(Ilustrasi visualisasi hidangan)
Amparan Tatak Ketan merupakan salah satu warisan kuliner tradisional yang kaya rasa dan sarat makna dari suku Dayak di Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat. Nama hidangan ini sendiri sudah memberikan petunjuk mengenai komponen utamanya. "Amparan" merujuk pada wadah atau alas tempat hidangan disajikan, biasanya menggunakan daun pisang yang lebar (atau kini seringkali diganti dengan piring datar), sementara "Tatak Ketan" secara harfiah berarti hamparan atau susunan dari beras ketan.
Meskipun sekilas tampak mirip dengan hidangan ketan manis lainnya yang ada di Nusantara, Amparan Tatak Ketan memiliki kekhasan tersendiri, terutama dalam proses penyajian dan kombinasi rasa yang disuguhkan. Hidangan ini bukan sekadar camilan pengisi perut; ia adalah bagian integral dari ritual adat, perayaan besar, hingga menjadi penanda keramahan suku Dayak kepada tamu yang berkunjung. Keberadaannya seringkali menghiasi meja saat acara penting seperti pernikahan, pesta panen, atau upacara adat lainnya.
Inti dari Amparan Tatak Ketan adalah kualitas beras ketan itu sendiri. Beras ketan pilihan direndam semalaman, kemudian ditumbuk atau digiling halus sebelum akhirnya dikukus hingga matang sempurna. Teksturnya harus pulen, lengket, namun tidak lembek. Setelah matang, adonan ketan ini kemudian "diampar" atau ditekan-tekan secara merata di atas alas penyajian. Proses pemadatan ini memerlukan ketelitian agar ketan membentuk lapisan yang solid namun tetap mudah dipotong saat disajikan.
Keunikan kuliner ini terletak pada pelengkap atau "topping" yang menyertainya. Secara tradisional, Amparan Tatak Ketan disiram dengan kuah santan kental yang dimasak dengan sedikit garam—ini berfungsi menyeimbangkan rasa manis yang akan ditambahkan kemudian. Setelah santan meresap, barulah hidangan disiram dengan cairan manis yang menjadi ciri khasnya, yaitu gula merah cair (gula aren) atau gula kelapa yang dicairkan. Kombinasi gurih dari santan dan manis pekat dari gula merah inilah yang menciptakan harmoni rasa yang sangat khas Dayak.
Penyajian Amparan Tatak Ketan seringkali melibatkan penggunaan daun pisang sebagai alas alami. Daun pisang memberikan aroma semerbak yang berpadu sempurna dengan ketan hangat. Ketika disajikan dalam acara adat, porsi yang besar dan merata menunjukkan filosofi kebersamaan dan kesetaraan di antara anggota komunitas. Tidak ada hierarki dalam menikmati amparan ini; semua orang menikmati bagian yang sama dari suguhan yang disiapkan bersama.
Meskipun bahan dasarnya relatif sederhana—beras ketan, santan, dan gula merah—kelezatannya tidak tertandingi. Di era modern, beberapa variasi mungkin muncul, seperti penambahan sedikit taburan kelapa parut sangrai untuk tekstur tambahan, namun esensi otentik dari hidangan ini tetap dipertahankan. Bagi wisatawan yang mengunjungi Kalimantan Barat, mencari Amparan Tatak Ketan asli adalah sebuah keharusan untuk memahami lebih dalam kekayaan gastronomi lokal.
Kelestarian Amparan Tatak Ketan mencerminkan upaya masyarakat Dayak dalam menjaga tradisi di tengah arus modernisasi. Hidangan ini bukan sekadar peninggalan masa lalu, melainkan representasi hidup dari budaya yang masih dipraktikkan. Dari dapur rumah tangga hingga pasar-pasar tradisional, aroma harum gula merah dan santan yang melekat pada ketan ini terus mengingatkan akan akar budaya yang kuat dan keramahan khas Kalimantan. Menikmati sepotong Amparan Tatak Ketan berarti menikmati sepotong sejarah yang dibuat dari bahan-bahan paling murni alam.