Dalam perjalanan spiritual seorang Muslim, doa adalah jembatan komunikasi terpenting antara hamba dengan Penciptanya. Di antara sekian banyak doa yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, terdapat lafal singkat namun sarat makna yang sering kali kita panjatkan, terutama di pagi hari atau dalam kondisi tertentu: "Allahumma Thoyyiban Nafian".
اللهمُّمَ طَيِّبًا نَفِعًا
Allahumma Thoyyiban Nafian
Untuk memahami kekuatan doa ini, kita perlu membedah setiap katanya. Secara harfiah, doa ini berarti, "Ya Allah, berikanlah kepadaku sesuatu yang baik dan bermanfaat."
Kata kunci pertama adalah "Thoyyiban" (طَيِّبًا). Kata ini merujuk pada segala sesuatu yang baik, bersih, halal, murni, dan menyenangkan. Dalam konteks rezeki, ia mencakup makanan yang bersih dari unsur haram, usaha yang jujur, dan hati yang murni. Dalam konteks amal, ia berarti amal perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas, sesuai tuntunan syariat, dan tidak mengandung unsur keburukan atau kesia-siaan.
Kata kunci kedua adalah "Nafian" (نَفْعًا). Kata ini berarti membawa manfaat atau faedah. Permintaan ini menunjukkan kesadaran manusia bahwa tidak semua hal yang tampak baik (Thoyyib) pasti membawa manfaat nyata bagi kehidupannya di dunia maupun akhirat. Seringkali, kita menginginkan sesuatu yang kita anggap baik, namun ternyata jika dilihat dari perspektif akhirat, ia justru mendatangkan mudharat atau tidak membawa manfaat yang berarti.
Doa Allahumma Thoyyiban Nafian adalah permohonan yang komprehensif dan visioner. Permintaan ini melampaui sekadar permintaan materi. Ia mencakup seluruh aspek kehidupan:
Ketika kita mengucapkan doa ini, kita sedang menyerahkan parameter penilaian "kebaikan" dan "manfaat" kepada Allah SWT. Kita mengakui keterbatasan pandangan kita. Apa yang kita anggap bermanfaat hari ini, mungkin menjadi penghalang esok hari. Hanya Allah yang Maha Mengetahui mana kebaikan yang murni (Thoyyib) dan mana yang benar-benar membawa manfaat (Nafian) hingga akhir hayat.
Doa ini sangat dianjurkan untuk dibaca ketika seseorang memulai hari, seperti setelah bangun tidur atau setelah salat Subuh. Mengapa? Karena permulaan hari menentukan arah perjalanan kita. Memulai dengan memohon kebaikan dan manfaat akan menjadi filter bagi setiap keputusan dan tindakan yang akan kita ambil sepanjang hari itu.
Jika seseorang diberi rezeki yang Thoyyib namun tidak Nafian (misalnya, rezeki halal namun habis untuk hal-hal yang tidak produktif atau menjauhkan dari ketaatan), maka keberkahan itu hilang. Sebaliknya, jika ia beramal saleh yang dianggap kecil oleh mata manusia, tetapi sangat Nafian di sisi Allah (seperti niat tulus yang mengiringi amal tersebut), maka itu adalah keberuntungan sejati.
Maka, marilah kita jadikan lafaz "Allahumma Thoyyiban Nafian" sebagai mantra harian. Ia adalah pengakuan akan ketergantungan mutlak kita kepada Allah, meminta agar setiap napas, setiap langkah, dan setiap rezeki yang kita terima adalah murni, baik, dan mendatangkan manfaat abadi.
Mengamalkan doa ini secara konsisten membantu menyeimbangkan pandangan hidup kita, memprioritaskan keberkahan di atas kuantitas, dan selalu mencari dampak positif dari setiap aktivitas yang kita lakukan. Ini adalah fondasi bagi kehidupan yang tenang dan penuh makna, di mana setiap elemen kehidupan telah disucikan dan diarahkan pada tujuan yang paling mulia.