(Gambar ilustrasi kekhusyukan ibadah haji/umrah)
Setiap Muslim yang memiliki kesempatan untuk menjejakkan kaki di tanah suci Makkah atau Madinah akan selalu merindukan momen puncak spiritualitas, yaitu saat melantunkan kalimat agung: "Labaik Allahumma Labaik". Kalimat ini bukan sekadar rangkaian kata dalam bahasa Arab; ia adalah manifestasi jiwa yang menyerah sepenuhnya kepada keagungan Sang Pencipta, pengakuan tulus atas ketiadaan daya selain milik-Nya.
Secara harfiah, tulisan labaik allahuma labaik (لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ) diterjemahkan sebagai "Aku datang memenuhi panggilan-Mu, ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu." Kalimat ini adalah inti dari talbiyah, sebuah zikir yang diucapkan secara terus-menerus oleh para jamaah haji dan umrah sejak mereka berniat ihram hingga melempar jumrah aqabah pada hari raya Idul Adha.
Pengulangan kata "Labaik" menandakan penegasan dan penekanan. Ini bukan sekadar respons satu kali, melainkan kesiapan dan kerelaan yang berkelanjutan. Ketika seseorang mengucapkan kalimat ini, ia sedang menyatakan bahwa panggilan ilahi untuk beribadah, untuk menyucikan diri, dan untuk mendekat kepada Allah SWT, telah ia jawab dengan kesungguhan hati yang total.
Mengapa kalimat ini sangat mendalam? Karena ia mencakup konsep tawakkal (berserah diri) dan ikhlas (ketulusan). Saat mengucapkan Labaik, jamaah meninggalkan segala hiruk pikuk duniawi—jabatan, kekayaan, urusan bisnis, bahkan keluarga—semuanya dikesampingkan demi memenuhi panggilan ini.
Makna dari tulisan labaik allahuma labaik juga mencakup penolakan terhadap kesyirikan. Ini adalah deklarasi tauhid yang paling lantang. Tidak ada tuhan lain yang dipanggil atau disembah; hanya Allah SWT. Di Padang Arafah, di lembah Mina, di tengah keramaian jutaan manusia dari berbagai ras dan negara, keseragaman ucapan ini menciptakan harmoni spiritual yang tak tertandingi di muka bumi.
Di samping bagian inti, talbiyah lengkap ini (yang sering diucapkan bersamaan) menambahkan pengakuan bahwa segala pujian, nikmat, dan kekuasaan hanyalah milik Allah semata, dan Dia tidak memiliki sekutu. Pengakuan ini menguatkan pondasi keimanan, menjadikan ibadah haji/umrah sebuah siklus pembaruan spiritual total.
Meskipun mengucapkan tulisan labaik allahuma labaik secara formal terkait dengan ibadah haji, semangat dari kalimat ini seharusnya hidup dalam setiap detak jantung seorang Muslim. Kapan pun kita diuji, kapan pun kita menghadapi kesulitan, atau kapan pun kita merasakan keraguan, seharusnya kita menjawab panggilan tersebut dengan semangat yang sama.
Artinya, kita selalu siap sedia (labaik) untuk melaksanakan perintah Allah dalam bentuk salat lima waktu, menafkahkan harta di jalan kebaikan, atau sekadar menjaga lisan dari perkataan buruk. Panggilan Allah hadir dalam setiap perintah syariat, dan respons kita haruslah berupa kesiapan total, sebagaimana yang kita tunjukkan ketika mengucapkannya di Baitullah.
Pengalaman spiritual ini memberikan perspektif baru: dunia adalah sementara, dan tujuan sejati hidup adalah menghadap dan melayani Sang Khaliq. Ketika hati telah terbiasa menjawab "Labaik" di Makkah, akan jauh lebih mudah untuk konsisten menjawab panggilan-Nya saat kembali ke rumah, melanjutkan perjalanan hidup sebagai hamba yang taat.
Semoga kita semua dikaruniai kesempatan untuk merasakan langsung hembusan spiritual saat melantunkan keagungan janji ini di tanah suci.