AJB & PPJB: Panduan Lengkap Transaksi Properti di Indonesia

Icon Rumah dan Dokumen Ilustrasi rumah dengan dokumen dan pena, melambangkan transaksi properti dan legalitas.

Transaksi properti di Indonesia adalah sebuah proses yang kompleks, melibatkan berbagai dokumen dan prosedur hukum. Bagi banyak orang, membeli atau menjual properti merupakan salah satu keputusan finansial terbesar dalam hidup. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam mengenai dokumen-dokumen krusial seperti Akta Jual Beli (AJB) dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) menjadi sangat vital. Kedua istilah ini sering kali terdengar mirip, namun memiliki kekuatan hukum, fungsi, dan implikasi yang sangat berbeda.

Artikel ini akan mengupas tuntas mengenai AJB dan PPJB, mulai dari definisi, fungsi, kekuatan hukum, proses pembuatan, hingga perbedaan mendasar di antara keduanya. Tujuannya adalah untuk memberikan panduan komprehensif agar Anda dapat melakukan transaksi properti dengan aman, legal, dan bebas dari potensi sengketa di kemudian hari. Mari kita selami lebih dalam dunia hukum properti Indonesia.

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB): Landasan Awal Transaksi Properti

Icon Kontrak Ilustrasi dokumen kontrak dengan pena, melambangkan perjanjian awal jual beli.

Apa Itu PPJB?

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) adalah sebuah perjanjian pendahuluan antara calon penjual dan calon pembeli properti sebelum dilakukannya Akta Jual Beli (AJB) yang sah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). PPJB bukanlah akta otentik yang dapat mengalihkan hak kepemilikan, melainkan sebuah akta di bawah tangan atau akta notariil yang mengikat para pihak untuk nantinya melakukan AJB. Fungsinya adalah sebagai bukti kesepakatan awal dan komitmen para pihak untuk melaksanakan jual beli properti di kemudian hari, setelah syarat-syarat tertentu terpenuhi.

Secara sederhana, PPJB adalah janji atau ikatan bahwa properti akan dijual dan dibeli. Dalam PPJB, penjual mengikatkan diri untuk menjual propertinya kepada pembeli, dan pembeli mengikatkan diri untuk membeli properti tersebut. Ikatan ini bersifat timbal balik dan menciptakan hak serta kewajiban bagi kedua belah pihak.

Kekuatan Hukum PPJB

Kekuatan hukum PPJB berasal dari prinsip kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya, PPJB mengikat para pihak yang membuatnya dan mereka wajib memenuhi isi perjanjian tersebut. Namun, PPJB tidak memiliki kekuatan hukum untuk mengalihkan hak kepemilikan atas tanah dan bangunan. Pengalihan hak kepemilikan hanya dapat dilakukan melalui AJB yang dibuat di hadapan PPAT.

Meskipun demikian, PPJB tetap memiliki peran penting. Jika salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk menuntut pelaksanaan perjanjian atau ganti rugi. PPJB yang dibuat di hadapan notaris (akta notariil) memiliki kekuatan pembuktian yang lebih kuat dibandingkan PPJB di bawah tangan, karena notaris menjamin keabsahan tanda tangan dan identitas para pihak serta tanggal pembuatan akta.

Mengapa PPJB Diperlukan?

PPJB seringkali menjadi jembatan antara kesepakatan awal dan AJB yang sah. Ada beberapa kondisi yang membuat PPJB menjadi pilihan yang relevan dan sering digunakan dalam transaksi properti:

  1. Properti Belum Siap Dijual-Beli (Inden): Ini adalah skenario paling umum, terutama untuk pembelian rumah atau apartemen dari pengembang (developer) yang masih dalam tahap pembangunan. Properti belum selesai dibangun, dan sertifikat induk mungkin belum dipecah atau IMB (Izin Mendirikan Bangunan) per unit belum terbit.
  2. Syarat Belum Terpenuhi: Ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh salah satu atau kedua belah pihak sebelum AJB dapat dilakukan. Misalnya, penjual masih harus melunasi KPR (Kredit Pemilikan Rumah) atau mengurus surat-surat yang hilang. Pembeli mungkin memerlukan waktu untuk melunasi pembayaran atau mendapatkan persetujuan KPR.
  3. Pembayaran Bertahap: Pembeli ingin melakukan pembayaran secara bertahap dalam jangka waktu tertentu, dan AJB baru akan dilakukan setelah pembayaran lunas. PPJB mengikat kedua belah pihak selama periode pembayaran ini.
  4. Verifikasi Dokumen atau Status Hukum: Calon pembeli memerlukan waktu untuk melakukan due diligence (uji tuntas) terhadap dokumen properti dan status hukumnya, atau penjual sedang dalam proses penyelesaian dokumen.
  5. Properti dalam Agunan Bank: Properti yang akan dijual masih dalam status agunan bank. Penjual perlu waktu untuk melunasi utangnya dan mengambil sertifikat dari bank.
  6. Menunggu Persetujuan Pihak Lain: Misalnya, properti warisan yang masih menunggu persetujuan dari ahli waris lain atau properti yang dimiliki oleh badan hukum yang memerlukan persetujuan direksi/komisaris.

Isi dan Klausul Penting dalam PPJB

Meskipun bukan akta pengalihan hak, PPJB yang baik harus memuat poin-poin penting untuk melindungi kepentingan kedua belah pihak. Beberapa klausul yang umumnya terdapat dalam PPJB meliputi:

Jenis-jenis PPJB

Secara umum, PPJB dapat dibedakan berdasarkan status pembayaran:

  1. PPJB Lunas: Ini berarti harga jual beli telah dilunasi sepenuhnya oleh pembeli, namun AJB belum dapat dilakukan karena ada persyaratan lain yang belum terpenuhi (misalnya, sertifikat masih diurus atau properti masih dalam pembangunan). Dalam kasus ini, penjual secara substansi sudah menerima seluruh pembayaran, dan hanya menunggu kelengkapan administratif untuk AJB.
  2. PPJB Tidak Lunas: Pembayaran dilakukan secara bertahap atau belum lunas sepenuhnya. AJB akan dilakukan setelah seluruh pembayaran diselesaikan dan semua syarat terpenuhi. PPJB jenis ini memberikan perlindungan kepada kedua belah pihak selama proses pembayaran berlangsung.

Peran Notaris dalam PPJB

Meskipun PPJB tidak harus dibuat di hadapan notaris (bisa di bawah tangan), sangat disarankan untuk membuatnya dalam bentuk Akta Notariil. Mengapa? Karena akta notariil memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Notaris akan memastikan bahwa identitas para pihak jelas, syarat-syarat perjanjian telah disepakati dengan benar, dan tanggal akta tercatat dengan pasti. Ini mengurangi risiko sengketa dan memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi dibandingkan akta di bawah tangan.

Risiko dan Manfaat PPJB

Manfaat bagi Pembeli:

Risiko bagi Pembeli:

Manfaat bagi Penjual:

Risiko bagi Penjual:

Mengingat risiko yang ada, pembuatan PPJB harus dilakukan dengan cermat dan teliti, didampingi oleh notaris atau konsultan hukum yang kompeten.

Akta Jual Beli (AJB): Bukti Sah Pengalihan Hak Milik Properti

Icon Sertifikat dan Tanda Tangan Ilustrasi sertifikat tanah dengan stempel dan pena, melambangkan akta jual beli dan kepemilikan sah.

Apa Itu AJB?

Akta Jual Beli (AJB) adalah akta otentik yang merupakan bukti sah terjadinya peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari penjual kepada pembeli. Dengan ditandatanganinya AJB, secara hukum kepemilikan properti beralih dari penjual ke pembeli. AJB dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan merupakan syarat mutlak untuk proses pendaftaran peralihan hak di Kantor Pertanahan.

AJB adalah puncak dari proses transaksi jual beli properti. Ini bukan sekadar perjanjian, melainkan instrumen hukum yang memiliki konsekuensi langsung terhadap status kepemilikan properti. Setelah AJB ditandatangani, langkah selanjutnya adalah pendaftaran perubahan nama pemilik pada sertifikat properti (balik nama).

Kekuatan Hukum AJB

AJB memiliki kekuatan hukum yang sempurna sebagai akta otentik. Landasan hukumnya sangat kuat, antara lain:

Sebagai akta otentik, AJB memberikan kepastian hukum yang tinggi. Ini berarti bahwa fakta-fakta yang tercantum di dalamnya dianggap benar, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya di pengadilan. Kehadiran PPAT sebagai pejabat umum yang berwenang memberikan jaminan keabsahan AJB.

Peran PPAT dalam Pembuatan AJB

PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. PPAT bukanlah notaris biasa, meskipun seringkali seorang notaris juga diangkat sebagai PPAT. Notaris yang sekaligus PPAT memiliki dua kewenangan: membuat akta notariil umum dan membuat akta-akta pertanahan.

Peran PPAT sangat krusial dalam pembuatan AJB:

  1. Memeriksa Keabsahan Dokumen: PPAT bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua dokumen yang diperlukan (sertifikat tanah, KTP, PBB, SPPT, dll.) asli dan sah. PPAT juga akan mengecek status properti ke Kantor Pertanahan (cek sertifikat) untuk memastikan tidak ada blokir, sengketa, atau beban hak tanggungan yang belum lunas.
  2. Menghitung dan Memungut Pajak: PPAT membantu menghitung dan memastikan pembayaran pajak-pajak terkait, seperti Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi penjual dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi pembeli.
  3. Membuat Draf dan Membacakan Akta: PPAT menyusun draf AJB, membacakannya di hadapan para pihak, dan memastikan bahwa para pihak memahami isi serta konsekuensi hukum dari akta tersebut.
  4. Menyaksikan Penandatanganan: PPAT dan dua orang saksi menyaksikan penandatanganan AJB oleh penjual dan pembeli.
  5. Mendaftarkan Peralihan Hak: Setelah AJB ditandatangani dan pajak dibayarkan, PPAT wajib mendaftarkan peralihan hak ke Kantor Pertanahan untuk proses balik nama sertifikat atas nama pembeli.

Persyaratan dan Dokumen untuk Pembuatan AJB

Untuk dapat membuat AJB, ada sejumlah dokumen yang harus disiapkan oleh penjual dan pembeli, serta properti harus memenuhi syarat:

Dokumen dari Penjual:

  1. Sertifikat Asli: Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang asli dan belum jatuh tempo.
  2. Kartu Tanda Penduduk (KTP) Asli: Penjual dan pasangan (jika sudah menikah, harus disertai persetujuan pasangan).
  3. Kartu Keluarga (KK) Asli.
  4. Akta Nikah Asli (jika sudah menikah).
  5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Asli.
  6. PBB (Pajak Bumi dan Bangunan): Bukti pembayaran PBB lima tahun terakhir.
  7. SPPT PBB: Surat Pemberitahuan Pajak Terutang PBB tahun berjalan.
  8. Surat Persetujuan Penjual (jika properti warisan, harus ada persetujuan ahli waris).
  9. Surat Roya/Pelunasan Kredit (jika properti pernah dijaminkan ke bank).
  10. IMB (Izin Mendirikan Bangunan) Asli: Untuk properti berupa bangunan.
  11. PBB Terakhir: Bukti lunas PBB hingga tahun transaksi.

Dokumen dari Pembeli:

  1. Kartu Tanda Penduduk (KTP) Asli: Pembeli dan pasangan (jika sudah menikah).
  2. Kartu Keluarga (KK) Asli.
  3. Akta Nikah Asli (jika sudah menikah).
  4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Asli.
  5. Surat Pernyataan Pembeli: Menyatakan tidak memiliki tanah lebih dari batas maksimum yang ditentukan.
  6. Dana Pembayaran: Bukti ketersediaan dana atau persetujuan KPR.

Proses Pembuatan AJB

Proses pembuatan AJB melibatkan beberapa tahapan penting:

  1. Persiapan Dokumen: Penjual dan pembeli mengumpulkan semua dokumen yang diperlukan dan menyerahkannya kepada PPAT.
  2. Pengecekan Sertifikat: PPAT melakukan pengecekan keaslian sertifikat ke Kantor Pertanahan untuk memastikan properti tidak dalam sengketa, tidak terblokir, dan bebas dari beban hak tanggungan yang belum lunas. Ini adalah langkah krusial untuk mencegah penipuan.
  3. Penghitungan dan Pembayaran Pajak:
    • PPh Final Penjual: Penjual wajib membayar Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 2,5% dari nilai transaksi (atau NJOP jika lebih tinggi).
    • BPHTB Pembeli: Pembeli wajib membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5% dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dari nilai transaksi (atau NJOP jika lebih tinggi).
    PPAT akan menghitung dan membantu proses pembayaran pajak ini. Bukti pembayaran pajak adalah syarat mutlak untuk penandatanganan AJB.
  4. Penandatanganan AJB: Setelah semua dokumen lengkap dan pajak dibayarkan, penjual dan pembeli (beserta pasangan jika diperlukan) hadir di kantor PPAT untuk menandatangani AJB. Proses ini juga disaksikan oleh dua orang saksi. Pada saat penandatanganan ini, biasanya pembayaran sisa harga properti dilakukan (jika belum lunas).
  5. Pendaftaran Peralihan Hak (Balik Nama): Setelah AJB ditandatangani, PPAT akan menyerahkan salinan AJB dan dokumen lainnya ke Kantor Pertanahan untuk proses pendaftaran peralihan hak. Sertifikat properti akan dibalik nama dari penjual ke pembeli. Proses ini memakan waktu sekitar 5 hari kerja hingga 3 bulan, tergantung lokasi dan Kantor Pertanahan setempat.
  6. Penyerahan Sertifikat Baru: Setelah proses balik nama selesai, PPAT akan menyerahkan sertifikat yang sudah atas nama pembeli kepada pembeli.

Biaya-biaya dalam Pembuatan AJB

Ada beberapa biaya yang timbul dalam proses AJB, yang pembagiannya umumnya sudah diatur, tetapi bisa dinegosiasikan:

Perbandingan PPJB dan AJB: Memahami Perbedaan Krusial

Icon Timbangan Ilustrasi timbangan hukum, melambangkan perbandingan antara PPJB dan AJB.

Untuk memudahkan pemahaman, berikut adalah tabel perbandingan antara PPJB dan AJB:

Aspek Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Akta Jual Beli (AJB)
Definisi Perjanjian pendahuluan atau kesepakatan awal antara penjual dan pembeli untuk melakukan jual beli properti di kemudian hari, setelah syarat-syarat tertentu terpenuhi. Akta otentik yang merupakan bukti sah terjadinya peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari penjual kepada pembeli.
Kekuatan Hukum Bersifat mengikat para pihak yang membuatnya (sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya). Tidak mengalihkan hak kepemilikan. Memiliki kekuatan pembuktian sempurna sebagai akta otentik dan merupakan dasar hukum untuk mengalihkan hak kepemilikan.
Pihak Pembuat Dapat dibuat di bawah tangan atau di hadapan Notaris (akta Notariil). Wajib dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Tujuan Mengikat para pihak selama proses persiapan (melunasi pembayaran, melengkapi dokumen, properti selesai dibangun) sebelum AJB dapat dilakukan. Mengalihkan secara resmi hak kepemilikan properti dari penjual kepada pembeli.
Implikasi Kepemilikan Pembeli belum menjadi pemilik sah, hanya memiliki hak tagih untuk menuntut pelaksanaan AJB. Pembeli menjadi pemilik sah properti dan berhak untuk memproses balik nama sertifikat.
Waktu Pembuatan Dibuat di awal transaksi, ketika syarat-syarat belum terpenuhi atau pembayaran belum lunas. Dibuat setelah semua syarat terpenuhi (pembayaran lunas, dokumen lengkap, properti siap).
Pajak Terkait Umumnya belum ada pembayaran PPh dan BPHTB saat PPJB, kecuali ada uang muka besar dan disepakati. Wajib membayar PPh Final (penjual) dan BPHTB (pembeli) sebelum penandatanganan AJB.
Pendaftaran ke BPN Tidak dapat didaftarkan untuk balik nama sertifikat. Wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan (BPN) untuk proses balik nama sertifikat.
Risiko Lebih tinggi, karena pembeli belum menjadi pemilik sah dan ada risiko wanprestasi atau properti dijual ke pihak lain. Risiko lebih rendah karena kepemilikan telah beralih dan dilindungi oleh akta otentik. Risiko sengketa diminimalisir melalui verifikasi PPAT.

Hal-hal Penting yang Perlu Diperhatikan dalam Transaksi Properti

Icon Checklist Ilustrasi daftar periksa atau checklist, melambangkan poin-poin penting yang harus diperhatikan dalam transaksi properti.

Terlepas dari apakah Anda sedang menyusun PPJB atau akan menandatangani AJB, ada beberapa aspek krusial yang tidak boleh Anda abaikan:

1. Verifikasi Dokumen Properti dan Identitas Pihak Penjual

Lakukan due diligence secara menyeluruh. Ini adalah langkah paling fundamental untuk menghindari penipuan dan sengketa di kemudian hari. Pastikan semua dokumen yang diserahkan oleh penjual adalah asli dan valid:

2. Pengecekan Fisik Properti

Jangan hanya percaya pada dokumen. Lakukan survei fisik terhadap properti yang akan dibeli:

3. Memahami Perhitungan Pajak dan Biaya Lainnya

Pastikan Anda memahami secara rinci biaya-biaya yang harus Anda tanggung sebagai pembeli dan yang harus ditanggung oleh penjual. Jangan ragu untuk meminta simulasi perhitungan dari PPAT. Biaya-biaya ini bisa sangat signifikan dan harus masuk dalam anggaran Anda. Kesepakatan mengenai siapa yang menanggung biaya apa harus jelas sejak awal dalam PPJB atau kesepakatan tertulis lainnya.

4. Konsultasi dengan Profesional Hukum

Jika Anda merasa ragu atau transaksi cukup kompleks (misalnya, melibatkan properti dengan status khusus, jumlah transaksi besar, atau pihak asing), sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan notaris atau konsultan hukum independen sebelum menandatangani dokumen apapun. Mereka dapat memberikan nasihat hukum, meninjau draf perjanjian, dan memastikan hak-hak Anda terlindungi.

5. Kondisi Sengketa dan Keterbukaan Informasi

Pastikan penjual telah memberikan informasi yang jujur dan lengkap mengenai properti. Tanyakan apakah properti sedang dalam sengketa, sita, atau memiliki masalah hukum lainnya. Keterbukaan informasi ini sangat penting untuk mencegah masalah di kemudian hari.

6. Implikasi Hukum Jika Terjadi Wanprestasi

Baik dalam PPJB maupun AJB, potensi wanprestasi selalu ada. Dalam PPJB, jika penjual wanprestasi, pembeli dapat menuntut pengembalian uang muka beserta ganti rugi. Jika pembeli wanprestasi, penjual berhak menahan uang muka atau menuntut ganti rugi. Klausul mengenai sanksi wanprestasi harus jelas dan adil bagi kedua belah pihak.

Setelah AJB, wanprestasi lebih jarang terjadi karena pembayaran sudah lunas dan hak sudah beralih. Namun, jika ditemukan cacat hukum pada properti setelah AJB, pembeli masih memiliki hak untuk menuntut pembatalan AJB atau ganti rugi.

Skenario Umum Penggunaan PPJB dan AJB

Icon Peta dan Lokasi Ilustrasi pin lokasi di peta, melambangkan berbagai skenario transaksi properti.

1. Pembelian Rumah Inden dari Developer

Ini adalah skenario paling umum di mana PPJB sangat dominan. Saat Anda membeli rumah atau apartemen yang masih dalam tahap konstruksi, Anda akan menandatangani PPJB dengan developer. PPJB ini akan mengatur hal-hal seperti:

AJB baru akan dilakukan setelah pembangunan selesai, sertifikat induk dipecah menjadi sertifikat per unit, dan IMB sudah terbit. Pembeli kemudian akan mengurus balik nama sertifikat atas namanya.

2. Pembelian Tanah Kosong yang Belum Bersertifikat (Tanah Girik/Adat)

Meskipun tidak disarankan, ada kasus pembelian tanah yang masih berupa tanah girik atau hak adat. Dalam situasi ini, PPJB bisa digunakan sebagai pengikat awal, di mana penjual berjanji untuk mengurus pensertifikatan tanah tersebut menjadi SHM atas nama penjual, sebelum kemudian AJB dapat dilakukan. Risiko dalam skenario ini sangat tinggi, karena proses pensertifikatan bisa memakan waktu lama dan berpotensi mengalami hambatan.

Sangat dianjurkan untuk tidak membayar lunas sebelum sertifikat menjadi SHM atas nama penjual dan AJB dapat dilakukan. Libatkan PPAT sejak awal untuk mengurus pensertifikatan.

3. Pembelian Properti yang Masih dalam Agunan Bank

Ketika properti yang akan dibeli masih dijaminkan (hipotek) di bank oleh penjual, prosesnya sedikit berbeda. Biasanya, akan ada PPJB terlebih dahulu. Dalam PPJB ini, disepakati bahwa sebagian dana pembelian properti akan digunakan untuk melunasi utang penjual di bank. Setelah utang lunas dan sertifikat asli dikeluarkan dari bank (surat roya terbit), barulah AJB dapat dilaksanakan.

Pembeli harus sangat berhati-hati dalam skenario ini. Pastikan ada klausul yang jelas mengenai pelunasan utang bank dan penyerahan surat roya. Disarankan untuk melibatkan bank secara langsung dalam proses pembayaran pelunasan utang.

4. Transaksi Jual Beli dengan Pembayaran Bertahap

Untuk transaksi properti antarindividu dengan skema pembayaran bertahap tanpa melibatkan bank, PPJB menjadi sangat penting. PPJB akan mengatur secara rinci jadwal dan jumlah cicilan. AJB baru akan dilakukan setelah seluruh cicilan lunas. PPJB ini melindungi kedua belah pihak selama periode cicilan, dengan klausul yang jelas mengenai sanksi jika salah satu pihak wanprestasi.

Mitos dan Fakta Seputar Transaksi Properti

Icon Mitos dan Fakta Ilustrasi simbol "X" dan centang, melambangkan mitos dan fakta dalam transaksi properti.

Ada beberapa kesalahpahaman umum yang sering beredar mengenai AJB dan PPJB:

Mitos 1: PPJB sudah cukup aman untuk kepemilikan.

Fakta: PPJB hanya mengikat para pihak secara perdata untuk melakukan jual beli di kemudian hari. PPJB TIDAK mengalihkan hak kepemilikan. Kepemilikan sah baru beralih setelah AJB ditandatangani di hadapan PPAT dan didaftarkan di Kantor Pertanahan.

Mitos 2: Bisa langsung AJB tanpa PPAT.

Fakta: AJB wajib dibuat di hadapan PPAT. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. AJB yang tidak dibuat oleh PPAT tidak sah secara hukum dan tidak dapat digunakan untuk balik nama sertifikat.

Mitos 3: Sertifikat atas nama penjual sudah cukup bukti kepemilikan.

Fakta: Sertifikat memang bukti kepemilikan, tetapi jika Anda sebagai pembeli tidak segera memproses balik nama setelah AJB, sertifikat masih atas nama penjual. Ini bisa menimbulkan masalah di kemudian hari, misalnya penjual meninggal dunia atau properti dijual lagi secara tidak sah.

Mitos 4: Pajak properti bisa diakali atau dihindari.

Fakta: Pembayaran PPh Final dan BPHTB adalah kewajiban yang diatur undang-undang dan merupakan syarat mutlak sebelum AJB dapat ditandatangani. Mencoba menghindari pajak tidak hanya ilegal tetapi juga dapat menghambat proses hukum properti Anda.

Mitos 5: Semua notaris bisa membuat AJB.

Fakta: Hanya notaris yang telah diangkat dan memiliki izin sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang membuat AJB. Tidak semua notaris adalah PPAT. Pastikan Anda berurusan dengan notaris/PPAT yang sah dan terdaftar.

Kesimpulan

Memahami perbedaan antara AJB dan PPJB adalah kunci untuk melakukan transaksi properti yang aman dan legal di Indonesia. PPJB berfungsi sebagai perjanjian pengikat awal yang mengakomodasi kondisi-kondisi tertentu yang mengharuskan penundaan AJB, sementara AJB adalah akta otentik yang secara sah mengalihkan hak kepemilikan properti.

Baik sebagai penjual maupun pembeli, sangat penting untuk selalu melakukan uji tuntas (due diligence) yang menyeluruh, memverifikasi setiap dokumen, memeriksa kondisi fisik properti, dan melibatkan profesional hukum seperti notaris/PPAT yang kompeten. Jangan pernah ragu untuk bertanya dan meminta penjelasan mengenai setiap detail dalam perjanjian.

Dengan pemahaman yang komprehensif dan kehati-hatian dalam setiap langkah, Anda dapat memastikan bahwa transaksi properti Anda berjalan lancar, memberikan kepastian hukum, dan melindungi investasi Anda dari potensi risiko dan sengketa di masa depan.

🏠 Homepage