Ilustrasi simbolis permohonan ampun Nabi Adam AS kepada Allah SWT.
Kisah penciptaan Nabi Adam Alaihissalam (AS) adalah permulaan dari lembaran sejarah manusia. Diciptakan dari tanah dan dihembuskan ruh oleh Allah SWT, Adam AS diberi kedudukan mulia di surga bersama Siti Hawa. Kehidupan mereka awalnya penuh kedamaian dan kenikmatan tanpa batas.
Namun, sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur'an, godaan dari Iblis (Syaitan) berhasil menjerumuskan keduanya. Adam dan Hawa melanggar satu perintah tegas dari Allah: untuk tidak mendekati Pohon Khuldi. Meskipun telah diperingatkan berulang kali mengenai bahaya Iblis, nafsu dan tipu daya syaitan akhirnya membawa mereka pada kesalahan fatal tersebut.
Kesalahan dan Penyesalan Mendalam
Setelah memakan buah terlarang itu, seketika pandangan mereka terbuka, menyadari bahwa mereka telah melanggar perintah Sang Pencipta. Berbeda dengan Iblis yang sombong dan menolak mengakui kesalahannya, reaksi Nabi Adam dan Hawa adalah penyesalan yang sangat mendalam. Rasa malu, takut, sekaligus sedih menyelimuti hati mereka.
Momen inilah yang menjadi pelajaran terbesar bagi seluruh umat manusia: mengakui kesalahan adalah langkah pertama menuju pengampunan. Adam AS tidak menyalahkan Hawa, dan Hawa pun tidak menyalahkan Adam. Mereka berdua secara kolektif mengakui kelemahan diri mereka di hadapan keagungan Allah SWT. Mereka tidak bersembunyi dari hadirat-Nya, melainkan langsung menghadapinya dengan hati yang hancur.
Doa Taubat Nabi Adam yang Agung
Nabi Adam AS, sebagai seorang nabi dan manusia pertama, mengajarkan umatnya bagaimana cara memohon ampun yang benar. Dalam keputusasaan yang penuh harap, beliau mengangkat kedua tangannya dan memohon ampunan dengan lafaz yang sangat terkenal dan penuh makna, seperti yang tercatat dalam Al-Qur'an:
"Rabbanaa zhalamnā anfusana wa illam taghfir lanā wa tarhamnā lanakūnanan minal khasirīn."
Artinya, "Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami serta memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi."
Doa ini mengandung tiga unsur penting dalam proses taubat yang diterima Allah: pengakuan dosa secara jujur ("kami telah menzalimi diri kami sendiri"), permohonan ampunan yang tulus ("jika Engkau tidak mengampuni kami"), dan permohonan rahmat karena menyadari bahwa tanpa rahmat Allah, manusia pasti binasa ("dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi").
Rahmat dan Penerimaan Taubat
Allah SWT, Yang Maha Pengampun (Al-Ghafur) dan Maha Penerima Taubat (At-Tawwab), mendengar permohonan tulus Adam dan Hawa. Berkat keikhlasan dan penyesalan mereka, Allah SWT berkenan menerima taubat mereka. Ini adalah anugerah besar yang menunjukkan bahwa pintu pengampunan Allah selalu terbuka bagi hamba-Nya yang benar-benar menyesali perbuatannya dan berjanji untuk tidak mengulanginya.
Sebagai konsekuensi dari pelanggaran tersebut, meskipun taubat mereka diterima, Allah memerintahkan Adam dan Hawa untuk turun dari surga ke bumi. Bumi adalah tempat ujian, perjuangan, dan ladang amal bagi manusia. Di sinilah pelajaran tentang keteguhan iman diuji di tengah godaan dunia.
Kisah nabi adam memohon ampun kepada allah menjadi pondasi utama bagi seluruh umat manusia. Ia mengajarkan bahwa kesempurnaan sejati bukanlah berarti tidak pernah melakukan kesalahan, melainkan selalu kembali kepada jalan Allah setelah tergelincir. Taubat yang jujur dari hati akan selalu menemukan jalan kembali menuju keridhaan-Nya, meski harus melalui cobaan yang berat di dunia.
Perjalanan hidup di bumi dimulai dengan sebuah kesalahan yang diikuti oleh taubat agung. Hal ini menegaskan bahwa manusia diciptakan dengan potensi untuk berbuat salah, namun juga dibekali potensi besar untuk bertaubat dan meraih kasih sayang Allah SWT melalui ketundukan dan permohonan ampunan yang tulus.