Pada akhirnya, rezeki terbesar yang harus dikejar seorang Muslim adalah rezeki di akhirat, yaitu keridhaan Allah dan Surga-Nya. Rezeki duniawi dipandang sebagai sarana pendukung untuk mencapai tujuan hakiki tersebut. Dengan keyakinan penuh pada Ar-Razzaq, seorang Muslim dapat menjalani hidup dengan optimis, berusaha sekuat tenaga, namun tetap pasrah dan tenang dalam menerima ketetapan-Nya.
Memahami bahwa Allah Maha Pengatur atas segala rezeki mengajarkan kita untuk senantiasa menjaga kualitas ibadah dan akhlak, karena keduanya diyakini menjadi kunci utama dalam melapangkan jalan rezeki yang bersih dan penuh berkah.