Surah Al-Anfal, yang berarti "Harta Rampasan Perang," adalah salah satu surah Madaniyah yang sangat kaya akan pelajaran mengenai tata kelola umat, etika perang, dan yang terpenting, fondasi sosial masyarakat Muslim. Di tengah pembahasan strategis dan hukum, Allah SWT menyisipkan ayat-ayat yang menekankan pentingnya kohesi internal. Salah satu ayat yang menonjol dalam konteks ini adalah **Al-Anfal ayat 72**.
Ayat ini secara eksplisit mendefinisikan siapa yang memiliki hak dan kewajiban saling melindungi (wali) dalam komunitas Muslim pada masa awal Islam. Kriteria pertama dan utama adalah keimanan. Namun, iman saja tidak cukup; ia harus dibuktikan dengan tindakan nyata. Ayat ini membagi kelompok menjadi dua kategori utama yang memiliki ikatan prioritas.
Kelompok pertama adalah Muhajirin: mereka yang beriman, meninggalkan kampung halaman (hijrah), dan mengerahkan harta serta jiwa mereka di jalan Allah. Kelompok kedua adalah Ansar: mereka yang memberikan perlindungan dan pertolongan kepada Muhajirin. Allah SWT menyatakan bahwa ikatan wali (saling melindungi, saling mewarisi, dan saling menolong) terjalin erat di antara kedua kelompok ini. Ini adalah bentuk apresiasi Ilahi atas pengorbanan kolektif yang melahirkan komunitas Islam yang solid di Madinah.
Bagian kedua ayat ini memberikan peringatan penting bagi orang-orang beriman yang belum melakukan hijrah: "Dan orang-orang yang beriman tetapi tidak berhijrah, niscaya kamu tidak melindungi mereka sedikit pun sampai mereka berhijrah." Ini bukan berarti mereka dicabut imannya, melainkan bahwa ikatan wali eksklusif yang dibahas pada awal ayat tidak otomatis berlaku bagi mereka.
Fokus ayat ini adalah pada solidaritas kelompok yang dibentuk oleh kesamaan perjuangan (hijrah dan jihad). Bagi yang masih berada di tempat asal dan belum menunjukkan komitmen penuh melalui hijrah, perlindungan total yang serupa tidak diberikan, kecuali dalam kondisi darurat tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa loyalitas dan perlindungan dalam struktur sosial Islam awal sangat terikat pada kesediaan individu untuk berkomitmen penuh pada tujuan kolektif komunitas.
Ayat 72 ditutup dengan sebuah klausa pengecualian yang sangat penting dalam fikih siyasah (politik Islam): "Kecuali terhadap kaum yang antara kamu dan mereka telah ada perjanjian (perdamaian)." Ini menegaskan prinsip bahwa ikatan solidaritas internal umat Islam (ukhuwah) tidak boleh melanggar komitmen perjanjian yang telah dibuat dengan pihak non-Muslim.
Jika komunitas Muslim yang belum berhijrah tersebut berada di bawah ancaman dan meminta bantuan, komunitas Madinah wajib menolong mereka, karena mereka adalah sesama Muslim. Namun, jika pertolongan tersebut mensyaratkan pelanggaran perjanjian damai yang telah disepakati dengan suku atau kelompok lain, maka kewajiban menolong ditunda sementara, demi menjaga integritas dan janji yang telah diikrarkan. Prinsip ini mengajarkan bahwa integritas etika perjanjian adalah pilar penting dalam hubungan antar kelompok.
Meskipun konteks historis ayat ini berkaitan erat dengan peristiwa Hijrah, esensi spiritual dan sosialnya tetap relevan. Ayat ini mengajarkan bahwa ukhuwah sejati dibangun di atas kesamaan visi, pengorbanan bersama, dan komitmen aksi nyata. Solidaritas bukan sekadar klaim lisan, tetapi manifestasi dari perjuangan bersama dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran. Memahami Al-Anfal 72 mengajak umat untuk merefleksikan sejauh mana komitmen pribadi mereka telah memperkuat jalinan persaudaraan kolektif.