Alina selalu menyukai senja. Bukan senja yang terlalu dramatis dengan badai yang akan datang, melainkan senja yang tenang; senja yang seolah membisikkan janji pembaruan. Dan hari ini, aku ingin memberikan satu potong senja itu padanya, meski hanya dalam untaian kata. Senja adalah pengingat bahwa bahkan akhir yang paling indah pun akan segera digantikan oleh malam yang gelap, namun besok, matahari akan terbit lagi.
Kita sering terlalu sibuk mengejar siang hari—deadline, hiruk pikuk pekerjaan, atau sekadar rutinitas yang memaksa mata kita terus terbuka. Kita lupa bahwa ada keajaiban yang sedang dibangun perlahan di cakrawala barat. Ketika langit mulai berubah dari biru pucat menjadi kanvas palet oranye, ungu, dan merah jambu yang terbakar, waktu seolah melambat. Momen itu, Alina, adalah hadiah yang alam berikan secara cuma-cuma. Ia adalah jeda paksa yang memaksa kita berhenti sejenak dan menghela napas panjang.
Aku ingat saat pertama kali kita duduk di dermaga tua itu. Ombak tenang memantulkan gradasi warna langit. Kau hanya diam, matamu memantulkan semua cahaya terakhir hari itu. Tidak perlu kata-kata. Dalam keheningan itu, ada pemahaman yang jauh lebih dalam daripada ribuan percakapan siang hari. Senja itu adalah metafora terbaik untuk hubungan kita: penuh warna, sedikit melankolis karena perpisahan sementara hari, namun selalu penuh harapan.
Warna senja tidak pernah sama persis dua kali. Hari ini mungkin didominasi oleh ungu tua yang mendalam, menandakan refleksi dan kedamaian batin. Besok, mungkin emas murni akan menyelimuti horizon, membawa semangat baru. Keaslian warna-warna itu yang membuatku terpikat, dan mungkin, itu juga yang membuatmu begitu mencintainya. Tidak ada filter, tidak ada kepalsuan. Hanya cahaya yang melarutkan diri dengan jujur ke dalam kegelapan yang akan datang.
Aku membayangkan, Alina, jika kita bisa mengumpulkan semua cahaya senja itu—sepotong dari senja hari Senin yang sejuk, sepotong dari senja hari Jumat yang penuh kemenangan—dan membingkainya, kita akan memiliki karya seni abadi. Karya seni yang mengingatkan kita bahwa keindahan seringkali datang di saat kita paling lelah, di penghujung upaya. Jangan pernah biarkan dirimu terlalu cepat memejamkan mata saat jam menunjukkan pukul lima atau enam sore. Di sanalah keajaiban sesungguhnya disimpan.
Meskipun awan tebal menutupi langit esok hari, atau hujan tiba-tiba turun mengguyur, cahaya senja yang pernah kita saksikan akan tetap tersimpan. Begitu pula kenangan kita, Alina. Kenangan akan kehangatan yang terpancar di wajahmu saat sorot jingga itu menyentuh pipimu. Itu adalah energi yang cukup untuk melewati malam terpanjang sekalipun. Senja mengajarkan bahwa perpisahan hanyalah transisi menuju episode berikutnya.
Jadi, inilah sepotong senja yang kutitipkan untukmu hari ini. Ambil sedikit kehangatan oranye itu untuk menghangatkan hatimu saat dingin menyapa. Ambil sedikit ungu lembutnya untuk menenangkan pikiranmu yang mungkin terlalu banyak berpikir. Biarkan siluet pepohonan yang menghitam menjadi pengingat bahwa bahkan dalam bayangan, masih ada bentuk dan struktur yang indah. Tunggu sebentar lagi, Alina. Hari akan segera berakhir, namun selalu ada janji fajar yang menunggu di balik kegelapan. Dan esok, kita akan menyaksikan warna baru bersama lagi, entah secara fisik atau melalui kenangan manis ini.