Dalam khazanah keislaman, doa memegang peranan sentral sebagai bentuk komunikasi langsung antara hamba dengan Penciptanya. Salah satu rangkaian doa yang sering kita dengar, terutama dalam konteks pengingat akan kematian dan penghormatan terhadap sesama muslim yang telah mendahului, adalah lafal yang mengandung makna permohonan ampunan. Kata kunci utama dalam konteks ini adalah permintaan rahmat dan pengampunan, seperti yang terangkum dalam frasa yang sering dikaitkan dengan doa untuk jenazah: "Allahumma firlahum" (Ya Allah, ampunilah mereka).
Frasa ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah deklarasi iman yang mendalam, permohonan universal yang melampaui batas-batas perbedaan dan status sosial. Mengucapkan "Allahumma firlahum" berarti kita mengakui keesaan Allah sebagai satu-satunya zat yang berhak mengampuni, sekaligus menjalankan perintah agama untuk mendoakan saudara seiman kita, baik yang masih hidup maupun yang telah berpulang.
Secara harfiah, "Allahumma" adalah panggilan langsung kepada Allah (Ya Allah). Sementara "Firlahum" merupakan gabungan dari perintah (fi'l) yang berarti "ampunilah" dan dhamir (hum) yang berarti "mereka" (jamak). Ketika digabungkan, doa ini menjadi seruan memohon ampunan kolektif. Meskipun sering diucapkan saat prosesi pemakaman untuk almarhum, makna ini dapat diperluas menjadi doa bagi seluruh kaum muslimin yang telah meninggal dunia.
Keindahan doa ini terletak pada sifatnya yang inklusif. Ia mengajarkan seorang muslim untuk tidak egois dalam ibadahnya. Ketika seseorang berdiri mendoakan orang lain, ia secara otomatis menempatkan dirinya di bawah naungan rahmat Allah yang sama. Doa untuk orang lain adalah cerminan dari akhlak mulia, di mana kita berharap kebaikan yang sama kembali kepada diri kita.
Penggunaan utama dari doa yang mencakup permohonan "Allahumma firlahum" adalah dalam salat jenazah (Salat al-Janazah). Dalam salat ini, seorang muslim berdiri di hadapan jenazah, dan imam memimpin jamaah untuk memohon tiga hal utama: rahmat, maghfirah (ampunan), dan penetapan (keteguhan iman) bagi almarhum.
Imam Asy-Syafi'i dan para ulama lainnya menekankan pentingnya memanjatkan doa ini dengan penuh khusyuk. Mengapa? Karena di momen tersebut, pintu rahmat Allah diyakini terbuka lebar. Kepergian seorang mukmin adalah saat ia meninggalkan urusan dunia dan menanti keputusan akhirat. Doa dari orang yang hidup adalah bekal terpenting baginya.
Keutamaan mendoakan orang yang telah meninggal sangat besar. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa ketika seorang hamba mendoakan saudaranya yang tidak hadir, malaikat akan berkata, "Amin, dan semoga engkau mendapatkan yang serupa." Ini menunjukkan bahwa doa yang kita panjatkan untuk orang lain tidak akan sia-sia; ia kembali kepada kita dalam bentuk doa yang diaminkan oleh para malaikat.
Pengulangan doa "Allahumma firlahum" berulang kali mengingatkan kita bahwa setiap manusia, sesaleh apapun, tetaplah makhluk yang penuh kekurangan dan kesalahan. Hanya Allah SWT yang Maha Pengampun. Doa ini menanamkan sikap tawadhu (rendah hati) dalam diri kita. Kita mengakui bahwa kita juga akan membutuhkan ampunan yang sama kelak.
Dengan demikian, doa ini berfungsi ganda: sebagai penghormatan terakhir kepada jenazah, dan sebagai introspeksi diri bagi yang masih hidup. Ia menjadi pengingat bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara, dan persiapan terbaik adalah memastikan catatan amal kita bersih dari dosa melalui taubat dan permohonan ampunan (maghfirah). Kita berharap, ketika giliran kita tiba, akan ada muslim lain yang memanjatkan doa yang sama, "Allahumma firlahum," dengan ketulusan hati.
Pada akhirnya, kekuatan kata "Allahumma firlahum" terletak pada keyakinan teguh bahwa Allah adalah Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Doa ini adalah jembatan spiritual, ikatan ukhuwah yang abadi, yang menghubungkan kita dengan mereka yang telah mendahului kita dalam perjalanan menuju hadirat-Nya.