Nama Surah: Al-Anfal (Ghanimah)
Jumlah Ayat: 75 Ayat
Tempat Turun: Madinah
Surah Al-Anfal, yang berarti "Harta Rampasan Perang", merupakan salah satu surah Madaniyah yang membahas secara rinci aspek-aspek penting dalam kehidupan kaum Muslimin pasca hijrah, khususnya terkait dengan etika perang, pembagian harta rampasan (ganimah), dan prinsip-prinsip persatuan serta ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Surah ini diturunkan setelah terjadinya Perang Badar, sebuah peristiwa monumental yang menjadi titik balik kemenangan besar pertama bagi umat Islam.
Pembukaan surah ini langsung menanyakan tentang status harta rampasan perang (anfal), menegaskan bahwa hak atas segala rampasan tersebut sepenuhnya berada di tangan Allah dan Rasul-Nya. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan potensi perselisihan pribadi dan mengarahkan fokus kepada kepentingan kolektif umat. Ayat-ayat selanjutnya menekankan bahwa keimanan sejati harus tercermin dalam tindakan, terutama dalam ketaatan total kepada Allah dan menjauhi pertikaian internal.
Al-Anfal bukan hanya mengatur teknis pembagian harta, tetapi lebih dalam lagi, surah ini mengajarkan tentang konsep jihad yang benar. Jihad harus didasari oleh niat yang tulus untuk meninggikan agama Allah, bukan demi kepentingan duniawi semata. Para mujahid (pejuang) sejati adalah mereka yang ketika nama Allah disebut, hati mereka gemetar, dan ketika ayat-ayat-Nya dibacakan, keimanan mereka bertambah kuat.
Salah satu pesan inti yang berulang kali ditekankan adalah pentingnya persatuan umat. Allah berfirman agar kaum mukminin bersatu padu, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta tidak saling berselisih yang dapat mengakibatkan kegagalan dan hilangnya kekuatan.
Ayat pertama ini menjadi landasan moral bagi seluruh sistem ekonomi perang dalam Islam. Kepemilikan mutlak ada pada Allah, dan Rasulullah bertugas mendistribusikannya sesuai syariat. Hal ini menghapuskan mentalitas egois yang sering muncul dalam pembagian hasil perjuangan.
Karakteristik utama orang beriman dijelaskan di sini: respons emosional positif terhadap keagungan Allah dan peningkatan iman ketika mendengar wahyu-Nya. Ini menunjukkan bahwa iman adalah sesuatu yang dinamis, bukan statis. Tawakal kepada Allah menjadi pilar keberanian mereka dalam menghadapi musuh yang jumlahnya seringkali lebih besar.
Selanjutnya, surah ini memberikan panduan konkret mengenai bagaimana seharusnya umat Islam bersikap ketika dihadapkan pada peperangan, misalnya dalam konteks Perang Badar. Allah menjanjikan pertolongan-Nya kepada mereka yang taat, bahkan ketika jumlah mereka sedikit. Kemenangan yang diraih bukanlah semata-mata karena strategi militer, melainkan karena pertolongan ilahi yang menyertai ketulusan hati.
Al-Anfal juga membahas mengenai batasan-batasan dalam peperangan. Meskipun diperintahkan untuk melawan, umat Islam harus tetap mematuhi etika perang yang ditetapkan syariat, seperti tidak boleh berkhianat, tidak boleh membunuh non-kombatan, dan harus berupaya keras untuk mengajak musuh kepada perdamaian jika mereka cenderung kepadanya.
Surah ini ditutup dengan sebuah seruan kuat agar umat Islam senantiasa bertaqwa dan berpegang teguh pada tali Allah. Keselamatan dunia dan akhirat bergantung pada sejauh mana mereka mematuhi ajaran-Nya dan menjaga persatuan internal. Dengan memahami Al-Anfal, seorang Muslim diingatkan bahwa keberhasilan kolektif dimulai dari kesalehan individu dan komitmen bersama terhadap prinsip keadilan dan kebenaran Ilahi. Mempelajari surah ini membantu menumbuhkan kesadaran bahwa sumber kekuatan sejati umat bukanlah jumlah pasukan atau kelengkapan senjata, melainkan kualitas iman dan hubungan mereka dengan Pencipta.