Dunia botani menyimpan banyak keajaiban tersembunyi, dan salah satu yang paling menarik perhatian adalah anggrek kera. Tanaman epifit ini dikenal secara ilmiah sebagai genus Dracula, meskipun beberapa spesies lain juga sering mendapat julukan serupa karena bentuk bunganya yang menyerupai wajah primata. Keunikan ini menjadikan anggrek ini magnet bagi para kolektor dan pecinta tanaman eksotis di seluruh dunia.
Julukan "anggrek kera" muncul bukan tanpa alasan. Ketika diamati lebih dekat, struktur bunga pada spesies tertentu, seperti Dracula simia (yang sering disamakan dengan wajah kera), memperlihatkan pola warna dan bentuk yang secara mengejutkan menyerupai wajah kera kecil, lengkap dengan "mata," "hidung," dan "mulut." Bentuk unik ini adalah adaptasi evolusioner yang cerdik, dirancang untuk menarik polinator spesifik di habitat aslinya.
Bunga anggrek kera biasanya tumbuh menjuntai ke bawah, menonjolkan labellum (lidah bunga) yang seringkali lebar dan cekung, menambah kesan tiga dimensi pada ilusi wajah tersebut. Warna bunganya bervariasi, mulai dari putih pucat, merah marun tua, hingga kombinasi dengan corak bintik-bintik yang rumit. Berbeda dengan anggrek tropis lainnya yang mungkin memiliki warna cerah mencolok, anggrek kera seringkali mengandalkan tekstur dan pola detail untuk menarik perhatian.
Anggrek kera berasal dari hutan hujan berkabut di pegunungan Andes, terutama di Ekuador, Peru, dan Kolombia. Lingkungan habitat mereka dicirikan oleh kelembaban tinggi sepanjang tahun, suhu yang relatif dingin, dan pencahayaan yang teduh. Kondisi ini sangat penting karena meniru habitat alami mereka saat membudidayakan anggrek kera di luar negeri menjadi tantangan tersendiri bagi para hobiis.
Tantangan utama dalam merawat anggrek jenis ini adalah menjaga suhu tetap rendah (umumnya di bawah 24°C di siang hari dan lebih dingin di malam hari) serta memastikan sirkulasi udara yang baik. Akar anggrek ini bersifat epifit, artinya mereka tumbuh menempel pada pohon, bukan di tanah, sehingga membutuhkan media tanam yang sangat porous seperti campuran pakis atau sphagnum moss yang harus selalu lembap namun tidak tergenang air. Kegagalan dalam mengontrol kelembaban dan suhu dapat menyebabkan pembusukan akar atau daun.
Selain keindahan visualnya, anggrek kera memainkan peran penting dalam ekosistem hutan kabut. Penyerbukan yang spesifik memerlukan hubungan mutualisme dengan serangga tertentu, yang menjamin keberlangsungan siklus hidup spesies anggrek tersebut. Namun, seperti banyak flora langka lainnya, habitat alami mereka terancam oleh deforestasi dan perubahan iklim.
Upaya konservasi sangat dibutuhkan untuk melindungi populasi liar anggrek kera. Di banyak negara asalnya, penangkapan liar sangat dilarang. Oleh karena itu, semakin banyak pecinta anggrek yang beralih ke metode perbanyakan berbasis kultur jaringan (meristem culture) untuk memenuhi permintaan pasar tanpa merusak alam liar. Dengan demikian, keajaiban anggrek kera dapat terus dinikmati generasi mendatang melalui budidaya yang bertanggung jawab.