Di tengah kekayaan kuliner Sumatera Barat, terselip sebuah hidangan penutup tradisional yang memadukan kesederhanaan dan cita rasa mendalam: Ampiang Dadiah. Hidangan ini bukan sekadar makanan penutup biasa; ia adalah representasi otentik dari kearifan lokal masyarakat Minangkabau dalam mengolah bahan-bahan dasar menjadi harmoni rasa yang sulit dilupakan. Ampiang Dadiah menawarkan perpaduan unik antara tekstur kenyal, rasa asam segar, dan manis legit yang memanjakan lidah.
Secara harfiah, nama hidangan ini terdiri dari dua komponen utama. Ampiang merujuk pada beras ketan yang telah dikukus kemudian ditumbuk setengah halus atau digoreng tanpa minyak hingga mengembang (mirip emping beras). Sementara itu, Dadiah adalah sejenis dadih atau yogurt alami yang dibuat dari fermentasi susu kerbau segar. Susu kerbau ini dimasak lalu didiamkan dalam wadah bambu (bilik) hingga proses fermentasi terjadi secara alami, menghasilkan tekstur kental dan rasa asam khas.
Penyajian Ampiang Dadiah sangat khas. Ampiang yang sudah siap disajikan dalam mangkuk, kemudian disiram dengan dadiah kental. Sentuhan akhir yang membuatnya istimewa adalah siraman cairan gula merah aren cair (gula saka) yang memiliki aroma karamel kuat. Kombinasi dinginnya dadiah, kenyalnya ampiang, dan manisnya gula merah inilah yang menjadi daya tarik utama hidangan ini.
Kualitas Ampiang Dadiah sangat bergantung pada proses tradisional pembuatannya, terutama pada bagian Dadiah. Proses ini membutuhkan kesabaran dan pemahaman mendalam terhadap fermentasi alami. Susu kerbau murni (walaupun kini banyak yang menggunakan susu sapi) direbus hingga matang sempurna, kemudian didinginkan sejenak. Langkah krusial selanjutnya adalah menuangkannya ke dalam wadah bambu yang bersih. Bambu dipercaya membantu proses fermentasi berjalan optimal.
Selama proses inkubasi yang memakan waktu kurang lebih semalam (tergantung suhu lingkungan), bakteri baik akan mengubah laktosa dalam susu menjadi asam laktat. Hasilnya adalah dadih yang kental, padat, dan memiliki rasa asam yang menyegarkan, berbeda jauh dari yogurt yang dijual secara komersial. Sementara itu, ampiang dibuat dengan mengolah beras ketan menjadi tekstur yang ringan namun padat, siap menyerap lelehan gula merah.
Ketika menikmati Ampiang Dadiah, pengunjung disuguhi pengalaman multisensori. Pertama, aroma kuat dari gula merah aren yang dipadukan dengan sedikit aroma khas fermentasi dadiah. Saat sendok pertama masuk, lidah akan merasakan kontras rasa yang luar biasa: asam segar dari dadiah menyeimbangkan rasa manis yang mendominasi dari gula. Tekstur kenyal dan sedikit renyah dari ampiang memberikan sensasi 'mengunyah' yang memuaskan.
Hidangan ini seringkali dinikmati sebagai sarapan penambah energi atau sebagai pencuci mulut setelah menyantap hidangan utama Minang yang kaya rempah dan cenderung pedas. Keberadaan Ampiang Dadiah memberikan jeda netral yang menyegarkan di tengah intensitas rasa masakan Padang.
Ampiang Dadiah bukan hanya soal rasa, tetapi juga tentang warisan. Di banyak daerah di Minangkabau, membuat dadiah secara tradisional masih menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari, terutama dalam acara adat atau perayaan. Ini menunjukkan bagaimana masyarakat Minang memanfaatkan sumber daya alam lokal secara maksimal.
Dari sisi nutrisi, hidangan ini menawarkan manfaat kesehatan. Dadiah kaya akan probiotik yang baik untuk pencernaan. Sementara itu, ampiang memberikan karbohidrat kompleks sebagai sumber energi. Meskipun menggunakan gula merah, hidangan ini dianggap lebih sehat dibandingkan makanan penutup berbasis santan dan gula berlebihan yang sering ditemukan di tempat lain.
Bagi para penikmat kuliner yang berkunjung ke ranah Minang, mencari gerai Ampiang Dadiah—biasanya ditemukan di pasar tradisional atau pedagang keliling pagi hari—adalah sebuah keharusan. Inilah kesempatan untuk merasakan denyut nadi kuliner Minangkabau yang sejati, sebuah perpaduan sederhana nan elegan yang telah bertahan lintas generasi.